03

1.1K 47 0
                                    

"Apa-apaan?! Kenapa aku dilarang masuk ke kamarku sendiri?! Kalian siapa?!"

Adi Barja sangat kesal.

Baru saja ditinggal sejenak. Menemui para pedagang, yang sudah mulai menyiapkan barang dagangan. Dia sudah dipersulit bertemu istrinya.

Sebagai seseorang yang dibesarkan tak jauh dari tempatnya kini tinggal, Adi Barja sangat mengetahui sifat guyub masyarakatnya.

Itulah salah satu alasan usaha yang terbilang baru, bisa berkembang begitu pesat.

Tapi kan tidak harus sampai mengurusi rumah tangganya!?

"Tuan, buah jatuh memang tidak jauh dari pohonnya ya?"

"Hah? ..ya?" sahut Adi Barja gelagapan pada seorang pelayan yang nampaknya hendak masuk dan melayani sang istri.

Dia kaget ketika tiba-tiba diajak bicara.

Dengan pembicaraan, yang ...entah.

"Keluarga Tuan begitu licik, ingin menarik sumpah menyerahkan perkebunan pada Nyonya jika berhasil memberikan keuntungan berlipat. Untung Nyonya cerdas. Meski diusir ke pojokan daerah seperti ini, Nyonya tetap mendapatkan haknya!"

Seseorang yang awalnya bekerja untuk Keluarga Adi itu mencebik melihat wajah tuannya yang ha-he-ho seperti orang bodoh.

Dia sangat geram. Makin geram melihat wajah bodoh tuannya.

"Tuan sudah berada di puncak, malah mencari kesenangan lain! Dikiranya kami akan diam menurut? Tidak, ya! Nyonya juga punya andil yang besar!"

Adi Barja menghembuskan napas berat.

Ucapan pelayan itu membawa ingatannya ke masa empat tahun silam.

Adi Barja terpukau dengan kecantikan dan senyuman seorang pramusaji di sebuah rumah makan tak jauh dari Ibu Kota.

Adi Barja memang bukan bangsawan. Tapi jangan salah. Aset keluarganya terbilang menyamai kelas bangsawan menengah.

Maka dari itu, keluarga besarnya menolak keras dan berusaha menghalangi pernikahan keduanya.

Adi Barja sudah tidak memiliki orang tua. Keputusan besar seperti pernikahan diserahkan pada para tetua.

Melihat betapa butanya cinta Adi Barja pada di pramusaji, tidak serta merta membuat tetua menolak di depan muka.

Mereka meminta keduanya lebih dulu masuk ke dalam masa perkenalan agar lebih dekat. Begitu alasannya.

Masa perkenalan Adi Barja dan Giyantri dimanfaatkan keluarga Adi untuk menjatuhkan Giyantri dengan memberikan beragam ujian tak masuk akal, bagi orang kecil yang tidak punya kuasa.

Semua dilewati Giyantri dengan mudah.

Ujian akhir dari mereka ialah agar dalam kurun satu tahun, Giyantri memberikan keuntungan berlipat ganda atas seluruh perkebunan Keluarga Adi.

Giyantri berhasil dan keberhasilan itu membuat jengkel Keluarga Adi.

Keluarga Adi sesumbar akan memberikan semua tanah perkebunan mereka, jika gadis yang tidak diketahui asal-usulnya itu berhasil.

Mereka mengira tidak mungkin seorang pramusaji memiliki kepandaian yang besar.

Giyantri lantas secara halus diusir pergi jauh ke perkebunan yang 'dijanjikan'.

Pada kenyataannya, perjanjian yang tertulis, memuat seluruh aset perkebunan Keluarga Adi.

Bukan hanya sebuah tanah perkebunan di pojok desa yang suram.

Giyantri berhasil mendapatkan haknya, meski dia tetap pergi menuju desa yang tak terkenal.

Adi Barja setia menemani.

Kamu Poligami Aku Poliandri, adil kan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang