08

746 33 0
                                    

"Karena istriku enggan menceraikanmu, sekarang kamu adalah kakak maduku. Seperti kamu menikahi wanita itu secara setara, aku juga setara. Ke depannya, tidak perlu terlalu sopan."

Mata Giyantri meredup ketika mendengar perkataan Adipati Sukma.

Selama ini dia enggan menanyakan pernikahan kedua suaminya.

Berpikir semua atas nama tanggung jawab, tidak harus menanggung yang lebih besar lagi.

Di masa depan, mungkin dia menerima ide mengasuh anak suaminya sehingga suaminya tidak lagi perlu menemui wanita lain.

Semalaman dia menanti suaminya seperti kebiasaan yang lalu di hari ketiga setelah kepulangannya.

Entah bercinta atau hanya mencinta, Giyantri suka bermalam di Aula Rembulan.

Taruhannya kalah telak.

Suaminya berkata dia tidak memiliki rasa, jadi bagaimana bisa menikahi istri setara?

Jadi, Kinanti adalah adik madunya yang sah?

Bukan seorang selir?

Kinanti lamat-lamat mengangkat kepalanya.

Dia tertegun melihat rupa rupawan seorang pria dengan goresan otot yang sempurna pada bagian dada telanjangnya.

Sebagai keluarga menteri tingkat empat dalam Kementrian Perjalanan, Kinanti melihat banyak pria lembut dan bermartabat.

Sangat jarang melihat pria kaya sedingin Adi Barja yang terus menerus menolak dirinya.

Dia adalah wanita paling berkuasa di wateknya.

Ayahnya selalu mencintainya, apalagi ketika priode awal menjabat, sang ayah harus sering meninggalkan rumah untuk menemani delegasi dari luar Bhumi ataupun menemani para pejabat watek untuk bepergian.

Dengan kekuasaan ayahnya, orang-orang bawah yang membawa rombongan Adi Barja tidak bisa menolak tugas yang diberikan.

Setelah mendapatkan, tumbuh dahaga berkepanjangan.

Dia tidak puas dengan kegagahan dalam satu perasaan puas.

Apalagi pria dengan rupa seagung dewa.

Jika pria ini milik istri suaminya, dia juga memiliki kesempatan bersama kan?

Kinanti menelan saliva dengan kesusahan.

Kecerdasan Adi Barja selalu pada titik terendah dalam menghadapi istrinya.

Dia hanya diam mematung saat pengantin baru melewati dirinya.

Tamparan kain selendang Giyantri tidak menyadarkannya.

Baru saat Kinanti menarik paksa tangannya, Adi Barja tersadar.

Matanya berkedip, memandang kejauhan.

Altar pengantin telah dilucuti.

Para pengawal bahu membahu membawa kayu yang bertumpuk menjulang.

Meninggalkan keramaian, Adi Barja berlarian mengejar dua orang yang sudah tidak tampak wujudnya.

Adi Barja menggertakkan giginya.

Dua orang ini pasti berada di dalam kamar pribadinya bersama Giyantri.

Pagi tadi, setelah kepergian Giyantri, rombongan dayang berpakaian megah masuk menebar melati di atas kasur.

Adi Barja mengira itu disiapkan untuk dia dan Kinanti. Adi Barja pun ragu-ragu untuk ke luar kamar.

"Ke mana?"

Giyantri berjalan mengikuti Adipati Sukma.

Kali ini pria itu memimpin dirinya.

Kamu Poligami Aku Poliandri, adil kan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang