Pangeran Karta benar-benar tidak menyangka akan menghadapi kancil licik yang begitu keras kepala.
Tidak.
Itu keberanian.
"Benar saja. Kemampuan pemimpin kelompok dagang yang besar, memang beda," komentar Adipati Sukma sambil membaca jejak informasi yang dikumpulkan anak buahnya.
Kali ini dia mempelajari hal baru.
Seorang pedagang besar kadang kala mirip dengan para pejabat.
Penuh perhitungan dan pandangan ke depan.
Dia juga sedikit terkesan.
Orang yang mengabdi pada istri ini, layak menjadi lawannya.
Sejak perdebatan pergi ke ibu kota belum mencapai titik temu, Giyantri terus diganggu Adi Barja di sepanjang hari.
Sementara Adipati Sukma sibuk mempersiapkan kepergian ke ibu kota.
Kali ini ia membawa istrinya, seorang putri satu-satunya negeri ini.
Pengaturannya harus ketat dan tidak ada masalah.
Sekalipun dunia damai.
Tidak semua pejabat tunduk patuh tanpa tipu muslihat.
Siapa tahu bahaya mengancam di kegelapan?
Masih banyak anak mendiang raja yang disebar di Timur, Barat, dan Utara.
Otoritas Raja tidak terkalahkan.
Raja mampu membendung konflik yang mencuat setelah memaparkan keinginannya hidup bermonogami, menandakan kekuatan dan kekuasaannya bukan hiasan.
Tetapi Pangeran Karta tidak mau lalai.
Semua harus dijaga dan diperhitungkan.
"Istri, rumah utama sangat dingin. Bagaimana kalau kembali dan membahas di rumah?"
Adi Barja memanfaatkan kesempatan ini. Menarik istrinya kembali ke rumah utama.
Giyantri manut dan ikut ketika suami barunya hanya diam fokus pada daluang di tangannya.
Benar.
Inilah pria tanpa perasaan.
Pernikahannya pasti terjadi hanya karena Dekrit Raja jatuh di tangannya!
"Istri, suami membuat ini. Apakah kamu suka?"
Adi Barja membuka kotak di tangannya.
Giyantri dengan linglung menatap kotak yang perlahan terbuka.
Sebenarnya dia tidak tahu bagaimana dia kembali ke rumah utama dan duduk berdampingan dengan suaminya.
Dia baru tersadar oleh suara gesekan kotak yang perlahan terbuka.
Cahaya kemerahan muncul menerangi keremangan kamar.
Giyantri berbohong jika tidak tersentuh.
Batu merah delima yang bersinar bukanlah sesuatu yang mudah didapatkan.
Bukan hanya tentang uang tapi juga takdir.
Batu delima merah terbilang mudah ditemukan, tapi sulit mencari yang mampu memancarkan cahaya.
Adi Barja menggenggam tangan yang menyentuh bulatan mulus di dalam kotak.
Pemilik tangan yang separuh lebih kecil darinya, mengangkat mata hitamnya dan menatapnya.
Adi Barja tersenyum lembut dan memasangkan sendiri perhiasan berhias delima tergantung di leher istrinya.
Kulit istrinya yang mulai memutih, sangat menawan dengan dihiasi delima merah yang bersinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Poligami Aku Poliandri, adil kan?
Ficción GeneralSatu tahun tidak bertemu, kehadirannya membawa sesak. Kebahagiaan Giyantri dalam menyambut kepulangan suaminya, berakhir ketika sesosok wanita berjalan sangat dekat dengan sang suami. Adi Barja tidak berdaya untuk memperkenalkan madu istrinya di saa...