Wooyoung masuk ke dalam mobilnya, seraya membanting pintu secara kasar.
Sebagai pihak yang ingin meminta maaf, Yunho mencoba untuk tak mempermasalahkannya. Yunho hanya diam memperhatikannya, yang tengah menaruh tasnya ke jok belakang. Sehingga bisa untuknya mengambil kesempatan, memasangkan sabuk pengaman untuknya.
Jadi Wooyoung melihatnya, menyipit ketus. "Sadar kamu salah?"
"Iya, aku salah." Yunho menjawab pelan, sebelum tatapannya naik ke arah sorot mata Wooyoung. "Maafin aku, ya?"
"Enak banget minta maaf beres nampar aku di depan umum?" tanya Wooyoung, kasar dari intonasi, pun dorongannya pada lengan Yunho.
Di mana Yunho menatapnya, menahan diri untuk tak membalas. "Cuma di depan satu orang."
"Cuma, buat kamu?" Wooyoung menaikan nada bicaranya, tersinggung. Lagi, dirinya mendorong Yunho di dadanya. "Cuma yang kamu bilang itu ada satu orang! Satu orang! Kamu mau lebih belain orang lain dari pada aku?"
"Gak gitu, sayang."
"Ya, terus, kenapa?!"
Yunho melihat ke sekitar, memastikan sejenak sebelum menatapnya lagi. "Kamu yakin mau kita berantem di parkiran bank?"
"Jawab dulu!"
Bentakan Wooyoung mendorong Yunho pada helaan napas selanjutnya. Untuk pasrah terhadapnya. "Iya, aku minta maaf karena udah tampar kamu di depan Mingi. Aku janji gak bakal--"
"Kenapa sebut namanya?!" potong Wooyoung.
Untuk itu Yunho memilih mundur, menyentuh setirnya setelah menyalakan mesinnya kembali. "Kita pulang dulu, ya? Jangan berantem di luar."
"Aku gak mau kemana-mana kalau kamu belum minta maaf!"
"Terus kamu maunya aku gimana?" tanya Yunho yang dipaksa untuk berhenti, dalam niatnya untuk keluar dari area parkir tersebut. "Aku gak bisa ulang waktu. Mingi sudah terlanjur lihat dan--"
"Kenapa disebut terus namanya?!"
"Kenapa kamu jadi sensitif sama Mingi?"
"Ya, karena--!" Wooyoung membentak, tapi terhenti sejenak--memikirkan balasannya secara cepat. "Ya... karena kamu sendiri bahkan gak bisa jelasin ke aku, kenapa aku nemuin kalian berdua di belakang?! Berdua?! Berduaan?!"
Yunho benar-benar dalam keadaan pasrah ketika menatapnya. "I was angry, Sayang. Ada orang, datang ke cafe, yang ngeklaim kalau dia jadi korban kamu--entah apa yang kamu janjiin ke dia, yang pasti dia bisa nemuin aku dan berlagak seperti 'penyelamat' untuk selamatin aku dari pacarku yang hobi selingkuh."
Penjelasan itu menahan Wooyoung, pada kenyataan yang lebih jelas tapi tak membuatnya ingin melunak. "Terus?!"
"Aku marah, dan aku gak bisa kalau orang-orang lihat aku marah. Jadi aku ke belakang, dan Min--orang itu, cuma bantu nenangin aku, karena kebetulan kami lagi ngobrol." lanjut Yunho untuk menjelaskannya dan sudah bisa menangkap bahwa Wooyoung akan bertanya lagi jika tak detail, maka dia mengimbuhinya. "Kami ngobrolin kerjaan dia, gak lebih. Anggap aja karena satu almamater. Toh, kamu duluan yang temenan sama dia, 'kan?"
"Kami gak temenan?" Wooyoung membalas ketus tapi intonasinya mulai turun.
Maka dari itu, Yunho bisa untuk mengimbanginya. "Ya, seenggaknya kamu tau, dia jadi pelanggan tetap dan aku, seperti biasa, cuma suka ajak ngobrol pelangganku agar mereka nyaman--setiap kali duduk di depan."
"Hm."
"Sekarang, bisa aku minta kamu sesuatu?"
Wooyoung meliriknya, menatap malas. "Minta apa?"