Toxic - 035 : Hambar Jiwa

69 14 0
                                    

"Sudah?"

Mingi bertanya, untuk sebuah kejelasan, dari bagaimana Jongho melempar kepalanya sendiri ke belakang, pada bantal yang ditidurinya. Di atas tubuhnnya, Mingi sendiri mencoba mengatur napasnya, sambil mencoba tak menjatuhkan beban terlalu banyak pada Jongho. Walau sesungguhnya, posisinya masih sama seperti belasan menit lalu. Menelan nyaman dan kuat kejantanan Jongho, yang rasanya sudah tak bisa mempertahankan diri untuk menjadi keras lagi setelah dia memerahnya seharian ini.

Sedikit ada perasaan bersalah.

Selagi Jongho mengintip sedikit dari matanya yang terpejam sebelumnya, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Ya, tapi belum. Mungkin kita dinner dulu? Kayaknya udah larut juga." ujarnya, mengambil kesimpulan dari gelapnya--tak ada cahaya dari luar.

"Order ya?" tanya Mingi saat itu.

Jongho mengangguk pelan sebagai balasan.

Sehingga Mingi menarik diri lepas dan membiarkan cairan kental putih dari dalam lubangnya meluber keluar, sekalipun dia berusaha menahannya. Lengket mengenai penis Jongho, pun pahanya sendiri, seiringan dengan dirinya merangkak menuju meja nakas untuk meraih ponselnya.

Jongho kembali memejamkan matanya untuk peningnya yang kembali terasa--bagaimana pun juga istirahatnya belum cukup.

Sedangkan Mingi dalam posisi telungkup--karena tak bohong, lubang analnya masih terasa panas untuk berjam-jam mendapatkan seks gila seperti yang dia harapkan. Namun entah, Mingi tak benar-benar merasa senang. Mingi mencoba menutupinya dengan fokus pada ponselnya dan bersikap seolah tak ada masalah antara mereka.

"Pizza... atau pasta? Atau seafood--kayaknya udang dan cumi asik, deh? Atau Thai dish?"

"Pilih apa aja." Jongho mengatakannya tanpa melihat. "Gue ngikut aja."

Mingi mengulum bibir bawahnya dalam perasaan tak nyamannya itu. Sedikit melirik, Mingi tak tahu mengapa tiba-tiba mengatakannya. "Atau... keluar, mau?"

"Lo gak capek?" Jongho yang dengan berat hati menatap membalasnya. "Lagipula udah jam segini juga."

"Jam berapa sih?" tanya Mingi sendiri, melihat jam di ponselnya dan menyadari bahwa gelapnya dari luar ternyata bukan karena cuaca--sepertinya memang karena mereka lupa menyalakan lampu luar karena sibuk sekali untuk bercinta. "Sembilan--setengah sepuluh." 

Jongho pun sedikit memiringkan posisi tubuhnya, memperhatikannya. Satu tangannya menyentuh Mingi di punggung lengket bermandikan keringatnya--dari tubuh telanjang sosoknya, sama seperti dirinya sendiri. "Terserah, deh. Apapun yang lo mau."

"Gak gitu, cari yang enak buat kita." balas Mingi.

Sedangkan Jongho tak mementingkan apapun. "Gue cuma pengen lo enakan--pengen lo tau kalau gue mau minta maaf karena hal-hal yang gue lakuin. Walau jujur, cara lo ngereset laptop gue tetap bikin nyesek--ada draft lain buat project baru, dan gue kehilangan itu."

Mingi mengedikkan bahunya, tak ingin merasa bersalah. "Apa yang susah dari kita bisa ngabisin waktu kayak gini, sih, Jongho?"

"Ya, maaf." Jongho menyerah sebelum mengerang tipis, mendudukkan dirinya. Sekilas mengusap wajahnya, dia pun hendak turun dari kasur. "Gue mandi dulu kalau gitu--kita habisin waktu di luar aja. Besok gue masih kosong. Lo gimana?"

"Masih nunggu kabar." Mingi menjawab sambil mengembalikan tatapan ke arah ponsel.

Seiringan dengan masuknya pesan pada ponsel Jongho, di sisi kasur sebelahnya--pada meja nakas juga, dalam keadaan terisi daya penuh sudah berjam-jam lamanya. Jongho mencabutnya dan menyadari bahwa ada pesan masuk beruntun, sejak tadi. 

TOXIC (ATEEX BXB)Where stories live. Discover now