Warning: Semua tindakan atau ucapan kasar disini tidak untuk ditiru. Mohon bijak dalam membaca!
*
Nara tidak berhenti menyumpah serapahi dua teman kurang ajarnya itu. Mereka dengan tidak tau diri pergi meninggalkannya di area balap.
Sebenarnya ia sama sekali tidak masalah jika saja si bajingan Hugo tidak muncul dengan senyum soknya itu. Cowok itu dengan angkuh duduk di atas motor sambil menatap rendah ke arahnya.
Sialan nih orang, umpat Nara dalam hati.
"Gue dengar lo main sama cupu sekarang," Hugo terkekeh. "Hancur selera lo sekarang?!" Ledeknya.
Nara mati-matian menahan diri agar tidak menerjang si sampah ini. Ia tetap membuat raut wajah tenang dan santai. Lagian tangannya terlalu berharga untuk memukul sampah.
"Lo kepoin gue ya? Naksir nih?!"
Hugo langsung saja tertawa terbahak-bahak. Sedikit mengundang perhatian beberapa orang yang menikmati dunia malam.
"Gue suka sama lo?" Lagi, cowok itu tertawa. Mata Hugo menelisik Nara dari atas sampai bawah. "Lo emang cantik sih, tapi sayangnya gue ngak sudi suka sama adiknya sibangsat!"
Kini giliran Nara yang tertawa. Tawanya itu semakin mengundang banyak perhatian. Namun, apa pedulinya? Nara hanya terus tertawa.
"Iyasih, lo ngak salah." Nara mengangguk di sela tawanya. Setelah mereda, kini cewek itu menatap Hugo dengan wajah sok herannya. "Tapi dibanding dia, bukannya lo lebih bangsat, ya?!"
"Selain bangsat, lo juga lebih sampah, pengecut, ngak tau diri, menjijikkan, tolot, bodoh, dan..." Nara berkerut bingung, seolah-olah ia sedang berpikir, "...dan banyak lagi deh!"
Hugo mengepalkan tangannya geram. Ia selalu membenci dua bersaudara ini. Mereka selalu saja mampu membuat ia kepanasan.
"Ck, ck, ck!" Nara menatap Hugo seolah ia prihatin. "Menyedihkan."
Nara duduk di atas motornya. Sekali lagi ia menatap Hugo dengan tatapan itu. Jujur, di dalam hatinya ia bersorak bahagia bukan main.
"Gue cabut dulu, deh. Bye orang menyedihkan!" Ucap Nara kemudian mengenakan helm dan pergi tepat di depan Hugo.
Hugo semakin mengepalkan tangannya sampai urat-uratnya menonjol. Marah. Ia dengan cepat memasang helm, menggas motor memgejar laju Nara.
Mati lo, batin Hugo dengan perasaannya yang sangat panas. Ia seolah sudah gelap mata. Tidak dipikirkannya lagi konsekuensi dari perbuatannya ini, karena saat ini yang ia inginkan hanyalah membunuh Nara.
Rintik hujan perlahan jatuh.
Jatuh dan terus jatuh.
Hingga kini bumi dibasahi tangisan sang awan.
Namun, dinginnya air sama sekali tidak meredakan amarah Hugo.
Nara yang sadar kalau dia diikuti hanya berdecih sebal. Ia memaki Hugo karena terus mengusiknya. Suasana hatinya sudah sangat buruk karena dia dan sekarang si bajingan itu masih mau cari perkara?
Uwo... Damn it!
Hujan semakin deras. Jalanan sudah siap menelan korban akibat licin. Namun, dua manusia ini seolah bodoh perihal itu. Mereka terus melaju, mengadu kecepatan dibawah tangisan sang awan dan diatas licinnya jalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERAKSA
Fiksi Remaja"Mulai sekarang lo mainan gue!" Ucapan itu adalah perintah. Unsur paksaan jelas tersirat didalamnya. Raksa tidak pernah menduga kalau hal konyol seperti itu terjadi padanya. Ketika sang ratu sekolah menghampirinya dan mengucapkan deklarasi gila itu...