"Belum cukup, Seonghwa? Belum cukup?"
Pertanyaan dari San tak Seonghwa indahkan di duduknya. Seonghwa hanya memeluk lututnya sendiri di atas sofa, pada area pusat dari unit apartemen yang ditinggali kekasihnya tersebut. Seonghwa dalam keadaan sembab, beberapa lebam baru yang menemani bebam lainnya, dan bahkan satu sangat kentara di bibirnya yang sobek.
Selagi San di hadapannya terengah--tahu bahwa yang panas tak hanya tubuhnya, melainkan juga hatinya.
Sudah berjam-jam berlalu.
Makanan tak tersentuh.
Perdebatan tanpa henti yang dijalani.
Mungkin Seonghwa sedikit beruntung, San memilih melemparkan beberapa benda ke arah lainnya, dari pada menyiksa tubuh ringkihnya lagi. Seonghwa tahu dirinya sudah tak sanggup, tapi semakin lama San mengelak, justru semakin curiga dirinya.
Seonghwa merasa benar-benar sulit untuk menerimanya.
"K-kamu tinggal... mi-minta maaf aja... kenapa susah?"
"Ngapain aku minta maaf?!" San mengulang, dalam bentakan. Urat-urat di wajahnya tak mau menjadi rileks--benar tegang dan tak terkendali. "Kamu masih tetap gak percaya aku pergi ke bank sendiri? Masih mau apa lagi, sih? Kamu mau apa?!"
"Aku cuma mau hubungan yang jujur--"
"Gak ada aku negbohong!!"
Seonghwa memendekkan leher, menjadi sangat takut, melihat San mengangkat tinjunya. Padahal mereka terhalang meja, seharusnya itu menjadi barrier untuk posisi Seonghwa sekarang.
"Anjing!!" San mengerang frustasi dan melempar kepalannya asal, sebelum menjadikannya acakan di rambutnya. San terengah, merasa tak sanggup lagi untuk menghadapinya. "Gila kamu itu!! Kamu itu lulusan S2, tapi itu semua cuma bikin kamu jadi orang tolol!! Orang goblok!! Gak paham aku sama pola pikirmu!!"
Dengan napas pendek nan putus-putus karena tangisannya, Seonghwa membalas hinaan darinya. "Je-jelas kamu gak paham... t-toh kamu gak sekolah--"
Dan entah apa yang Seonghwa harapkan, jika San tidak tiba-tiba melangkahi meja untuk mencapainya yang tak memiliki kesempatan untuk pergi. Seonghwa hanya mampu meringkuk, melindungi wajah dan kepalanya, begitu San langsung memukulinya tanpa bisa menahan lagi.
"Ngomong apa?! Hah?! Sini, anjing!! Ulang!! Ngomong apa?!"
"San--sakit, sakit, sakit!! Berhenti!! Sakit!!"
Rintihan Seonghwa tak membuat San berhenti untuk memukulnya agak brutal dan cepat lebih dari biasanya. Di kepala, punggung, lengan dan apapun yang bisa digapainya. San tetap memukulinya untuk beberapa detik, sebelum melempar dirinya sendiri ke belakang dalam terengah karena Seonghwa menjerit panjang.
Benar.
San ingat.
Mereka kini berada di apartemennya, dan tempat ini tak sebebas ketika mereka berada di rumah Seonghwa, di mana rumah antara tetangga cukup berjarak jauh.
Maka dari itu San memaksakan diri untuk berhenti.
Sedangkan Seonghwa tetap menjerit dalam tangisannya, merasakan sakit di sekujur tubuh--dan juga hatinya.
"Sakit!! Kenapa kamu jahat banget sama aku?!!"
San menunjuknya ingin membalas, tapi dia sampai harus menggigit lidahnya sendiri agar berhenti. San tahu mereka takkan baik-baik saja malam ini, dan dirinya benar-benar muak perkara hal yang bahkan bukan masalah di matanya. San segera membawa dirinya menuju area dapur, meraih tas olahraganya untuk merogoh kunci mobilnya di sana.