Kisah seorang wanita yang berjuang mewujudkan cita citanya sebagai seorang pemain sepak bola profesional, kelas dunia. Dia memiliki mimpi yang besar untuk menjadi pemain sepakbola wanita
keluarganya terus mendukung keinginan anaknya itu, terlebih la...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . . . .
⚽⚽⚽⚽⚽⚽⚽
Keesokan harinya Wati berada di rumah sakit sedang menemani Wita yang sedang terbaring lemas di kasur rumah sakit. Dia berada di sana dengan Lisa, Tari dan juga keluarga kecil Wita. Wati sudah mempersiapkan semuanya dia sudah memakai Jersey yang di lapisi dengan hoodie, rencananya dia akan berangkat sendiri bersama Tari tidak ikut rombongan tim.
Dia masih tak tega meninggalkan Wita sebenarnya tapi karena ini pertandingan penting jadi dia harus mengusahakan. Wati khawatir dengan keadaan gadis yang terbaring itu, rasanya semakin hari Wita semakin lemas dan tak berdaya kadang untuk berbicara pun dia agak sulit.
“Wita, cepat sembuh ya kita main lagi nanti.” Wati mengelus elus tangan gadis itu.
Wati duduk di kasur, tepat di samping Wita yang terbaring lemas. Sementara Lisa dan juga Tari duduk di kursi yang ada di samping kasur.
“Iya Wita, nanti kita nonton film bareng,” ucap Lisa.
“Makasih teman teman, udah mau temenin aku,” ucap Wita sedikit tersenggal.
“Iya Wita, tapi kamu harus cepat sembuh,” ucap Wati yang terus mengelus wajah gadis itu.
Karena pertandingan akan segera di mulai, Wati memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit bersama Tari.
“Wit, aku pamit dulu ya.” Wati kemudian berdiri dan mencium kening sahabatnya itu.
“Semoga menang ya Wati,” ucap Wita.
“Kamu juga cepat sembuh ya,” balas Wati dengan tersenyum.
“Mudah mudahan,” ucapnya dengan tersenyum.
Setelah itu Tari menghampiri Wita, Tari mencium kening sahabatnya sama seperti yang di lakukan oleh Wati sebelumnya.
“Wit, cepet sembuh ya,” ucap Tari dengan tersenyum.
“Iya, Tari.”
“Nanti setelah pertandingan aku kesini lagi bersama Wati, nanti malam aku, Wati sama Lisa nginep di sini lagi kok,” ucap Tari.
“Iya, Tari.”
Setelah itu Wati dan Tari menghampiri Lisa yang duduk di kursi.
“Temenin Wita ya, Lis.”
Lisa tersenyum. “Ya kali gue ninggalin, Wita.”
“Yaudah kita pergi dulu ya,” pamit Wati.
“Semoga menang Wati.” Lisa menyemangatinya.
“Mudah mudahan aja ya,” ucap Wati dengan tersenyum.
Sebelum keluar dari kamar rumah sakit, terlebih dahulu mereka berpamitan kepada orang tua Wita yang juga ada di dalam kamar rumah sakit.
