Toxic - 002 : Hubungan yang Tidak Sempurna Pt. 2

157 21 0
                                    

Empat tahun jelas bukan waktu yang sebentar.

Keputusan untuk tinggal bersama sudah mereka buat sejak satu tahun yang lalu, dan selama itu pula Jongho terbiasa, ketika Mingi pulang di waktu yang sudah larut. Sekalipun, jika dikatakan, mereka justru bersama sebelumnya, tetapi perpisahan terjadi begitu saja karena satu-dua hal. Jongho sudah cukup mengerti dari pekerjaan Mingi sebagai komposer musik yang sering kali membutuhkannya untuk pergi ke agensi tempatnya bernaung jika ada yang membutuhkannya. Selagi, ya, Jongho sebagai penulis novel fiksi, menghabiskan sangat banyak waktunya di apartemen di mana mereka tinggal berdua.

Hanya saja, ini bukan case biasanya.

Walau Jongho sudah cukup terbiasa.

Diam mengabaikan, Jongho sibuk duduk di sofa dengan laptop di atas pahanya, dan kacamata bertengger di batang hidungnya. Dengan kaki yang berselonjor, dia tak protes, ketika Mingi melepaskan jaket dan kemudian kausnya, lalu memaksa duduk di ruang tersisa di samping telapak kaki Jongho.

Mungkin sekilas, Jongho melirik tubuh teratasnya tersebut--hanya untuk memastikan hal.

Mingi di sana kemudian menempatkan kedua kaki Jongho di atas pahanya, untuk mendapatkan ruang lebih di duduknya, lalu bersandar. Kepalanya ikut terlempar ke belakang, membuatnya menatap ke atas, pada langit-langit cukup tinggi ruangan.

Lagi, Jongho tidak bertanya apapun.

Dan itu sesuatu yang sebenarnya sudah membuat Mingi terbiasa, tapi tetap tak berhenti membuatnya mempertanyakan. "Gue penasaran, lo ingat gak sih masa-masa dulu? Di mana lo gak berani untuk publish karya-karya lo, sampai ada acara kampus, gue masukin karya lo tanpa sepengetahuan lo, dan hasilnya lo juara 1?"

Jongho tak menjawab, menikmati bagaimana jemarinya bermain di atas keyboardnya.

Hal itu mengundang Mingi terkekeh, mengusap bekas kemerahan di dekat salah satu putingnya. "Harusnya lo makasih sama gue, sih. Kalau gak, lo gak akan bisa dilirik sama penerbit lo sekarang."

"Mau apa sekarang?" tanya Jongho dengan lurus.

Mingi tertawa kecil seraya mengusap wajahnya. Ada sedikit bau alkohol dari dalam mulutnya--sesuai dengan jumlah yang dia konsumsi sebelumnya.

Namun Jongho tampak tak tertarik akan yang dilakukan laki-laki setahun lebih tua darinya tersebut.

Dengan itu Mingi menoleh, tapi tidak mengangkat lehernya dari sandaran. "Hei, sampai kapan gue gak diperhatiin, hm? Mau sampai kapan? Memang lo gak bosan, empat tahun hubungan kita dan berakhir dengan lo sibuk ngewein karakter-karakter gak nyata buatan lo?"

"Ya, besok Sabtu, kosong gak?"

"Gak, gue ada meeting dan kerja sama bareng agensi lain." Mingi menjawab dengan santai. "Gak tahu besok beresnya jam berapa."

Jadi Jongho mengangguk. "Ya, udah. Kapan-kapan."

"Ini serius lo gak mau usaha lebih?"

Barulah, satu pertanyaan itu mampu menarik perhatian Jongho.

Di mana Mingi meyeringai, senang mendapatinya.

"Gue udah usaha, lo yang gak pernah lihat." Jongho meraih ponselnya di meja, membuka sesuatu untuknya diperlihatkan kemudian, dengan melempar sampai ke paha Mingi. Jongho melihat bagaimana Mingi terkekeh ketika mengeceknya. "Gue udah pesanin tiket buat festival musik besok."

"Gini doang?" Mingi menunjukkan layarnya.

Jongho malas menanggapi untuk kembali pada pekerjaannya. Toh, ada tuntutan dari penerbit, untuknya segera menyelesaikan naskah selanjutnya. "Kalau lo sibuk, ya udah, gak perlu berangkat. Gue juga lebih suka diem di sini."

TOXIC (ATEEX BXB)Where stories live. Discover now