S 35 : We Meet

6.4K 587 95
                                    

Shana melamun, dia duduk sembari menatap spanduk tentang penyakit mental di dinding ruang tunggu ini. Dia menggunakan earphone untuk mencegah orang lain berbicara padanya, menutup wajah agar tidak ada yang mengenalinya, berdiam diri dan tidak menarik perhatian siapapun dengan keberadaannya, namun yah dengan kecantikan di atas rata-rata itu siapa yang tidak meliriknya? Meskipun wajahnya ditutupi masker, aura elegan dan cantik memancar dari tubuh gadis itu.

Sesekali Shana bisa mendapati beberapa pria yang ingin mengajaknya berkenalan, namun karena aura yang ia pancarkan beberapa dari pria itu segan untuk mendekatinya.

Lama.

Sangat lama.

Shana benci berada di keramaian seperti ini, membuatnya merasa kecil dan ingin segera lari lalu bersembunyi.

Sejak kejadian setahun lalu dia mengurung diri dari semua orang dan hanya mengizinkan Vilna disisinya, berhubungan dengan Steven sebenarnya sulit setelah apa yang terjadi, namun demi membantu Vilna kemarin dia menghubungi kakak laki-lakinya lalu meminta tolong padanya.

Shana melawan sedikit trauma nya.

"Hei, gue sering ngeliat lo disini."

Nafas Shana berubah gusar, dia menatap seorang pemuda di hadapannya dengan sorot panik.

"Boleh kenalan? Btw gue..."

"Engga, bisa tolong pergi dari sini." Shana langsung menjawab dengan ketus. "Gue cewek gila, sebelum nyerang lo, tolong pergi." Matanya terlihat galak dan ganas, seperti seekor kucing yang siap-siap menyerang.

"Sorry." Pria itu langsung pergi tanpa mengatakan apapun.

Shana menghela nafas lega, dia menggunakan penutup kepala Hoodie nya dan semakin menyembunyikan dirinya di dalam kesendirian, dia benar-benar tidak menginginkan apapun, biarkan dirinya menunggu dokternya dengan damai meksipun masih ada waktu satu jam lagi sebelum janji temu mereka.

Dia sengaja datang cepat karena tidak ingin terjebak macet di jalanan, hari Minggu selalu ramai dengan orang-orang yang pergi entah kemana, padahal di rumah saja menyenangkan, kenapa harus pergi kemana-mana dan menyusahkan jalanan yang menjadi macet.

Argh, pikirannya berkelana lagi, bisa diam gak sih.

Ketika pikiran kamu kacau, makanlah permen karet, itu bisa sedikit membantu.

Mengingat kata dokternya, Shana segera mengambil satu buah permen karet dari kantong Hoodie nya, dia mengigit permen itu penuh emosi.

Argh, dia selalu benci hari konsultasi.

"Anjir, anjir, anjir, gue tadi liat Drax The Mad di ruangan dokter penyakit saraf."

"Seirusan? Dia ngapain disana? Dia sakit?"

Telinga Shana langsung berdengung ketika mendengar percakapan dua suster wanita itu.

Drax?

Disini?

Ngapain?

Penyakit syaraf?

Apa dia sakit?

Tunggu dulu bukanya dokter penyakit saraf berada di lantai yang sama dengan ruangan konsultasinya.

Shana menggelengkan kepalanya.

Biarin, biarin, tidak mungkin bertemu juga.

Mustahil.

Lagian dia berbeda dengan dirinya ketika berusia 18 tahun, dia tidak selembut dulu lagi, sekarang kepribadiannya kasar, kotor dan kejam karena perubahan lingkungannya, benar kata orang tumbuh dewasa itu sangat menyakitkan, semakin kita dewasa semakin peka kita terhadap lingkungan sosial sehingga itu mempengaruhi perkembangan serta pertumbuhan emosional kita.

S is She (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang