Hari Sabtu pagi.
Cerahnya cahaya langit dari luar di pukul delapan pagi itu, membangunkan San dari tidurnya. Keadaan jendela yang terbuka memperlihatkannya hari baru di akhir minggu, di bulan Mei itu. Ada suara burung-burung bersiul dari luar, dan itu membawanya pada kesadarannya, dalam keadaan nyaman.
San dalam keadaan telanjang, selimut hanya menutupi sedikit dari pinggangnya.
Semalam, ah, ya.
Setelah bertengkar, lagi, San dan Seonghwa berakhir bercinta.
Liar.
Cara memperbaiki masalah tentunya.
San penasaran jika Seonghwa sudah berhasil--
"Pagi."
Suara lembut itu meminta San mencoba melihat, dari berat matanya. Namun San belum bereaksi, ketika Seonghwa yang bersuara segera menyentuh perut padat dan berototnya. San langsung menarik lengan Seonghwa, membanting ke arah sisi lain dari dirinya sampai terbaring, dan menghasilkan kekehan lembut dari kekasihnya.
Masih agak berat di matanya, tapi San menjatuhi kecupan di leher Seonghwa, memaksa menelusup dari balik jubah tidur yang dikenakannya--tanpa ada apapun lagi di baliknya. "Hm, pagi~"
"Aku baru beres bikin sarapan loh~" kekeh Seonghwa, menggeliat pelan.
Tapi perbuatannya hanya membuat jubah yang dikenakannya secara longgar melorot, di bahunya.
Mengintip dari mata kecilnya, San mencoba untuk melihat ke arah sang kekasih. "Sakit gak, semalam?"
"Lumayan." Seonghwa menggerutu, mengerucutkan bibirnya.
Dengan itu San naik ke posisi atas tubuhnya tanpa memberikan sedikit beban padanya. San menumpu tubuhnya dengan satu lengan, selagi tangan lain mengusap lembut pipinya. "Sakit, Sayang?"
"Hng~" Seonghwa tahu, pagi hari adalah suasana yang selalu diinginkannya. Setiap pagi terasa hangat, tanpa adanya gangguan dari luar. Seonghwa tak merasakan ketakutan apapun untuk ditinggalkan San. Pelan, Seonghwa menyentuh bisep keras dan besar dari lengan San yang menumpu, mengusap untuk menatap matanya. "Udah janji hari ini gak ngajar, 'kan? Kamu bilang karena kemarin ikut acara kampus, hari ini boleh free, 'kan?"
"Kasihan muridku, Sayang."
Seonghwa merengek tak rela.
Namun San tahu, hari libur dari Seonghwa dapat membuatnya ikut ke mana pun dirinya berada. Jadi San tak ada pilihan, selain jika ingin kejadian terakhir kali di gym karena kecemburuan Seonghwa terulang. "Kita jalan-jalan, mau?"
"San nyaman gak jalan-jalan?" Seonghwa bertanya ulang. "Seonghwa cuma mau nyenengin San, mau enakin San."
"Kamu yang nyaman atau gak untuk jalan-jalan?" Kini bagian San yang terkekeh. San menggigit gemas leher Seonghwa sambil menelusupkan satu lengannya ke dalam jubah tersebut.
Yang sukses membuat Seonghwa menengadahkan lehernya dan meloloskan desahan tanpa menahan. "Ah~ yang penting dimanjain. San harus manjain Seonghwa, semalam udah dikasarin banget."
"Makanya, ada yang sakit?" tanya San lagi memastikan. Tangannya berhasil menyentuh Seonghwa di penisnya, meraba untuk tanpa ragu memompanya.
Seonghwa menggeliat dan berusaha menahan San di dadanya, walau pergerakannya tak benar-benar dengan niat. Seonghwa menekuk kakinya secara tak tahan, sambil mengangguk tipis. "Sakit... kepalanya dipukul semalam..."
Agak tak ingat, San berhenti untuk menatap.
Di sanalah Seonghwa kembali mengikat tatapan, kini sembari berkaca-kaca.