Dalam keadaan sangat marah dan kecewa, Wooyoung mengemudikan mobilnya tanpa tahu arah dan tujuan. Wooyoung tak tahu harus pergi ke mana tengah malam seperti ini namun yang pasti dirinya tak ingin berada di sekitar sang kekasih. Wooyoung merasa muak setiap kali Yunho mengingatkan perilakunya dahulu, sekalipun semua tak akan pernah terjadi jikalau sosok itu tak memulai lebih dahulu.
Memang Wooyoung salah menaruh harapan pada seseorang yang memberikannya harapan?
Ya, mungkin Wooyoung masih cukup muda waktu itu, tapi tetap saja semua tanggung jawab berdua, bukan? Lagipula Wooyoung tak keberatan. Kehidupan seharusnya sudah membaik selama mereka tak berada di lingkungan yang sama.
Di persimpangan jalanan yang sepi itu, Wooyoung hendak berbelok. Namun ada mobil lainnya, yang juga akan berbelok ke arahnya, muncul tiba-tiba dalam keadaan cukup cepat. Walau memang cukup cepat juga untuk menginjak rem, sama seperti dirinya.
Oh, pelampiasan yang bagus.
Wooyoung keluar dari mobilnya segera dalam keadaan marah untuk melabrak.
Sekalipun memang pengemudi dari mobil lainnya pun langsung keluar, dan mungkin merasakan hal yang sama.
Cukup keras, Wooyoung memukul kap mobilnya dan menunjuk cepat padanya. "Nyetir tuh pakai otak! Lo kalau mau belok, pakai lajur sebelahnya!!"
San, di sana, tersinggung dengan itu. Setelah San mencoba untuk melarikan diri dari keadaannya di apartemen bersama sang kekasih yang membuatnya hanya semakin sesak, dia ingin sekali pergi. Entah ke mana, yang pasti San mencari aman untuk tak membuat kegaduhan sampai tetangganya melaporkan. Dan kini San di hadapkan oleh seseorang yang bicara kasar padanya, di keadaan dia tak tahu apakah dirinya melakukan kesalahan atau tidak.
Wooyoung mendekatinya tanpa takut, menunjuknya kasar. "Mau tanggung jawab lo, kalau mobil gue lecet, hah?!"
Sampai ketika San hendak membalas, dirinya terhenti.
Namun terhenti ketika Wooyoung yang menatap marah mendadak mengernyit. Dengan bantuan lampu jalanan, Wooyoung merasa pernah melihatnya lagi. Dan, setidaknya itu menjawab, ketika seketika memori di kepalanya membantu. Wooyoung menunjuk pelan, berusaha menurunkan intonasinya. "Lo... nasabah tadi pagi... ya?"
San diam mengerjap, untuk mengingatnya.
Sehingga Wooyoung pun terasadar akan hal, saat kembali ada bayangan di kepalanya. "O-oh... pantesan tadi pagi gue ngerasa kayak pernah lihat lo. Lo itu... yang ada di ITG, 'kan? Lo yang... ada di... booth--apa itu, pokoknya lo nerima brosur dari teman gue, 'kan? Makanya lo datang buat nanya kenaikan limit kartu kredit?"
Barulah, San tahu emosinya terhadap perkara mobil ini menurun, ketika dirinya menyadari bahwa yang dikatakannya adalah kebenaran. "Ya..."
"Oh, shit." Wooyoung pun tersadar dan menutup mulutnya. Satu langkah Wooyoung mengambil mundur, mencoba untuk tak mempermasalahkannya. Sekalipun mereka bertemu tanpa identitasnya sebagai pegawai bank, tetap saja mengetahui bahwa sosok itu adalah nasabahnya, Wooyoung tak mau membuat masalah. "La-lagipula... ngapain sih, ngebut tengah malam? Lo... harus tahu, lo salah lajur."
Dengan itu San menoleh untuk melihat bahwa lagi, benar yang Wooyoung katakan.
Dan Wooyoung menahan untuk tak menelan ludahnya
Tepat ketika San kembali melihatnya pelan. "Sorry, gue lagi banyak pikiran. Gue cuma... nyari escape aja dan karena jalanan kosong, gue... ngebut."
"I-iya, gak apa-apa." kata Wooyoung tipis. Wooyoung mencoba untuk tak mempermasalahkannya kembali, hendak menunjuk mobilnya. "Kalau gitu, gue... cabut duluan."