Yunho mengerang ketika benihnya menyembur di dalam mulut Wooyoung yang mengapitnya kuat, menyedot, tanpa ada keinginan untuk melepas. Selagi Yunho sendiri sampai harus melampiaskannya pada setir yang dipegangnya, di mana beruntung atau tidak, akhirnya mereka sampai.
Atau sebenarnya, akhirnya Yunho yang sampai.
Yunho tahu setidaknya, dengan membiarkan Wooyoung mengulum penisnya sepanjang perjalanan, akan membuatnya diam. Karena Yunho juga tahu, begitu Wooyoung menarik diri dan menyeka bibir bengkaknya dengan punggung tangan, dia akan terkejut protes ketika mengedarkan pandangan.
"Yun--ngapain?!"
"Sebentar." Yunho berdecak sambil agak meringis. Pelan, dia mengurut penis bengkak merahnya yang mulai menjadi layu bagai bunga setelah lama mekar. Yunho kemudian berdecak, sebelum membenahi celananya.
Tapi Wooyoung menatapnya dengan kesal dari samping.
"Sebentar, astaga." Yunho berdecak cukup keras, melepas sabuk pengamannya. "Gila, ya, kamu? Kita ngewe dari tadi udah berapa ronde? Masih belum cukup?"
Kesal, Wooyoung menampar dadanya dengan marah. "Kamu bilang hari ini khusus buatku! Kamu bilang kita keluar sebentar soalnya apartemenku bau bekas ngewe kita dari pagi! Terus kenapa ke sini?"
Yunho menghela napasnya, tak paham lagi harus bagaimana. Walau jelas, karena mobilnya memang berhenti, tepat di depan cafenya. Cafe yang berada di area ramai--sampai di seberang pun terdapat cafe es krim Italia. "Aku ngecek sebentar, habis ini kita jalan-jalan--"
"Gak mau!"
"Aku mau ikuti kamu, loh!" Yunho membalas, tapi tahu bahwa dia harus menekan. Sedikit memang lepas dari intonasinya. Jadi Yunho merapat pada Wooyoung yang sudah tak mengenakan sabuk pengamannya sejak tadi, untuk mengusapnya lembut di perutnya. "Gini, gini. Sekalian aja, kita makan di cafe-ku, ya? Tadi katanya pengen ngewe di tempat umum. Aku udah mau turutin loh, kalau kamu memang berani gak jadi skandal, since kamu itu budak korporat, Sayangku."
"Ya, kenapa kita gak langsung ngewe--"
"Habis tenagaku." ucap Yunho di mana dirinya masih mencoba lunak, untuk mengikuti. Yunho memasang wajah sedih buatannya, untuk membujuk Wooyoung di sana. "Ayo dong, ya? Kamu enak, yang diewe, kebanyakan juga nerima aja. Nah aku? Aku butuh tenaga banget. Lututku kayak kosong banget."
"Aku maunya diewe sampai gak bisa jalan~" Wooyoung merengek manja dan membuat dirinya seolah-olah bisa menangis. Wooyoung menjauhkan tangan Yunho dari perutnya, tapi malah menempatkannya ke leher. "Mau Yunho--mau kamu, kamu, kamu. Mau terus waktu kamu. Mau dipenuhin tummy-nya sama peju kamu. Mau lengket sama peju kamu. Mau jadi orang tolol yang otaknya cuma tentang kontol kamu."
Yunho mengangguk dengan kepasrahannya, menepuk Wooyoung di leher ketika ditempatkan di sana. "Iya, Sayang. Makanya, kita makan dulu, ya? Makan di cafeku, ya? Biar aku bisa sekalian cek anak-anak."
Yang mana membuat Wooyoung langsung berdecak, menjauhkan tangannya. "Tempat lain kan bisa! Drive thru kan bisa!"
"Sambil menyelam minum air, Sayang." Yunho mengatakannya lagi, kali ini sampai merintih. Rasanya lelah sekali harus menghabiskan terlalu banyak waktu, tanpa bertemu orang lain untuknya. "Ya? Habis makan kita keliling, terus cari tempat di mana kamu mau ngewe di luar--aku ikutin."
"Bener, ya?" tanya Wooyoung menuntut.
Yunho mengangguk dan menepuk paha Wooyoung kali ini. "Ya? Please?"
"Tapi jangan sampai lebih dari dua jam di sini!"
"Iya." Yunho tersenyum lembut. "Yuk? Masa gak kangen juga lihat anak-anak?"