BAB 24

5K 173 2
                                    

Vira ikut bersama Javas ke parkiran menuju mobilnya.

"Jadi yang tadi itu kembaran kamu?" Tanya Vira.

"Iya, kita beda beberapa jam doang, dia duluan keluar" Jawab Javas sembari membuka pintu mobilnya dan mengambil keranjang yang berisikan buah-buahan yang ia beli.

"Maaf banget, aku baru tau" Vira memikirkan sikapnya kepada Jevan sebelumnya.

"Gakpapa santai aja" Javas.

"Susah banget bedain kalian" Vira.

"Haha, mudah aja, tanda lahir Jevan di leher"

"Tanda lahir?"

"Iya, tanda lahir ku di dada bentuk bintang, sementara bang Jevan di leher bentuk bulan" Perjelas Javas.

"Ohh begitu" Vira mengangguk.

"Kamu mau ikut kesana?"

"Hm boleh"

Kini mereka berdua berada di lift. Hanya berdua. Kesunyian menyeliputi mereka di dalam lift.

"Rafika itu pacarnya Javas ya?" Tanya Vira.

"Iya, kamu tau dari mana namanya?" Javas menatap Vira yang berdiri di sampingnya.

"Tadi pas dia nanya ke aku kamar pasien yang bernama Rafika dimana" Jawabnya.

"Ohh gitu, iya itu pacarnya bang Jevan"

"Bang Jevan udah ada pacar, kamu udah juga?" Vira juga menatapnya.

"Aduh ngomong apa sih Vira?! malu banget tau malu...!!" Batin Vira.

"Kenapa emang?" Javas mengangkat sudut bibir kanannya.

"Ha apa? aku ngomong apa? gak ada" Vira mengalihkan pandangannya.

"Kamu udah juga?" Javas mengulang ucapan Vira tadi.

"Udah apa? Oh udah makan"

"Apa sih gajelas, Vira" Batin Vira.

"Memangnya kenapa kalo aku udah ada pacar?" Javas mengangkat dagu Vira, mengarahkan wajahnya menatap dirinya.

"Apa coba" Vira mundur satu langkah. "yaa gakpapa"

Javas terkekeh.

Pintu lift pun terbuka, mereka melanjutkan berjalan menuju kamar rawat Rafika.

"Sebenarnya ada cewek yang ku suka" ucap Javas.

Vira diam sejenak. Ia ingin bertanya siapa wanita itu, namun mulutnya terasa seperti di lem.

"Dimana tadi kamar nya?" Tanya Javas.

"Itu di depan, nomor 52" tunjuk Vira.

"Ohh oke"

Mereka pun berjalan masuk kedalam kamar rawat itu, sebelumnya Javas mengetuk pintu terlebih dahulu.

Javas menaruh keranjang buah itu di atas meja.

"Thanks ya" Jevan.

"Yo"

Tak lama, mata Rafika perlahan terbuka. Ia bangun dari tidurnya.

"Sudah bangun sayang?" Jevan mengusap lembut kepala Fika.

Fika yang masih lemas mengangguk perlahan.

"Kamu jangan banyak gerak ya, istirahat aja dulu kalau masih lemas" Jevan.

Wajah Fika masih tampak pucat. Fika menderita penyakit asma, penyakit itu ia derita sejak duduk di bangku sekolah menengah.

Pintu terbuka, seorang dokter dan perawat masuk.

Merried with DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang