5 - Permainan

300 18 1
                                    

Warning: Adegan dan ucapan kasar disini tidak untuk ditiru. Mohon bijak dalam membaca!

*

Pagi yang cerah. Namun, Raksa tau kalau harinya tidak akan secerah itu.

Permainan yang sebenarnya.

Ucapan Nara semalam sudah menjadi spoiler untuk harinya ini. Ia yakin permainan apapun yang dimainkan cewek itu, pasti itu bukanlah hal yang baik untuknya.

Raksa menghembuskan napas lelah. Ia memperbaiki letak kacamatanya. Kakinya terus berjalan menuju kelas dengan tas tercangklong di pundak.

Brumm... Brumm...

Suara deru motor seketika terdengar. Tiga orang masuk ke kawasan sekolah dengan menaiki tiga kuda besi itu.

Perhatian semua orang tertuju ke mereka. Raksa menatap mereka sekilas. Tiga primadona sekolah sudah datang.

Kakinya terus melangkah. Mengabaikan mereka dan orang-orang penasaran yang ingin melihat mereka. Terlalu konyol saat semua orang berbisik heboh tentang mereka.

Mereka mengangumi orang hanya karena penampilan dan fisik yang ada, bukan karena prestasi atau atitute yang baik. Contohnya Nara.

Elnara. Cih! Raksa benci dia.

"Hai, sayang!"

Raksa sontak berbalik dan mendorong orang yang dengan lancang memeluknya dari belakang. Napasnya memburu. Ia mengepalkan tangan saat melihat senyuman tanpa dosa seorang Nara.

"Kenapa, hm? Kaget?" Tangan Nara mengelus pipi Raksa dengan lembut. Wajahnya masih dihiasi senyuman yang mampu memicu amarah dalam dirinya.

"Don't touch me!" Ucap Raksa pelan, tapi sirat akan penekanan dan emosi.

Namun, Nara bukan orang yang akan peduli dengan hal itu. Baginya, kemarahan Raksa adalah tujuannya.

"Kok gitu?" Secepat kilat ekspresi Nara berubah manis.

Orang-orang memperhatikan mereka. Menjadikan mereka pusat perhatian. Mengetahui itu Nara semakin senang.

Nara mengambil langkah mendekat. Membiarkan jarak diantara mereka hilang. Sebelah tangannya lagi ia letakkan di tengkuk Raksa. Tanpa orang lain sadari, tangan itu menekan tengkuknya.

Masih dengan senyuman manisnya, Nara memeluk Raksa. Jari-jemarinya menyapu halus pipi dan terus turun ke rahang.

Raksa marah. Nara semakin kurang ajar. Ia bertingkah kalau tubuh ini adalah miliknya. Ia bertingkah sesukanya.

Brengsek.

"Brengsek!" Umpat Raksa menyuarakan isi hatinya tepat di kuping Nara.

Nara terkekeh. Jempolnya memgusap bibir Raksa dan menekannya.

"Yap, lo benar!" Nara semakin menjadi-jadi. "Itulah alasannya, jangan berani menentang gue!"

Bisik-bisik histeris mulai terdengar. Apa yang mereka lihat cukup menghebohkan. Untuk yang kedua kalinya, dua manusia itu membuat heboh sekolah.

ERAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang