21

221 13 0
                                    

"Katakan, Mas. Aku atau Kinanti yang lebih baik?" tanya Giyantri di sela deru napasnya.

Ia menggigit ujung bibirnya ketika tersadar telah mengatakan ucapan yang rendah dan kekanakan.

Yang mana pun jawabannya, pasti menyakitkan.

Suaminya telah menyentuh wanita lain...

Tapi dia pun...

Giyantri tidak bisa menelaah siapa korban dan siapa pelaku.

Mereka berdua adalah pelaku.

Tapi apa suaminya juga korban?

Suaminya tidak pernah melakukan apa pun atas pernikahan ia dan Pangeran Karta.

Bahkan menghilang dan memilih bekerja.

Tiap kali melihat Adipati Sukma yang sibuk di mejanya, ia selalu tanpa sadar melirik pintu aula yang tertutup rapat.

Bertanya-tanya apakah pria yang telah lama dinikahinya akan mengamuk dan membuat keributan. Memecahkan keheningan di dalam ruang.

Pun bertanya-tanya apakah pria yang sedang serius menulis itu akan bereaksi berlebih dan kehilangan ketenangannya.

Tapi sampai pria itu pergi dan datang kembali, Adi Barja tidak pernah mendatanginya.

Tidak pernah mempertanyakan dan membuat keributan.

"Aku tidak tahu."

"Jangan berbohong."

"Aku tidak tahu. Aku... dijebak.."

Giyantri terdiam mendengar ucapan suaminya yang menggunakan kata panggilan yang cenderung formal.

Giyantri tidak mendengar ucapannya yang terakhir.

Suasana sunyi setelah keramaian yang panas.

Cahaya rembulan dengan lembut jatuh di wajah Giyantri.

Wanita itu..

Mengaku kepanasan dan membuka jendela.

Menatap hamparan bintang yang bersinar terang.

Adi Barja berdiri di belakangnya. Memeluknya dengan erat.

Giyantri membiarkannya.

Suasana di antara mereka hening, jauh, tapi juga hangat.

Adi Barja ingin sekali mengatakan untuk tidak pergi ke ibu kota.

Mereka yang bisa memasuki ibu kota adalah orang-orang yang memiliki tanda khusus.

Setiap kelompok memiliki tanda khusus dan alurnya sendiri.

Para pegawai pemerintah di tingkat atas tiap daerah, memiliki tanda khusus langsung dari Dewan Mentri Mantri di keraton.

Budak dan pelayan yang datang atau hendak menjual diri di ibu kota juga harus memiliki tanda khusus masuk ke ibu kota setelah pemeriksaan dan pengesahan dari berbagai kekuatan di luar ibu kota.

Para pedagang seperti dirinya pun harus memiliki tanda khusus untuk dapat masuk dan menginjakkan kaki di ibu kota.

Kecuali perayaan besar yang berlangsung lima tahun sekali dan para pedagang memiliki lebih banyak kesempatan untuk satu kali datang ke ibu kota.

Di hari-hari lainnya, para pedagang dan anak buah mereka mesti memiliki tanda khusus yang menjamin identitas mereka.

Adi Barja beruntung bisa memasuki ibu kota hanya karena kemampuan kedua orang tuanya dalam mengurus ribuan hektar kebun dan mendapat perhatian dari para pejabat.

Kamu Poligami Aku Poliandri, adil kan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang