29

133 11 0
                                    

"Kau... penindas!"

Giyantri menggertakkan giginya.

Kesal, marah, dan tak berdaya.

Dia belum pernah dipaksa dan dipermalukan sedemikian rupa!

Tapi dia tak berdaya.

Tubuhnya lemas. Kakinya tidak bisa menopang tubuhnya.

Dia terjatuh begitu kakinya menyentuh lantai.

Sementara pria penindas itu, berdiri kokoh, merapikan pakaian.

Mengikat sabuk dengan santainya.

Giyantri menjulurkan tangannya ke arah ranjang, berusaha bangun.

Seketika tubuhnya ringan. Melayang di udara.

Adipati Sukma menggendongnya menuju kamar mandi.

Berjalan santai seolah memeluk boneka kapas.

Giyantri menahan protes yang hendak meluncur keluar dari mulutnya, mengingat dia sulit bergerak.

Sudah tiga tahun Giyantri mandiri dalam mandi dan berpakaian.

Hatinya malu dan sungkan untuk meminta dayang untuk membantunya mandi.

"Aku.. bisa sendiri," bisik Giyantri. Lemah.

Pria itu mengabaikan bisikannya.

Pria yang semalam seperti binatang buas, menggendongnya dengan lembut.

Memandikannya seperti seorang pria yang murni. Tekun menggosok setiap jengkal tubuhnya.

Tanpa godaan dan rayuan.

Giyantri menggeliat tak nyaman, kabut muncul dalam mata hitamnya.

Tetapi pria itu hanya memandikannya, mengeringkan tubuhnya, lalu membantunya mengenakan pakaian.

Ekspresi di wajahnya tidak berubah.

Jenis pakaian yang dikenakan Giyantri adalah sebuah jarik dan luaran yang tipis.

Ini karena dia harus tetap tinggal di kereta yang panas di siang hari.

Giyantri sengaja mengenakan pakaian yang tipis.

Sekarang dia menyesalinya.

Binatang buas yang menerkamnya semalam hampir tidak menyisakan kulit mulus di bagian tubuh terluarnya.

Tangan dan bahu Giyantri memiliki tanda kepemilikannya.

Giyantri tidak bisa menutupinya.

Pasrah digendong ke kereta dengan banyak mata mengintai.

Meski para bawahan tidak diperbolehkan langsung menatap majikan mereka, Giyantri bisa melihat telinga merah pada wajah mereka yang datar.

Ini memalukan!

Walaupun mereka menundukkan pandangan, mereka pasti telah sekilas melihat tubuh memalukannya!

Adipati Sukma meletakkan Giyantri di dalam kereta lalu pergi untuk memberi intruksi pada pengawal bayangan.

Giyantri langsung meringkuk seperti seekor kucing.

Dan bagai kucing yang menaikkan bulunya ketika marah, Giyantri langsung bangun dan duduk dengan tegak ketika Adipati Sukma memasuki keretanya.

"Kenapa masuk?!"

"Ini keretaku."

Giyantri mengernyit.

Dia memindai sekitar dan baru menyadari jika kereta yang ditumpanginya bukan miliknya.

Pewarnaaan dan desain keretanya terlalu mirip dengan miliknya.

Kamu Poligami Aku Poliandri, adil kan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang