39

88 5 0
                                    

"Kamu..."

"Bhayangkara sedang sibuk membantu Mas Bagus."

Mas Bagus adalah gelar pemimpin desa.

Giyantri tidak lagi memberontak dan membiarkan pria itu memeluknya.

Seharian ini dia lelah di dalam jiwanya. Memiliki bayangan berat, seolah-olah ada banyak orang memperhatikannya dan menunggunya berbuat salah.

Dalam dekapan hangatnya, semua kekhawatirannya berangsur hilang.

Adipati Sukma juga merasa nyaman.

Setelah kedatangan Pasukan Bhayangkara, Adipati Sukma menyadari status istimewa istrinya dan status khusus di antara mereka.

Meski seorang putri memiliki banyak pria adalah hal wajar di kalangan keluarga tertinggi, itu sudah beberapa dekade yang lalu.

Apalagi Raja Pasupati menekankan pernikahan dua orang. Akan menjadi lelucon besar jika anaknya sendiri menyangkal wajahnya.

Maka...

Jejak perhitungan terlintas di matanya.

Di tengah malam, di dalam kegelapan, disinari bintik-bintik rembulan yang bersinar terang, dua orang terjerat dengan indah, membentuk sebuah lukisan keabadian.

Tenang. Indah. Mempesona.

Prianya memiliki tangan kekar yang melingkar. Wanitanya bersandar lembut, bulu matanya tertutup, mengungkap kedamaian hatinya.

Langit yang cerah. Suasana hutan yang tenang. Bunga-bunga jatuh dari tempat yang tinggi.

Bagai mendukung lukisan romansa yang memukau.

Giyantri tidak melakukan apa pun dan hanya meneliti rangkaian bunga.

Adipati Sukma memahami kebiasaannya dan membantunya memilih berbagai rangka bunga yang berbeda warna dan ukurannya.

Dari yang kecil sampai yang besar, aroma bunga memiliki tingkat ketajaman yang berbeda.

Giyantri memperhatikan dengan saksama.

Berdiri di sampingnya, alis Adipati Sukma melembut. Sesekali tangannya terjulur membantu rambutnya yang terurai menutupi mata.

Giyantri tidak memperhatikannya. Terus memperhatikan bunga di tangannya.

Karena terkenalnya Pohon Bunga Harum dan seringkali dijadikan tempat melakukan ritual, suasana sekitarnya memiliki kelengkapan penerangan yang memadai.

Adipati Sukma berjalan menyalakan semua api.

Seketika cahaya emas kemerahan memantulkan wajah rupawan kekasih hatinya.

Alis Giyantri yang berkerut, perlahan tenang seiring terangnya suasana sekitar.

Dia hanya menyalakan satu obor karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Di bawah pohon terdapat serangkaian kain yang mudah terbakar.

Dengan adanya Adipati Sukma, Giyantri bisa tenang meneliti dalam suasana terang.

Adipati Sukma duduk di depannya menahan angin pada lentera.

Sedikit membungkuk ke depan.

"Tuan Putri, kenduri sudah siap." Prajurit Bhayangkara melapor dari kejauhan.

Tampak terbiasa dengan kedekatan keduanya.

Giyantri mengangkat kepalanya dan tersenyum tak berdaya.

Orang-orang ini sangat antusias.

Kamu Poligami Aku Poliandri, adil kan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang