CHAPTER 22

1.5K 118 11
                                    

"Nyonya. Ada titipan yang datang untuk anda," gumam pelayan mendekati Elisa yang sedang duduk di kursi taman.

"Surat?"

"Bukan, sebuah undangan nyonya," jawab si pelayan mengulurkan sebuah amplop kepada Elisa.

Elisa menerima uluran amplop dan membukanya. Sebuah undangan berwarna merah, tercetak jelas nama Samuel dan Simona dalam sebuah simbol keemasan. Bibir Camelia terkatup rapat, sungguh tidak ia percaya akan sampai pada tahap ini.

"Cantik sekali, mirip dengan undangan pernikahan yang sempat aku pilih tapi dia menolak," batin Camelia, ia masih ingat jelas bahwa bentuk undangan pernikahan mereka seharusnya berwarna merah. Tapi Samuel menolaknya dan mengganti tanpa sepengetahuan Camelia.

Flashback.

"Bagaimana dengan ini sayang?" ujar Camelia mendekati Samuel yang duduk sedikit menjauh darinya.

"Pilihlah yang kau suka. Kau yang memilki hak, aku hanya mengikuti," balasnya dengan singkat tanpa senyuman.

"Baiklah, aku suka dengan undangan pernikahan berwarna merah. Namanya akan aku tertulis dengan warna emas," jelas Camelia kepada Samuel yang tidak memberikan tanggapan.

Ia tau Samuel marah kepadanya, karena ia terus memaksa pria itu untuk menikahinya. Camelia tidak bisa menerima perjodohan yang orang tuanya berikan, ia lebih memilih untuk menikah dengan pria yang ia cintai.

"Pilih saja Camelia. Tidak perlu menjelaskan apa pun, aku tidak tertarik," sambung Samuel menatap Camelia tajam.

Camelia mengangguk, ia terlalu malu untuk menangis. Tatapan tajam yang nyaris tidak pernah ia dapatkan dari kedua orang tuanya, justru sering ia dapatkan dari pria yang dia cintai. Rasanya begitu bodoh jatuh cinta sendirian, tapi ia tetap bahagia menikah dengan pria yang dirinya cintai.

"Aku akan pilih undangan berwarna ini. Dan tinta namanya berwarna keemasan," balas Camelia kepada petugas yang akan menyentak undangan pernikahannya.

"Nona. Apa anda baik-baik saja?" tanya petugas yang masih menahan undangan pilihan Camelia di tangan kanannya.

"Tentu. Ada apa?" tanya Camelia kembali.       

"Tidak ada. Kami akan usahakan undangan selesai dalam waktu dua hari Nona," balasnya.

"Aku akan menunggu," balas Camelia singkat setelah membayar.

Saat tubuhnya berbalik. Ia tidak lagi menemukan keberadaan Samuel di kursi tunggu, Camelia panik. Ia berlari kecil dengan heels yang menekan tumitnya kuat, langkah kakinya ia paksakan sedikit berlari padahal dirinya sedang mengunakan pakaian dan rok formal.

Entah berapa jauh ia berlari, sampai di parkiran dengan kaki telanjang yang terluka di bagian tumit. Dan ia juga sempat terjatuh membuat luka goresan pada kedua lututnya, pikiran Camelia saat ini hanya menemukan Samuel.

Ponselnya berdering, dengan cepat jemarinya mengambil ponsel dan membaca pesan masuk.

'Pulanglah mengunakan taksi. Ada masalah penting yang berhubungan dengan perusahaan, aku harus pergi selesaikan.'

Camelia membaca seksama pesan yang di kirimkan Samuel kepadanya. Ia hanya tersenyum tipis, dan tetap optimis. Melambaikan tangannya untuk menghentikan taksi, sedikitpun tidak ada rasa sakit hati di dalam dadanya. Karena Camelia tau, Samuel harus menyelesaikan urusan perusahan dan bukan berselingkuh dibelakangnya.

Napas Camelia terputus-putus ia kelelahan berlari sampai dadanya sakit. Untung saja sekarang dirinya berada di dalam taksi yang akan membawanya menuju ke mansion.

𝐑𝐄𝐓𝐔𝐑𝐍 𝐋𝐈𝐅𝐄 : 𝐏𝐄𝐑𝐅𝐄𝐂𝐓 𝐑𝐄𝐕𝐄𝐍𝐆𝐄 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang