🕵️♂️👩💻
Setelah drama bulu kuduk merinding, Ijal dan Audrina ikut masuk ke ruang otopsi. Ijal memberitahu profesor jika Audrina saudaranya yang takut di rumah sendirian, makanya diajak. Tak mau ambil pusing, profesor yang juga dokter ahli forensi itu mulai membuka kain putih yang menutupi jasad.
Para calon dokter mulai serius menatap manusia tak bernyawa yang terbujur kaku di atas meja stainless. Bersiap mencatat beberapa hal penting juga.
"Sebelum kita mulai periksa, baiknya kita kirimkan doa untuk jenazah ini dengan keyakinan masing-masing, berdoa dimulai," pimpin profesor. Audrina juga berdoa walau ia sudah merasakan kehadiran sosok jenazah itu sejak awal masuk ke kamar mayat. "Selesai." Profesor mengusap kepala jenazah lalu berkata, "kita cari tau apa sebab kamu meninggal, ya. Saya nggak akan sakitin kamu. Saya minta maaf sebelumnya."
Semua tenang, termasuk Audrina yang menatap ke arah belakang profesor. Sosok itu muncul, ia melambaikan tangan ke Audrina yang mengedipkan sebelah matanya.
"Jenazah ini berusia dua puluh satu tahun, perempuan, ditemukan di dalam kantong plastik hitam besar di depan ruko. Dilihat dari semua kondisi kelembaban tubuh, saya bisa pastikan meninggalnya semalam, sekitar jam satu."
Audrina menatap sosok cantik di belakang profesor yang mengangguk.
"Coba kalian lihat, di bagian leher belakang ada yang aneh, nggak? Karena kalian semua grup dari stase forensik, saya minta kalian fokus dan bebas berargumen sama saya, ya." Profesor membalik pelan jenazah itu.
"Ada bekas tali, Prof," ujar salah satu residen.
"Tapi, pola ini aneh ...," sambung residen lain. Ia menunjuk dengan pulpen yang dipegang. Profesor mendekat, amati lebih rinci.
"Coba cek pergelangan tangan," pintanya. Salah satu residen memasang sarung tangan karet, lalu memegang pergelangan jenazah.
"Prof, luka ikatan ... apa ini, ya, polanya kok--"
Ijal mendekat, ia tau itu apa. Audrina juga bisa melihat jeratan itu.
"Jal, dilaporan ada keterangan jenazah ditemukan kondisi tangan diikat, nggak?" Profesor menoleh ke Ijal.
"Nggak ada, Prof."
Jenazah diterlentangkan lagi. "Nama jenazahnya udah tau siapa?"
Ijal diam. Sosok tadi mendekat ke Audrina, ia berbisik di telinga kiri. Begitu tipis tapi Audrina dengar.
"Pak Intel," bisik Audrina. Ijal menoleh, ia mendekatkan kepala ke arah Audrina yang hendak berbisik.
"Namanya Bunga, dia guru les piano," bisik Audrina lagi.
"Nggak ngarang, kan, kamu?" bisik Ijal. Audrina menarik telapak tangan kiri Ijal, ia arahkan ke bahu kirinya. Terasa hawa dingin bak es yang Ijal pegang. Ia pucat lagi.
Audrina lanjut mengamati, terlebih suasana kamar mayat rumah sakit itu, ia catat semuanya, tak ada yang terlewat. Ia butuh membangun suasana mencekam dalam tulisannya, walau fakta di lapangan, kamar mayat tak seseram itu.
Satu jam berlalu, Ijal dan Audrina duduk di warung depan rumah sakit.
"Masih ikutin kita, nggak?" tukas Ijal takut. Ia celingak celinguk.
"Nggak, dia mau di dalem, deket sama jasadnya. Emang kamu lagi pegang kasus ini juga?" Audrina menyeruput susu coklat hangat yang tadi dipesan.
"Nggak, sih, cuma karena kamu belum pernah ke kamar mayat dan saya lagi bantu selidikin kasus ini jadi saya datang ke sini. Semalam baru ditemuin mayatnya. Identitasnya nggak ada." Ijal menyeruput kopi susu pesanan, lalu ngemil pisang goreng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Service (✔)
RomansaJadi intel itu berattt! Saking beratnya, seorang Ijal sampai harus diberhentikan dari kedinasan karena terlalu kasar dengan pelaku kriminal bahkan melupakan urusan pernikahan. Hingga suatu hari ia diminta berdinas kembali tapi dengan banyak syarat d...