Toxic - 016 : Kabut Sudut Pandang Pt. 1

125 15 0
                                    

Ketika pin berbunyi dan selanjutnya pintu terbuka, Seonghwa menoleh untuk mendapati kehadiran dari San yang sejak tadi ditunggunya. Bertepatan dengan itu, masakannya pun baru selesai dibuatnya sehingga dia segera menata di meja makan, sampai San tiba mendekat padanya. 

"Capek banget hari ini." kata San sambil berhenti ketika mencapai meja makan.

Seonghwa tersenyum padanya, seraya mengedik pelan. "Mau langsung makan?"

"Iya, laper banget." San menjawab sambil menjatuhkan tas gymnya di lantai. Seraya mendudukkan diri di kursi yang baru ditariknya, dia meraih botol minumannya, lalu menyodorkannya pada Seonghwa di seberang. "Sayang, ini ke dishwasher--thanks."

Seonghwa menerima, membuka botol dan merendah untuk menaruhnya ke dalam.

Sedangkan San melanjutkannya dengan bersandar, dan mulai meraih ponselnya.

Di sanalah senyuman Seonghwa dengan fantasinya sejak tadi ingin cepat bertemu dengan kekasihnya--yang mana membuatnya memastikan tiba lebih dahulu di apartemen sosok tersebut untuk membereskan tempatnya dan juga memasak--agak menghilang. Walau begitu, ketika Seonghwa berbalik--setelah menaruh bekas protein shake yang selalu dibawa sang kekasihnya tersebut--dia berusaha menyembunyikannya. "Ada cerita apa hari ini?"

"Selain yang kamu tahu waktu kita ketemu beres kamu lunch di luar tadi, paginya aku ke bank. Udah itu aja."

"Ke bank ngapain?" tanya Seonghwa pelan, dan memutar meja. Inginkan Seonghwa duduk di kursi sampingnya--dari keseluruhan empat di meja makan tersebut.

San tak menoleh tapi menarik kursi ketika tahu Seonghwa mendekat. 

Jadi Seonghwa memang hanya perlu duduk setelahnya, dan merapikan piring serta alat makan, untuk mereka memulai. Tapi memang, Seonghwa agak mengulang, inginkan jawaban. "San?"

"Hm?" San melirik, dan teringat bahwa dia belum menjawab. "Ah, itu, cuma minta naikin limit kartu kredit."

"Loh, buat apa?" 

Intonasi Seonghwa yang terdengar tak nyaman, membuat San terpaksa menarik wajahnya dari layar. San menarik napasnya untuk memberikannya jawaban, berusaha tak tersulut emosi dari lelahnya. "Buat satu-dua hal doang, Sayang. Tenang aja--kamu juga tahu pengeluarkanku apa aja, toh kamu selalu minta laporan per minggu."

"Ya tapi--"

"Kita makan, ya?" tanya San, mengunci layar dan membalikan ponselnya untuk menaruh di atas meja, dan memaksakan diri tersenyum.

Seonghwa terlihat keberatan.

Dan San sudah hapal, maka dirinya harus memberikan peringatan. "Aku laper banget, gak mau berantem perkara aku naikin limit kartu kredit. Sekarang kita--"

"Terus tadi siang ketemu, kenapa kamu gak bilang kalau paginya dari bank?"

Baru saja San mau mengambilkan makanan untuk Seonghwa, dia menoleh lelah.

Sebenarnya Seonghwa tahu, San itu mudah sekali tersulut emosinya di malam hari. Atau sebenarnya, lebih tepat jika mengatakan, San itu mudah sekali marah saat sedang lelah. Juga, jika San usai bertemu banyak orang. Padahal Seonghwa sudah menawarkan beberapa opsi, untuknya yang seorang introvert, agar mengambil pekerjaan yang tidak menguras tenaga bersosialisasinya. 

Sayangnya tak bisa. 

San benar-benar butuh pengakuan.

San sering sekali merasa kecil, atas banyak faktor. Selain karena ekonominya dahulu, pendidikannya yang setingkat SMA, ada hal-hal yang sulit untuk dibukanya sebagai trauma. Maka dari itu dia selalu bersikap besar.

TOXIC (ATEEX BXB)Where stories live. Discover now