Warning: Semua tindakan atau ucapan kasar disini tidak untuk ditiru. Mohon bijak dalam membaca!
*
Lagi, hujan turun membasahi bumi.
Bulan-bulan seperti ini memang selalu rentan dengan hujan. Namun, Raksa tidak mempermasalahkannya. Hujan tidak salah. Mereka adalah rahmat.
Namun, satu hal yang membuat malam ini terasa berat bagi Raksa. Malam ini yang membuat Raksa berharap hujan reda secepat mungkin, walau hanya sesaat.
Arya Bima Veska.
Kehadiran laki-laki berumur kisaran dua puluh itu membuat Raksa merasa berat. Memori masa kecil antara ia dan laki-laki itu memaksa Raksa menahan kekehan sinis agar tidak terbit di wajahnya.
Alasan laki-laki itu disini simple.
Numpang teduh.
"Lo keberatan?" Suara bariton khas milik Arya terdengar mengisi kekosongan di antara mereka.
Raksa, tanpa tampilan cupunya itu menatap dingin, tajam, benci. Tatapan yang selalu ia tujukan untuk sosok Arya. Sosok manusia paling ia benci, bahkan mungkin kebenciannya lebih besar daripada rasa benci Raksa terhadap Brian, ayah brengseknya.
"Harusnya lo udah tau!" Ucap Raksa dingin.
Arya tak kalah dari Raksa. Ia membenci Raksa. Sangat! Garis wajah, sedikit sifat, bentuk fisik!
Karna semua itu mirip dengannya.
"Lo harusnya ngak pernah hadir di keluarga gue!" Ucap Arya tajam.
Ucapan itu tidak berarti apa-apa baginya. Bahkan, Raksa juga menyesali tentang kehadirannya. Ia juga memang menyetujui ucapan seperti itu. Namun, kenapa...
Sesak.
Arya Bima Veska. Anak pertama keluarga Veska.
Sekaligus orang pertama yang bermain dengannya.
Dan orang pertama yang menghancurkan Raksa dengan teramat kejam.
"Gue juga berharap begitu." Raksa tegas dalam ucapannya. "Harusnya gue ngak pernah ada diantara kalian! Gue ngak pernah minta, kalau lo mau tau!"
Arya diam. Ekspresinya tidak berubah, sedikitpun. Tidak tau apa yang ada di kepala laki-laki itu. Tidak mudah untuk menebak isi pikiran si sulung dari keluarga Veska ini.
"Kenapa lo biarin papa nemuin lo?" Tanya Arya.
Spontan, Raksa terkekeh. Kekehan yang dibalut perasaan konyol.
"Lo tau rumah ini darimana? Lo pikir gue tau lo kesini?" Sinis Raksa. "Lo pikir gue bisa tau kalau bokap kesayangan lo itu tau dimana gue tinggal?"
Arya mengangkat sebelah alisnya. Ia terkekeh beberapa saat kemudian. "Jadi lo merasa ngak bersalah?"
Okei, enough!
Raksa muak. Berbicara dengan Arya adalah kesalahan bodoh yang dilakukannya malam ini.
Harusnya ia tidak berurusan lagi dengan laki-laki ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERAKSA
Teen Fiction"Mulai sekarang lo mainan gue!" Ucapan itu adalah perintah. Unsur paksaan jelas tersirat didalamnya. Raksa tidak pernah menduga kalau hal konyol seperti itu terjadi padanya. Ketika sang ratu sekolah menghampirinya dan mengucapkan deklarasi gila itu...