PRIA ARAB MAJIKANKU S2E66
IBRAHIM P.O.V
Setelah kenyang makn angin selama kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya Abuya mengajakku untuk membeli street foods, aku memutuskan untuk membeli satu kebab donner dengan segelas milkshake, Abuya adalah orang yang tidak mau ribet, jadi dengan tanpa basa basi dia memesan hal yang sama denganku, kami kembali duduk dikursi tempat kami saling melamun tadi lalu memakan jajanan yang kami beli, seperti anak kecil, setiap sesuatu yang berwarna hijau yang terdapat pada makanannya ia cabut dan buang ke tanah, lucu sekali memang melihat orang seusia Abuya meminum milkshake besar dari sebuah cup plastik, bibirnya manyun menhisap sedotan, aku memakan makananku sambil sesekali tersenyum geli.
“Kenapa sayurnya dibuang Abuya, itu baik untuk anda Abuya?.” Tanyaku, ia malah asyik memakan kebab nya tanpa memperdulikan pertanyaanku, kakinya bergerak gerak seperti tengah benar benar enjoy.
“Tidak enak, harusnya ini full daging aja isinya Brahim, daging, dan rempah rempah, tidak usah ditambah sayur sayur, mengganggu rasa saja.”
“Kata siapa? sayur ini malah menambah rasa Abuya, dan jadi lebih sehat.”
“Yasudah, ini sayurnya semua untuk kamu saja.” Ujarnya sambil mencabut setiap potongan sayur dan menyuapinya kedalam mulutku, tentu saja aku tidak menolak, aku suka sayur soalnya.
Setelah kenyang, Aku langsung mengajak Abuya untuk segera pulang, karena sudah hampir memasuki waktu malam hari, sebenarnya ia masih ingin bersantai disini, tapi aku memaksanya, angin malam yang besar dipantai dan hanya dengan menggunakan satu pasang pakaian, tidak ada baju dalam, tidak ada jaket, ahh benar benar burk untuk tubuh, makanya aku menarik tanganya untuk berdiri lalu memesan taxi online untuk kami pulang.
_______
Sampai dirumahlah kami,rumah yang begitu besar dan sepi, terang benderang lampu lampu besar menyala, sayang sungguh sayang, didalamnya begitu kosong dan hampa, mungkin itulah sebabnya Abuya dan anak anaknya sangat amat betah untuk bekerja dan bisa dibilang sebagai workaholic, lagipula untuk apa diam dirumah?, jenuh dan tidak ada hal yang bisa mengalihkan kepala mereka dari rasa kesepian, jika di kantor aku yakin isi kepala mereka teralihkan oleh tugas dan pekerjaan yang begitu banyak.
Aku mengantarkan Abuya kedalam kamarnya, tidak terlihat wanita licik itu, entah kemana tapi kamar Maryam tertutup, sepertinya ia sudah berada didalam kamar, aku mengambil makanan yang telah disiapkan oleh Amihan dan Nala, untuk makan Abuya sebelum meminum obat, mengambil setiap menu dengan porsi yang sedikit agar Abuya bisa menghabiskanya, karena selain Abuya yang susah sekali makan, ia juga tadi sudah makan kebab, dan akan mudah sekali untuk merasa kenyang.
“Makan lagi?.” Ujar Abuya saat melihatku membawa nampan kedalam kamarnya.
“Memangnya kapan anda makan?, kenapa bisa bilang lagi?.”
“Tadi kita makan donner Brahim.”
“Itu bukan makan Abuya, itu hanyalah sebuah snack, maka dari itu anda harus makan ini ya, agar lebih manjur saat minum obatnya.” Wajahnya terlihat sangat malas, tapi aku tidak perduli, aku duduk disamping kasur dekat dia yang duduk dikursi, jendela kamarnya terbuka, aku berdiri lalu menutupnya kemudian mulai menyuapinya makan, hanya beberapa suap hingga ia berkata bahwa ia sudah merasa kenyang, baiklah, aku tidak akan memaksanya untuk menghabiskan seluruh isi piring, menunggu hingga beberapa menit hingga asupan yang ia makan turun, barulah aku mulai memberikanya obat, setelah itu aku pamit untuk kembali melakukan pekerjaanku, menyetrika pakaiannya dan Asad lalu kembali masuk kedalam kamarku untuk beristirahat.
________
Fuck, jam berapa ini? sepertinya aku kesiangan, aku membuka mataku, menatap ke arah jam dinding, benar saja pukul delapan pagi, meskipun masih pagi dan aku yakin Abuya dan pengisi rumah lainya masih tertidur, tapi pekerjaanku harus dimulai lebih awal, aku buru buru membersihkan wajahku lalu keluar rai kamar untuk memulai pekerjaanku.
Aku menyuruh Amihan atau Nala untuk memberikan Abuya sarapan paginya, lengkap dengan obat yang harus ia minum, jemuran yang kemarin kering masih banyak yang harus aku setrika, mesin cuci masih berputar, begitu juga dengan pengeringnya, ahhh, memang pekerjaanku terdengar sepele, hanya mencuci dan menyetrika saja, tapi ini begitu banyak, dan jangan bayangkan pakaian orang Arab sama seperti dengan pakaian orang Indonesia, pakaian mereka disini begitu besar besar dan panjang, membutuhkan lebih lama untuk sekedar menyetrika bahkan melipatnya saja agak sulit.
Pukul sebelas siang aku baru selesai mengerjakan tugasku, hanya tinggal membawa pakaian basah ini keluar kemudian menjemurnya, saat aku berada dihalaman belakang, aku melihat Ali berjalan sambil membawa sebuah kotak ke arah pintu depan, apaka itu paket yang Abuya beli untukku? sebuah senyum tidak terasa tersimpu dibibirku, aku mempercepat tugasku menjemur pakaian, tidak sabar untuk segera bertemu dengan Abuya yang akan memberikanku hadiah itu, aku berjalan cepat sambil membawa ember kosong ditanganku, tapi apa yang aku lihat benar benar tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan, aku berharap di ruang tengah ada Abuya yang tengah duduk dan tersenyum manis ke arahku dengan sebuah kotak ditangannya, namun yang kulihat adalah, Abuya yang tengah duduk diruang tengah, tanganya terulur kedepan, wajahnya tersenyum, tapi bukan ke arahku, melainkan ke arah wanita yang tengah berdiri dihadapanya, wanita itu menerima kotak yang berada ditangan Abuya, wajahnya begitu sumringah, dadaku bergemuruh panas rasanya, kesal na malu karena sudah berharap yang begitu tinggi.
Namiah membuka kotak yang diberikan kepadanya, ia tanpa basa basi langsung membukanya, sebuah kalung , begitu berkilau bahkan dari jarak jauh dimana aku berada, ia tertawa senang, membalikan badanya lalu turun dan berjongkok, meminta Abuya memasangknya, dan Abuya juga membantu wanita itu memasangkan kalungnya, shit shit shit , tanganku mengepal kuat pada setiap sisi ember yang aku pegang, lepas dari tanganku karena licin dan kuatnya peganganku, menghasilkan suara yang begitu nyaring ketika ember bersentuhan dengan lantai, aku sadar dan dengan cepat mengambil ember itu, Abuya dan Namihan menatapku kaget, aku menatap mata Abuya, ia terlihat begitu kaget, matannya seperti takut dan seperti tidak menyangka bahwa aku memergokinya, memergokinnya yang sedang memasangkan kalung Namiah, memberikan kembali luka baru ylagi, padahal luka yang diberikan oleh kedua anaknya saja masih belum kering dengan sempurna, padahal, aku sudah sangat mengantungkan harapanku kepada dirinya.
“BRAHIM!!!!.” Panggil Abuya, aku menghiraukanya dan berjalan dengan cepat menuju ke arah ruang cuci, menutup dan mengunci pintu itu dengan cepat, beberapa saat kemudian aku mendengar suara crutchess, Abuya sedang berjalan ke arahku, terdengarlah sebuah ketukan dipintu, ia beberapa kali mengetuk pintu sambil memanggil namaku.
“Brahim!! buka pintunya.”
“Brahim, tolong buka pintunya, saya ingin menjelaskan sesuatu.”
“Brahim, saya mohon, dengarkan penjelasan saya Brahim, jangan seperti ini!!!.” Begitu ucapnya selama beberapa kali sambil tidak berhenti mengetuk pintu, penjelasan? apa yang mau dijelaskan lagi? ia kira apa yang aku lihat ini kurang jelas?? sudah muak aku untuk mendengar sebuah penjelasa, sudah muak aku untuk mendengar sebuah kata maaf yang sudah tidak bermakna lagi.
“Ada apa Abuya?.” Ucapku pelan.
“Buka pintunya terlebih dulu Brahim, kita bicara langsung.”
“Tidak bisa Abuya, saya sedang banyak pekerjaan, saya tidak bisa diganggu dulu, maaf.”
“Jangan seperti ini Brahim, saya mohon, buka dulu pintunya, biarkan saya menjelaskan secara langsung kepadamu.” Begitu terus mohonnya kepadaku, ahh aku sudah sangat malas dan bosan untuk mendengar perkataan setiap pria yang ada dirumah ini, dari ayah hingga anaknya, semua memang sangat amat manis dimulut tapi dalam perlakkuan mereka sangat menyakiti, apakah aku pulang saja ya?
*************
Bebepppp!!!! Update woyyy!!!
Aku yakin kalian pasti gemes sama chapter ini hahahha, bodo amat dahh biar kalian ngambek 😔😔😔😔Anyways semoga suka yaaaa!!!
SELAMAT MEMBACA!!!
ILYSM GUYS!!!
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIA ARAB MAJIKANKU (SEASON 2)
RomanceMelanjutkan perjalanan Ibrahim setelah mengambil cuti liburan selama satu bulan untuk pulang kampung dari Saudi, hubunganya dengan Daud, sang kakak, Abuya sang majikan, juga pria pria baru yang sebentar lagi akan hadir menjadi pengisi kehidupan Ibra...