Drax meraba kasur tipisnya ketika mendengar suara panggilan dari ponselnya yang kunjung tidak berhenti, laki-laki berusia 21 tahun itu menggeram kesal pada siapapun yang saat ini sudah menganggu tidurnya, dia sangat lelah, baru pulang dari pekerjaan buruhnya yang melelahkan pada pukul 12 siang.
"Apa?" saut Drax setelah mendapatkan ponselnya itu.
"Heh, jamet! Lo lupa yah?"
Drax bergumam asal.
"Lupa dia anjir, lo gak ingat ini hari apa?"
"Hm." Dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia makan .
"Ini hari pertama kita perform! Di universitas G, yaelah, katanya mau jadi band terkenal."
Drax menguap kecil, pria yang sedang tiduran hanya dengan boxer pendek berwarna hitam itu menggaruk rambut sebahunya dan melirik jam kumuh di dinding. "Otw."
"Cepetan bego, acaranya jam 7, ini udah jam 5, gue tebak rambut jamet lo itu belum di potong kan?"
"Lupa." Gawat uang untuk potong rambut malah ia belikan nasi padang untuk ia makan siang tadi.
"Bangsat, udah deh cepetan datang, kita ngumpul di studio, cepetan!"
Drax mematikan sambungan panggilan itu, dia bangkit, merenggangkan otot-otot tubuhnya dan berjalan menuju toilet kecil di kosan ukuran 2×2 ini. Dia hanya mencuci wajah dan menyikat gigi, tubuhnya tidak terlalu bau kok, nanti dia akan meminta parfum milik Caleb.
Mengikat rambut gondrong nya, Drax menggunakan satu-satunya celana jeans yang ia punya, mengambil jaket dan menggunakan satu-satunya sepatu bagus yang ia punya, meskipun warnanya sudah pudar, selama masih bisa digunakan tidak masalah.
Dia mengambil topi sebelum akhirnya keluar dari kamar kosannya, sedikit menyipit karena sinar matahari yang sudah lama tidak ia lihat.
"Bagus, uang beli sepatu kamu ada, bayar kosan kok engga ada."
Drax berdecak kesal, sial dia tertangkap basah.
"2 bulan, mana uang kos mu dua bulan?'
Draf merogoh saku celananya dan mengeluarkan satu lembar 20 ribuan.
Wajah ibu kosannya langsung berubah jelek. "Mana cukup segini?! Mana lagi?! Uang kosan 500 ribu, kalau kamu engga mau bayar, pergi dari sini."
"Nih, sisanya nanti." Drax memberikannya secara paksa.
"Kapan?"
"Besok." Kalau dia dapat uang dari hasil manggung pertama mereka hari ini.
"Dasar, mau jadi apa kamu di masa depan, kerja engga ada yang benar, bayar kosan selalu telat." Ibu kosan itu segera pergi, percuma marah-marah, uang nya juga engga akan muncul.
Drax menjulurkan lidahnya, mengejek. "Janda gila." gumamnya.
"Apa kamu bilang?!"
Pria itu melompat dari pagar lantai dua dan mendarat dengan sempurna, Drax tersenyum miring dan segera berlari pergi, dia tidak mau dipukul pakai sandal.
"Awas kamu Drax! Besok uangnya harus ada atau barang-barang kamu saya tendang keluar."
Drax terus berjalan, tidak mendengarkan.
Buang saja, dia bahkan tidak memiliki apapun yang bagus di kamar itu.
Itu hanya kandang tikus yang ia gunakan jika tidak memiliki tempat untuk tidur, biasanya juga dia tidur di studio atau pos satpam jika mereka mengizinkannya.
Melewati pos satpam tempat biasa dia tidur, Drax melihat bungkus rokok milik hansip sekitar, dia mengambilnya berserta dengan pematik nya.
Rezeki di sore hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
S is She (The End)
Romance~Don't copy my story if you have brain~ -S and when i look at you, i know your already become my world- Drax Shana tidak pernah menyesal kabur dari supir pribadinya hari itu bersama teman kuliah yang baru ia kenal, karena hal itu dia bertemu dengan...