Warning: Semua tindakan dan ucapan kasar disini tidak untuk ditiru. Mohon bijak dalam membaca!
*Raksa menghirup udara sebanyak mungkin. Rasanya lega saat ia sudah turun dari bus. Tatapan penuh penghakiman dari penghuni bus dan segala bentuk nyinyiran mereka membuat kepala Raksa panas.
"Ngapain?" tanya Raksa saat dia melihat Nara juga turun dari bus.
"Liat wajah emosi lo." Senyuman sinis dan puas tergambar di wajah Nara.
Kepala Raksa mau pecah rasanya. Seharian ini terasa sangat berat. Jauh lebih berat daripada berurusan dengan Joni.
Nara bersorak senang dalam hati. Wajah Raksa terlihat datar dan dingin, tapi juga tergambar raut kesal dan amarah.
"Gimana?"
Nara berjalan mendekat ke Raksa. Dua tangannya dimasukkan ke saku jaket hitam yang baru Raksa sadari.
"Frustasi?" Alis Nara terangkat sebelah. Matanya menusuk mata Raksa.
Raksa tidak menjawab. Ia hanya menatap dingin dan tajam. Dirinya harus bisa mengontrol emosi yang selalu datang setiap kali berurusan dengan cewek gila ini.
Nara berdiri tepat di hadapan Raksa. Mata mereka beradu tajam. Nara yang tinggi membuat mereka kelihatan saling melawan, tanpa ada yang terintimidasi.
"Lo tau, ini baru awal. Jadi, tunggu aja," bisik Nara dengan senyum miring.
*
Malam kian larut. Namun, kepadatan kota sama sekali tidak berhenti. Terlebih di salah satu kawasan yang dijadikan tempat balapan para remaja.
Hingar bingar dunia malam menggema di area itu. Deru motor saling bersahut-sahutan, saling menancap gas mengadu kecepatan.
Nara turun dari motor, menghampiri dua sahabatnya yang duduk santai di kursi panjang. Mengamati balapan yang tersaji secara gratis di depan sana.
"Hai Nar!" sapa Vera dengan sebatang marlboro di selipan jari. Cewek itu memasukkan rokok ke dalam mulut dan menghembuskan asapnya ke udara.
Nara duduk di samping Saski. Ia melirik sekilas kearah Vera. "Katanya mau berhenti?"
"Nanti," jawab Vera acuh.
Nara baru saja membuka mulutnya untuk protes, tapi tepukan Saski di pundaknya membuat ia bungkam.
Saski menggeleng. Memberi sinyal bahwa dia tidak perlu melakukan itu.
Nara diam, kemudian ia menghela nafas. Matanya menatap Vera yang masih santai mengisap rokok.
"Jangan keseringan."
Vera hanya mengangguk. Entah serius dia mendengarkan atau hanya sekedar simbolis saja.
Mereka sama-sama diam. Memperhatikan dua orang yang sudah duduk diatas motor, bersiap untuk balapan.
"Gimana sama si cupu?" tanya Saski membuka suara.
Mendengar itu, seketika senyuman miring tercetak di bibir Nara. Ia jadi teringat dengan Raksa sekarang.
"Wuih, senyuman apaan tuh? Kesal kah atau tertarik?" ledek Vera.
Nara terkekeh. "Dibanding tertarik gue lebih ke penasaran."
Nara tidak akan lupa bagaimana Raksa mengunci pergerakannya layaknya seorang profesional. Kecepatan yang dimilikinya juga cukup menakjubkan.
Dirinya percaya kalau Raksa setidaknya punya bekal ilmu bela diri yang mumpuni. Tapi yang membuat Nara heran, cowok itu tidak pernah membela dirinya saat di-bully. Dia malah bertindak seolah-olah dia tidak bisa membela diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERAKSA
Teen Fiction"Mulai sekarang lo mainan gue!" Ucapan itu adalah perintah. Unsur paksaan jelas tersirat didalamnya. Raksa tidak pernah menduga kalau hal konyol seperti itu terjadi padanya. Ketika sang ratu sekolah menghampirinya dan mengucapkan deklarasi gila itu...