Seharusnya hari itu berjalan baik-baik saja.
Sebenarnya, Yeosang sudah terbiasa dengan bagaimana hari akan menjadi rusak, dan bukan dialah penyebabnya. Hongjoong, sang kekasih, juga bukan penyebabnya. Namun Hongjoong, tersulut oleh hal-hal yang terjadi di luar kendali Yeosang, yang membuat dirinya harus menanggung segalanya.
Sungguh, Yeosang sudah melakukan apapun.
Yang Hongjoong inginkan adalah, Yeosang menjadi sempurna, di mata orang-orang, sampai mereka hanya bisa menangis mendambakannya. Tapi di sisi lain, Yeosang juga tahu bahwa Hongjoong tak mengizinkan orang-orang itu memikirkannya, di hari selanjutnya.
Jika itu terjadi, artinya Yeosang menggoda.
Seperti itu.
Mungkin di awal masih memusingkan, tetapi... Yeosang seharusnya paham benar, bahwa hal ini tak boleh terjadi.
"Aku minta maaf... s-sungguh minta maaf..."
Di dalam rumah itu, ketika semua gorden tertutup, dan jendela pun pintu terkunci rapat, tak ada yang tahu bahwa perjalanan untuk menjadi sempurna berat adanya.
Malam ini, Hongjoong telah melihatnya bernoda.
Kotor.
Sudah menjadi ingatan sempurna untuk orang lain.
"Aku pasti ter-terlalu menonjolkan diri kemarin, sampai laki-laki itu mengingat...ku... aku tak seharusnya begitu... aku harus me-menunjukkan bahwa aku dimiliki olehmu..."
Sayangnya Hongjoong masih diam.
Yeosang tak tahu, sampai kapan dirinya harus menahan dingin, karena rasanya tubuhnya seperti mencapai mati rasa. Yeosang berada di dalam kamar mandi bersama Hongjoong, selagi dirinya dalam keadaan telanjang di dalam bathtub, dan Hongjoong hanya berdiri memperhatikan. Jikalau Yeosang hanya direndam dengan air dingin dalam dua jam ini, mungkin tak menjadi masalah berat. Tetapi Hongjoong, bahkan sudah tiga kali, menambahkan seember penuh balok es seukuran kepalan tangan, yang memang dirinya miliki di ruang bawah tanah--tempat di mana ada dua kotak freezer disimpan di sana, beserta barang-barang tak terpakai.
Sesungguhnya, Yeosang sudah bersyukur, tidak ditinggalkan di ruang bawah tanah seperti pernah Hongjoong lakukan, sekiranya setahun lalu.
Kala itu, Hongjoong berjongkok di samping bathtub tersebut.
Hal yang dengan cepat, membawa Yeosang mengangkat kedua tangannya gemetaran, untuk menyentuh tangan Hongjoong dengan perbedaan suhu tersebut. Yeosang mencoba menggenggamnya walau tanganya terasa kaku, tapi dirinya hanya bisa memohon untuk menyelesaikannya. "Aku ber-berjanji... takkan terjadi lagi. Aku berjanji... tolong... aku milikmu, hhh, sepenuhnya milikmu... tak ada siapapun bisa me-menyentuhku..."
Hongjoong menjauhkan tangan Yeosang dengan lembut.
Yeosang benar-benar berharap kali ini diterima.
Tetapi tidak, Hongjoong mengedik pada bathtub kembali. "Dua menit."
"Tolong, tolong... aku tak bisa lagi... aku kedinginan, tolong..."
Hongjoong melirik arlojinya, di lengan, menyuruh kembali.
Dan dari pada hal yang lebih tak terduga, Yeosang yang bahkan berusaha untuk menangis agar ada panas terasa di kulitnya, menelan ludah dan memaksakan diri. Yeosang menarik napas panjang, untuk mengisi paru-parunya, lalu menahannya dengan mengapit hidung dan membungkam mulut, sebelum menidurkan dirinya ke dalam bathtub seperti yang dilakukannya berulang sejak tadi.
Dua menit akan terasa seperti Neraka.
Baru dua puluh detik, Yeosang rasanya sudah sangat tak sanggup.