CHAPTER 27

859 71 133
                                    

Please tandai jika ada typo tolong support dengan vote dan komen

****

Dua Minggu kemudian.

Dua minggu, sudah dua minggu Felix terus melakukan kegiatan yang telah menjadi kebiasaan. Felix mulai terbiasa mendatangi gereja setiap hari sebelum ia pergi berkerja, dan beberapa kesempatan juga ia lakukan saat pulang bekerja. Berdoa, terus berdoa setiap hari tanpa henti Felix memohon kepada tuhan, sempat kecewa ketika tuhan justru mengambil Camelia dari hidupnya. Tapi Felix tidak menyerah begitu mudah, keajaiban yang Camelia katakan. Bagaikan sebuah lotre yang akan Felix menangkan.

"Seperti biasa tuhan. Aku ingin bertemu kembali dengan Camelia, aku mohon... Benar- benar memohon untuk kali ini, aku ingin semua doa- doaku terkabulkan." Kedua mata Felix kembali terbuka, ia terdiam sejenak. Seperti tidak tau akan pergi kemana setelah ini.

Biasanya ia akan bersemangat pulang dengan cepat. Menunggu diam- diam dan selalu bersemangat bersama Camelia. Akan tetapi, dua minggu ini Felix tidak lagi menemukan ketenangan seperti sebelumnya. Elisa tetaplah Elisa, wanita itu tidak akan pernah berubah. Felix juga tidak ingin tau maupun mencari- cari kenapa beberapa hari ini Elisa terlihat murung. Baginya bukan urusannya, untuk memperdulikan suasana hati Elisa.

Saat Felix akan meninggalkan gereja. Tiba- tiba saja hujan turun begitu deras, ia tidak bisa pergi meninggalkan gereja. Mobilnya terparkir cukup jauh, Felix menunda dan memilih untuk berteduh. Sedikit mengadakan kepala ke arah langit, kedua tangannya berada di dalam saku. Entah dorongan dari mana, Felix mengadakan tangan menyentuh air hujan yang membasahi telapak tangannya.

Dunia seperti runtuh tepat di bawah kakinya dua minggu yang lalu. Felix menangis di dalam mobilnya saat perjalanan menuju perusahan, ia terus menangis terisak. Dengan kepala yang tertunduk di antara stir, Felix merasa menyesal teramat sangat menyesal. Ia selalu merasa menyesal tidur di malam itu, Felix tidur dengan nyenyak dalam dekapan tubuh Elisa. Jiwa Camelia masih berada disana, ia menenangkan Felix yang begitu khawatir di malam saat mereka berdua berada di taman. Bukan tanpa alasan, Felix menyakinkan bahwa apa yang ia takutkan memang sebagai sebuah pertanda.

"Kau tidak bisa pulang?" pendeta datang dengan sebuah payung hitam.

"Hujan begitu deras, tidak ada gunanya berlari dan masuk ke dalam mobil dengan keadaan pakaian basah," balas Felix dengan datar.

"Ambilah. Gunakan payung milikku, dan kembalikan keesokan harinya saat datang untuk berdoa," imbuh pendeta mengulurkan payung miliknya, kepada anak muda yang sangat rajin berdoa setiap hari.

Felix sempat mencoba untuk menolak tawaran pendeta. Tapi ia berpikir kembali, bahwa sampai kapan ia akan terus menunggu hujan reda. Setelah berpikir panjang, Felix mengambil payung dan membukanya.

"Terima kasih, besok akan aku membalikan." Felix sedikit menunduk lalu dengan cepat ia berjalan menerjang hujan lebat dengan payung hitam yang melindungi tubuhnya.

Dari kejauhan seorang wanita juga berjalan dengan arah yang berlawanan membawa payung maroon. Melangkah dengan kaki telanjang, tangan kanannya memegang payung sedangkan tangan kiri memegang heelsnya.

"Akhirnya," gumamnya kecil menutup payung lalu menyimpannya di tempat penyimpanan khusus.

Camelia letakan heelsnya dan kembali memakainya. Untung tidak ada yang basah, hanya percikan air hujan membasahi sedikit surainya yang bergelombang ia biarkan jatuh terurai. Ia tak sengaja berpapasan dengan pendeta Gabriel di pintu masuk, kepalanya sedikit menunduk hormat.

"Kau datang lagi hari ini."

Camelia mengangguk lalu tersenyum kecil. Kemarin malam ia tak sengaja mampir di gereja ini, lalu hari ini dirinya seperti terdorong untuk kembali datang dan berdoa. Begitulah alasannya, Camelia menyukai arsitektur bangunan dan suasana tenang yang membuatnya merasa aman dan nyaman. Ia baru bertemu sekali dengan pendeta Gabriel, dan tidak di sangka dirinya dikenali.

𝐑𝐄𝐓𝐔𝐑𝐍 𝐋𝐈𝐅𝐄 : 𝐏𝐄𝐑𝐅𝐄𝐂𝐓 𝐑𝐄𝐕𝐄𝐍𝐆𝐄 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang