PRIA ARAB MAJIKANKU S2E51
IBRAHIM P.O.V
Masih seperti biasa, aku sedang berada dikamar Abuya, duduk diatas kasur, Abuya berada didalam kamar mandi, sedang buang air besar, aku menunggunya hingga ia selesai dan memanggilku, jendela kamarnya ku buka, cahaya matahari pagi masuk, semilir angin juga mengganti udara pengap dikamar Abuya, AC ku matikan lalu membereskan kamar Abuya sebentar.
“Brahim!.” Panggil Abuya, aku menghentikan aktifitasku lalu berjalan masuk kedalam kamar mandi, membantu Abuya memakai celananya yang benar lalu membantunya berjalan dan duduk dikursi dekat jendela, badan Abuya sebenarnya tadi sudah aku waslap, tidak mandi pagi ini, tapi kemudian Abuya merasakan perutnya sakit, padahal badanya sudah bersih dan wangi, aku kembali menyemprotkan parfum dipakaianya, agar bajunya tidak berbau kamper toilet.
“Asad sudah berangkat?.” Tanya Abuya, aku menyimpan parfumnya.
“Dari tadi Abuya, entah kenapa, tapi akhir akhir ini tuan Asad terlihat begitu bersemangat untuk pergi ke kantor, dan juga, ia seperti sedang berbahagia.”
“Mungkin karena sudah lama tidak bertemu demgan rekan rekanya, makanya dia begitu excited.” Aku menaikan kedua bahuku kemudian mengambil mangkuk berisi sarapan dan memulai untuk menyuapi Abuya.
“Tidak ada ayamnya?.” Tanya Abuya setelah memakan suapan pertamanya, hmm, aku lupa, harusnya tadi pagi aku ikut dengan Asad dan pak Damar untuk mampir ke pasar dan membeli stock ayam, tapi malah kelupaan, akhirnya sarapan Abuya pagi ini tidak memakai ayam.
“Habis Abuya, saya lupa belum beli lagi, mungkin nanti siang saja, atau sore, panas sekali diluar.” Abuya mengangguk mengerti, suapan demi suapan ia makan dengan lahap, nafsu makanya tidak hilang, baguslah biar cepat sembuh, selain nafsu makan, nafsu birahinya juga tidak menurun, setiap hari ketika aku urusi, tanganya tidak pernah diam, menggrepe dadaku, meremas pantatku, kadang menarik badanku untuk sekedar menciumi wajahku, aku sangat amat yakin jika kakinya tidak sakit dan Abuya setiap hari dirumah, aku sudah pasti akan menjadi makanan sehari hari baginya, akan tiap hari aku diterkam olehnya.
•
•
•
•
•
Suara mobil terdengar dari luar, aku keluar dari kamar Abuya, melangkah menuju pintu depan, terlihat dua mobil beriringan depan belakang, didepan mobil Emir, berhenti tepat didepan tangga menuju rumah, mereka keluar dari mobil, bersamaan berjalan menuju ke dalam rumah.
“Ahh, tuan Emir, nyonya Salma, silahkan masuk.” Ucapku menyambut mereka berdua, dibelakangnya ibu dan ayah Salma, besan dari Abuya, mereka ikut menyusul masuk.
“Silahkan duduk, biar saya panggilkan Abuya.” Ujarku, mereka menolak.
“Tidak apa, dimana tuan Hussein? Biar kami yang datang kepadanya, tidak enak menyuruh orang yang sedang sakit untuk menyambut kami.” Ujar Ayah Salma, aku mengangguk kemudian mengajak mereka untuk bertemu dengan Abuya dikamarnya.
“Tuan Yusuf!.” Ujar Abuya sambil tersenyum menyambut mereka.
“Tuhan memberkati anda tuan Hussein, bagaimana kabar anda?.”
“Ahh, terimakasih tuan, beginilah, tertanam didalam kamar setiap hari, masih belum bisa beraktifitas normal.”
“Tidak apa tuan Hussein, lebih baik istirahat dulu, tidak ada yang terlalu penting di dunia ini selain kesehatan, apalagi untuk manusia sumuran kita.” Ujar tuan Yusuf sambil terkekeh, Abuya tertawa mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut tuan Yusuf, aku meninggalkan mereka untuk pergi ke dapur dan membuatkan mereka minum.
“Membuat apa?.” Badanku melonjak kaget, suara Emir, ughh, lagi dan lagi, seperti sudah menjadi kebiasaan sepertinya bagi keluarga Abuya untuk mengagetkanku, tiba tiba berbicara tapa tahu kapan mereka ada dibelakangku.
“Minum untuk kalian.” Jawabku, Emir berjalan dan berdiri disampingku.
“Jangan pakai ice Brahim, sudah dingin lemari es saja.” Ujar Emir meminta padaku, aku mengangguk menurutinya, kurasakan kemudian tanganya melingkar di perutku, penisnya ia gesekan dibelahan pantatku, aku kaget dan reflek melepaskan diri dari pelukanya.
“Jangan seperti ini tuan, ada Amihan dan Nala dibelakang, terlebih ada istri dan keluarga anda!.” Ketusku, wajah Emir malah tersenyum dan tertawa pelan.
“Kamu sudah tidak ada rasa untukku Brahim?.” Tanya Emir, aku diam sambil menatap matanya.
“Dari awal juga saya memang tidak memakai perasaan tuan, saya hanya membantu anda, seharusnya anda sudah tahu tentang itu sejak awal.” Jawabku, Emir mengusap wajahnya pelan.
“Shit, saya tahu Brahim, tapi entah mengapa sangat sulit melepaskan bayang bayangmu dari fikiran saya.”
“Jangan seperti itu tuan, anda sudah menikah.”
“Kau benar Brahim, aku sudah mulai harus lebih dewasa mengenai hal-hal seperti ini.” Jawab Emir, aku mengangguk kemudian membawa minuman yang telah selesai aku buat, meninggalkan Emir yang kini diam dan termenung didapur.
•
•
•
•
“Terimakasih banyak, segar sekali.” Ucap tuan Yusuf, begitu pun istrinya, setelah mereka meminum apa yang disuguhkan kepada mereka, aku membawa kursi dari kamar Emir dan mempersilahkan tuan Yusuf, istrinya serta Salma untuk duduk, lalu kembali meninggalkan merek untuk berbincang dan kembali ke halaman belakang.
“Hei!.” Kaget lah aku bukan main, kembali suara sialan mengagetkanku, lagi dan lagi, Emir, ia sedang bersandar pada tembok halaman belakang, terselip diantara jarinya, sebatang rokok, angin berhembus menggoyangka rambut ikal Emir, aku mendelik ke arahnya, ia membuang kuntung rokoknya lalu berjalan ke arahku yang sedang mengambil jemuran kering, aku melihat area sekitar, takut akan seseorang memergoki kami.
Emir kembali memeluk tubuhku, barulah kali ini aku membiarkanya, kepalaku aku sandarkan didadany, ia mencium leherku lembut, ku usap tanganya yang melingkar diperutku.
“Skarang saja ya?.” Pintaya, sambil kemudian ia menciumi lagi leherku, bibirnya meniup telingaku, mencoba membuatku terangsang, dan itu berhasil, aku kembali luluh tangan Emir, melepaskan pelukanya, aku membawa keranjang pakaian dan berjalan masuk kepintu belakang, Emir terlihat kecewa, aku membalikan badanku menghadapnya, tersenyum ke arahnya kemudian memanggil namanya.
Sebuah senyuman kemudian terbentuk diwajah Emir, aku mengedipkan sebelah mataku kemudian menggoyangkan pantatku sedikit, bergerak seolah olah mengajaknya untuk mengikutiku, Emir tertawa kemudian berlari mengejarku, aku langsung saja berlari sambil tertawa, masuk kedalam kamarku lalu hendak menutup pintu, tangan Emir menahan pintuku, kami tertawa terbahak bahak.
“Sialan kamu!, Buka pintunya!.” Ucap Emir sambil masih tertawa.
“Tidak mau hahahaha!!.”
“Berani beraninya menggoda saya lalu kabur begitu saja!.” Tanganya mendorong pintuku, ia kemudian meludahi tanganku, aku kaget dan menarik tanganku dari pintu, barulah Emir berhasil melawan tenagaku, ia masuk kemudian menutup pintu dengan cepat, mengunci pintu kemudian tersenyum nakal kearahku, tanganya ia bunyikan, ia meregangkan lehernya sambil berjalan pelah ke arahku, seolah olah ia akan menerkamku, aku berlari dan melompat ke atas kasur, Emir juga mengikutiku, menindih badanku lalu memelukku erat, ia menciumi wajahku hingga basah ole ludahnya, aku masih tertawa kegelian.
“Buas sekali!.” Ucapku, Emir tertawa kemudian menatapku lembut.
“Puaskan saya Brahim.” Ucapnya, aku mengangguk kemudian mencium bibir Emir lembut, siang ini, akan menjadi siang yang panas bagiku dan Emir.
****************
Guysss pendek pendek aajaaa yaaa huhuhu, gila kekuras banget gw, nulis malem ketiduran, siang gawe, pagi belum bangunn huhuhuhu maapkeun atuh yaa guysss.
Anyways, semoga kalian suka chapter ini yaaaa saayangkuuu.
SELAMAT MEMBACA GUYS!!!! ♥️♥️♥️♥️♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIA ARAB MAJIKANKU (SEASON 2)
RomansaMelanjutkan perjalanan Ibrahim setelah mengambil cuti liburan selama satu bulan untuk pulang kampung dari Saudi, hubunganya dengan Daud, sang kakak, Abuya sang majikan, juga pria pria baru yang sebentar lagi akan hadir menjadi pengisi kehidupan Ibra...