CHAPTER 26

1.1K 109 52
                                    

Pukul setengah tujuh pagi Felix sudah pergi meninggalkan kediamannya. Lengkap dengan setelan jas rapi, dan membawa koper yang berisikan berkas- berkas. Ia pergi tanpa sarapan, pergi begitu saja dengan wajah dingin.

Semua pelayan merasa keanehan signifikan dari Tuan mereka. Felix seperti kembali ke Felix yang tiga tahun yang lalu, pria dingin tanpa berperasaan sorotan mata Felix juga terlihat kosong dan begitu tajam.

Pukul sembilan pagi nyonya Elisa turun dengan dress hitam ketatnya sebatas lutut lengkap dengan jaket kulit. Rambutnya di ikat menjadi satu, bibirnya di poles dengan lipstick merah darah.

"Gia, kenapa aku sulit sekali menghubunginya!" ucapnya dengan nada kesal mendekati meja makan.

"Tidak, aku tidak ingin makanan berat. Bukankah kalian tau aku hanya sarapan salad setiap pagi hari, aku harus menghitung jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuhmu!" bentaknya, kepada salah satu pelayan yang membawakan satu piring pasta dengan potongan daging sapi.

Pelayan juga ikut merasakan keanehan yang terjadi kepada nyonya mereka pagi ini. Sudah banyak pelayan terus di salahkan, mulai dari kesalahan memilihkan pakaian dan juga cara menyajikan makanan.

"Ada apa dengan tatapan kalian! Apa ada yang salah, kenapa kalian semua menatapku dengan padangan aneh," tandas Elisa dengan kilatan amarah yang meledak- ledak.

"Minta supir untuk memanaskan salah satu mobil sportku. Cepat!"

"B-baik nyonya," jawab si pelayan yang berlari kecil dengan tubuh yang gemetar.

Elisa berdiri melipat kedua tangannya di depan dada sembari memainkan ponselnya. Ia terus mencoba untuk menghubungi Gia managernya, Elisa merasa bosan. Ia merindukan studio, Elisa berharap ada brand yang mengontrak dirinya hari ini. Tapi sialnya, Gia managernya sulit sekali untuk dihubungi.

"Apa nyonya dan tuan bertengkar?"

"Kenapa pagi ini terasa asing sekali, Tuan bahkan pergi pagi sekali. Dan nyonya Elisa juga terlihat berbeda."

"Padahal kemarin malam aku masih melihat mereka di taman. Berbicara, bahkan berpelukan."

"Benarkan! Aku juga merasakan keanehan itu."

Elisa terus mendengarkan gosip para pelayan tentang dirinya dan Felix. Semua yang mereka katakan sangat tak masuk akal, terlebih Elisa tidak percaya dengan kata pelukan. What! Berpelukan dengan Felix? Apa mereka sedang mengarang cerita? Bahkan sampai detik ini Elisa tidak bisa bersikap lembut kepada Felix begitu juga dengan pria itu—tetap dingin dan arogan kepadanya.

"Nyonya. Mobil anda telah siap," ucap supirnya.

"Hari ini aku yang menyetir! Kau tak perlu ikut pergi," tolak Elisa melihat supirnya yang baru saja akan membukakan pintu belakang.

Tidak ada yang dapat membantah, Elisa memacu mobil sport meninggalkan mansion yang seperti neraka bagi dirinya. Muak, sudah sangat muak sekali ia menjalin pernikahan ini. Elisa berpikir keras, kapan waktu yang tepat membawa surat perceraian itu kepada Felix.

Ia tidak ingin tersiksa lebih lama lagi dengan Felix, tidak peduli reputasinya yang akan hancur setelah mereka bercerai. Yang pasti Elisa hanya ingin bebas, ia tak ingin tertekan dalam pernikahan yang tidak dilandasi atas dasar saling mencintai.

"Ck,ck tidak! Aku tidak akan terpengaruh lagi oleh perkataan pelayan. Aku wanita cantik yang sukses serta memiliki karir dan kesempurnaan, aku pantas untuk menerima cinta yang tulus! Aku juga ingin menikahi pria yang aku cintai, dan memiliki keluarga kecil yang diisi oleh dua anak yang lucu," gumam membela jalanan são paulo.

Mobil Elisa berhenti di lampu merah. Matanya menatap pada papan billboard, sebuah tayangan berita tentang pembunuhan berencana pebisnis  Camelia Shannon Philips menjadi perbicangan, bahkan tidak Elisa percaya pelakunya adalah suami Camelia sendiri. Sungguh kejam!

𝐑𝐄𝐓𝐔𝐑𝐍 𝐋𝐈𝐅𝐄 : 𝐏𝐄𝐑𝐅𝐄𝐂𝐓 𝐑𝐄𝐕𝐄𝐍𝐆𝐄 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang