Caranya menatap benar-benar penuh kekecewaan.
Pagi tadi, San bertemu dengan Wooyoung secara tak sengaja--seolah takdir pun mempermudah mereka--dan menekankan padanya bahwa dia bisa datang untuk melanjutkan apa yang pernah mereka mulai. Tidak menghentikannya secara tiba-tiba. San tahu, berselingkuh untuk pertama kali pasti sangat menakutkan. San bukan orang seperti itu, tapi sepanjang hidupnya pun dia tak pernah mementingkan hubungan hingga ketika Seonghwa mudah melihat kesalahan pada dirinya. Sehingga, ya, San tahu, Wooyoung yang mengatakan hanya setia pada satu orang pasti khawatir sendirian.
Maka dari itu San ada untuk meyakinkannya bahwa semua tak apa.
Semua aman, selama bersamanya.
Namun apa ini?
Baru ketika San mengirimnya pesan, akunnya tiba-tiba...
...menghilang.
Tak ada.
Berulang kali disegarkan kembali, tetapi hilang.
Wooyoung menghapusnya.
Menjadikan pesan dari San yang berbunyi;
kalau lo mau datang malam ini, bilang ke gue. gue lagi gak ada di apart. kita bisa sewa hotel.
Tak sampai.
Pesan itu, entah dibaca atau tidak, yang pasti akunnya menghilang.
Dan itu menyakitkan, untuk harga dirinya.
San tahu Wooyoung pasti takut, tapi...
Tch.
Bisa-bisanya San ditolak.
Padahal San yakin, jika dia berniat selingkuh, murid-muridnya jelas akan menerimanya. Tak mungkin mereka menolaknya, bukan? San sudah sepanjang hidupnya mengandalkan wajah dan tubuhnya, karena orang-orang terbiasa mengabaikan apapun selain fisik, bukan?
Itu mengesalkan.
San tak ingin memikirkan bagaimana biasanya Seonghwa selalu merendahkannya.
Bersandar di sofa ruang tengah--setelah melempar ponselnya ke samping--sendirian di rumah Seonghwa sendiri, dirinya mulai memejamkan mata. Lengannya berada di atas matanya, menekan. Harapnya dapat mengurangi berat di kepalanya.
Jangan berpikir.
Rileks.
Wooyoung hanya takut; San harus percaya itu.
Berupaya mengatur napasnya, San mencari ketenangan. Mudah untuknya, sebagai seorang instruktur, untuk membuat tubuhnya rileks dan ringan. Di mana saking ringannya, tangannya yang bebas mulai menyentuh perutnya.
Sebenarnya diistirahatkan saja.
Sampai San berpikir; ya, untuk rileks adalah melepaskan.
Jadi San, tanpa membuka mata atau mengangkat lengan yang membantu memblokir pengelihatannya, mulai meraba selangkangannya sendiri. Menyentuh pada tonjolannya yang berkedut tipis, seperti memanggilnya untuk bercumbu dengan tangan.
Sudah lama juga, lagipula.
San pun melonggarkan celana santainya, meraih penisnya dari dalam dan mengeluarkannya begitu saja. Pelan mulai mengurutnya, seperti menyanjung batangnya untuk mulai memanjang dan menggembung--mengajaknya bangun. Sementara yang bekerja keras pun adalah pikirannya sendiri.
Siapa yang harus dipikirkannya?
Seonghwa, yang tak berdaya setiap kali disetubuhinya--oh, itu benar-benar membuatnya bernafsu. Atau mungkin ketika San dan Seonghwa sedang baik-baik saja--sering di pagi hari--sang kekasih akan sangat liar mengendarai dirinya.