35 - Sengketa

115 15 4
                                    

Warning: Semua tindakan atau ucapan kasar disini tidak untuk ditiru. Mohon bijak dalam membaca!

*

Napas yang berat.

Meski begitu ia tetap berjalan walau kakinya sangat ingin berbalik pergi sekarang. Jantungnya terasa berdetak kencang. Raksa sendiri berusaha menahan apa yang saat ini menggelora dalam dirinya.

Amarah.

Pria yang sudah mencampakkan ia dan mama sejak dirinya masih kecil ternyata adalah pria yang sangat sangat sangat tidak tau diri. Mata Raksa menatap lurus kedepan, dimana ada dua orang tadi yang sedang membimbing jalan. Ditambah beberapa orang dibelakang dan sampingnya.

Bangsat!

Raksa mengutuk ketidakpekaannya. Ia yakin sejuta persen kalau orang-orang ini mengawasinya. Hanya saja ia tidak sadar sejak kapan dan tidak tau itu.

Apa mungkin sejak bajingan itu menemuinya?

Persetan!

Gigi Raksa bergelatuk. Pria itu seenaknya saja. Dia pikir dia siapa sampai berani mengawasinya seperti ini? Apakah dia lupa hal itu? Raksa sama sekali tidak bisa santai sejak ia menerima ponsel itu.

"Ikut dengan mereka sekarang. Saya mau bertemu denganmu!"

Nada perintah yang seolah tidak boleh dibantah itu sangat menjijikkan dipendengarannya. Tentu Raksa tidak akan sudi menurutinya. Ia pasti sudah sampai di rumah sekarang jika tadi dia bisa melawan orang-orang ini. Sayangnya kondisinya tidak memungkinkan. Ditambah mereka banyak dan sangat bekerja sama.

Raksa bahkan tidak bisa banyak bergerak saat ditarik masuk ke mobil tadi. Tubuhnya sakit abis kena gebuk si Joni.

Gila! gila! gila!

Hari ini banyak sekali kata makian bersarang di kepalanya.

"Silahkan masuk tuan muda! Tuan besar sudah menunggu anda di dalam!"

Raksa menghembuskan napas kasar. Ia kesal dipanggil 'tuan muda' seperti itu. Dirinya bukan bagian dari bos mereka kalau mereka mau tau. Ia bukan siapa-siapanya orang dengan nama belakang Veska itu.

"Jangan panggil saya tuan muda!" Ucap Raksa dingin dan langsung melengos begitu saja. Ia malas basa-basi dengan mereka.

Raksa melirik sekelilingnya. Ini bukan rumah mewah milik keluarga Veska, melainkan restauran yang dilihat dari luar aja langsung tau kalau ini tempatnya para bourjuis.

"Mari. Saya antarkan anda." Ucapan bernada sopan dan ramah dari seorang pelayan wanita disini menusuk pendengaran Raksa. Padahal ia sama sekali belum memberitau tujuannya kesini, tapi pelayan itu sudah tau.

Terserah. Raksa sudah tidak sabar untuk hengkang dari tempat ini. Entah apa tujuan pria itu menyuruhnya kesini.

"Silahkan, disini tempatnya!" Ucap pelayan tadi. Raksa menggangguk dan pelayan itupun pergi. Raksa sendiri masih berdiam diri di depan pintu sebuah ruangan. Sepertinya ini privat room. Ia tidak bisa mendengar suara apapun dari luar. Entah memang tidak ada suara atau ruangannya kedap suara.

ERAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang