SEPAKAT

3 1 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.

⚽⚽⚽⚽⚽⚽⚽⚽⚽

Beberapa saat berlalu, Wati kini sudah berada di jalan raya, memang keadaan jalan lumayan sepi karena memang sekarang sudah jam setengah 11. Keputusan yang gak masuk akal ini harus di lakukan Wati, agar dia tidak terus merepotkan orang lain, dia ingin hidup sendiri, dia telah membuat malu sepupu dan bibinya.

Wati juga gak mau melihat bibi dan sepupunya jadi jahat seperti di film film, padahal belum tentu di film sama dengan kenyataannya. Tapi dalam pikirannya, dia tidak ingin bibi dan sepupunya yang dulu baik berubah menjadi jahat, tapi ya itu sebenarnya cuma mitos. Gak mungkin juga Rida dan Erin berbuat sejahat itu.

Mungkin Wati yang merasa sangat hancur sehingga dia tidak bisa berpikir jernih dan membuat keputusan seceroboh ini. Walau sebetulnya dia berat meninggalkan Tari dan juga Lisa, sahabat yang selalu ada untuknya.

Karena sudah berjalan cukup jauh membuatnya begitu kecapekan, Wati pun memutuskan untuk pergi ke warung yang ada di dekatnya. Di sana ada satu truk juga yang terparkir, warung itu lumayan ramai walau tak seramai itu, tapi sudah jelas di warung cuma di isi oleh laki laki.

Ketika Wati berjalan ke dalam warung itu, semua laki laki yang ada di warung itu pandangannya tertuju ke arahnya. Dia juga mendengar kalimat kalimat tak enak yang muncul dari mulut mereka.

“Masa ini penjaga warung baru?”

“Iya mungkin mana cantik lagi, kelihatan masih muda,” ucap salah satu pria.

“Makin semangat lah kita,” ucap salah satu pria lagi.

Wati berjalan perlahan ke pemilik warung, dia membiarkan ucapan ucapan penuh nafsu itu. Wati juga menyadari pikiran laki laki itu seperti apa, yang paling dia harus lakukan adalah menghilangkan lapar dan hausnya.

“Bu?”

Wanita pemilik warung itu tersenyum. “Iya, Neng?”

Di sana ada tiga wanita yang menjaga warung, dua orang lain adalah karyawan pemilik warung. Sedangkan yang pemilik warung adalah yang berbicara dengan Wati.

“Mau beli teh hangat sama roti,” ucap Wati.

“Iya Neng, duduk dulu nanti Ibu bikinin,” ucap wanita itu.

Dia mengambil dua roti yang ada di depannya. Kemudian dia duduk di salah satu kursi yang kosong, tatapannya sangat kosong dia tidak memiliki arah tujuan lagi saat ini. Wati membuka bungkus roti itu, kemudian dia memakannya perlahan lahan, dia melamun dengan isi pikiran yang begitu berantakan, sehingga lamunannya itu mampu di sadarkan dengan wanita yang menaruh minuman di mejanya.

“Ini Mbak minumnya,” ucap wanita muda itu.

“Makasih, Mbak,” ucap Wati dengan tersenyum.

“Iya.” Kemudian wanita itu pergi meninggalkan Wati.

WatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang