36

188 16 4
                                    


36 :
Let's escape

36 :Let's escape

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Dunia Mile sama sekali tidak cocok dan tidak pernah diinginkan oleh Fourth. Ia tak akan pernah mampu menghadapi kenyataan seperti ini—melihat seseorang terluka separah itu, apalagi menghadapi kematian secara langsung. Tembakan itu membawa trauma yang tidak bisa diabaikannya begitu saja.

Berkali-kali ia bilang, ia bisa melihat darah. Tapi kematian? Itu bukan lagi sesuatu yang bisa ia toleransi.

Fourth duduk di kursi mobil dengan tubuh kaku, masih terguncang. Satang yang duduk di sebelahnya menyodorkan botol air putih, tapi Fourth hanya menggenggamnya tanpa niat untuk minum.

Satang menepuk pundaknya dengan kuat, mencoba membangunkannya dari keterkejutan. "Kau yakin baik-baik saja?" tanyanya, suaranya sedikit pelan, penuh kewaspadaan.

Fourth mengangguk tanpa menoleh. Wajahnya masih pucat pasi, tatapannya kosong. Perutnya terasa melilit, sisa rasa pahit masih tertinggal di tenggorokannya setelah ia muntah karena kejadian itu.

Ini jelas membuatnya kapok.

"Ya," jawabnya lirih. "Tapi, apa yang P'Win lakukan?"

Tatapannya terpaku pada Win, yang sejak tadi bolak-balik masuk ke dalam rumah. Baju pria itu penuh bercak darah, sejak pertama kali ia kembali, dan kini semakin kusut.

"Kau tak perlu tahu." Satang menjawab cepat, sekilas melirik Win yang baru saja keluar. Tangannya sudah bersih, tapi bajunya masih memerah oleh noda darah yang mengering.

Win merogoh saku, mengeluarkan kunci mobil dengan ekspresi datar. Ia melirik Satang sekilas. "Kita berangkat."

"Mau ke mana kita?" tanya Satang, menghentikan langkah sebelum Win sempat masuk ke dalam mobilnya.

Win menoleh ke kanan dan kiri, memastikan keadaan sekitar sebelum berbisik, "Panda Express. Dermaga."

Satang mengerutkan dahi, jelas tak percaya. "Kau serius? Siapa yang bakalan menemaninya di sana?"

"Kita." Win menjawab tegas. "Semua sudah kuurus. Kita harus segera berangkat."

Tanpa menunggu persetujuan lebih lanjut, Win bergerak untuk masuk ke dalam mobil. Tapi saat ia menunduk untuk memasukkan kunci ke lubangnya, wajahnya tiba-tiba menegang. Ia membungkuk sedikit, tangannya menekan perutnya yang terluka. Napasnya tercekat, menahan sakit yang jelas masih luar biasa.

Satang langsung menyadari itu. "Phi, itu parah sekali. Mau aku yang menyetir?" tawarnya cepat.

Win menarik napas dalam, berusaha mengendalikan rasa sakitnya. "Tenang," ujarnya, lalu dengan paksa memutar kunci, menyalakan mesin mobil. "Kau jaga situasi sekitar. Jangan sampai kita kehilangan jejak kendaraan lain. Perhatikan plat nomor dan juga modelnya."

MY POLLUX [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang