Hari Minggu.
Wooyoung terbangun tanpa menemukan Yunho di sampingnya, yang semalam tidur dalam keadaan memeluknya. Wooyoung masih terikat dengan kantuknya, tapi dirinya segera mengedarkan pandangan untuk jam di meja, untuk melihat pukul berapa sekarang. Dan melihat bahwa angka menunjuk pada delapan, dengan menit-menit akhir, dirinya nyaris kembali kecewa.
Hingga dari pintu kamar yang tak ditutup itu, Yunho melenggang masuk dan terkejut sendiri. Yunho segera mendekat pada Wooyoung, yang baru hendak mendudukkan dirinya, untuknya segera menerjang lembut ke atas kasur tersebut.
"Sayang, sudah bangun?"
"Kamu... dari mana?" tanya Wooyoung pelan.
Yunho menunjuk ke arah pintu. "Bayar susu di luar. Dari jam tujuh aku tungguin, tapi katanya ada truk terguling, jadi harus putar arah. Makanya baru sampai."
"Aku kira kamu ke cafe..."
"Hei." Yunho tersenyum seraya menyamankan diri, untuk memeluknya berbaring--memaksa Wooyoung kembali. Yunho menyelip ke balik selimut di mana Wooyoung berada, dan tatapannya begitu lembut untuknya. "Ini hari Minggu, biar aku sama kamu, ya?"
Tak semudah itu percaya, Wooyoung berdecak dan hendak mendorong. "Nanti tiba-tiba kita ada di cafe lagi."
"Gak akan." kata Yunho, yang melemah, menekan tubuhnya semakin--inginkan diterima. "Maafin aku tentang kemarin. Aku salah, aku gak perlakuin kamu dengan baik. Seharian ini aku bakal sama kamu--kemana pun kamu mau. Apapun yang kamu mau."
Wooyoung menyipit dan menantangnya--bercanda sebenarnya. "Aku ajak ngewe tengah jalan, mau?"
"Apapun..."
"Masa kamu mau aku dilihat banyak orang!" Wooyoung memukul dada Yunho, pelan, tapi tak bohong bahwa dirinya kesulitan untuk menahan senyumannya.
Dengan itu Yunho mengeratkan pelukan, sambil mulai mengecupi Wooyoung, di wajah, bahu bahkan dadanya. Semua secara acak, dan berulang. "Aku tahu kamu paling suka kalau dipamerin. Aku yakin kalau orang-orang lihat kita ngewe di tengah jalan, mereka bakal cuma nelan ludah dan cuma bisa ngocok doang. Mereka berharap bisa ewein kamu, tapi apa daya? Kamu punyanya aku, cuma aku yang bisa enakin kamu."
"Ya, memang." Wooyoung tersenyum gemas, salah tingkah, untuk mendorong dada Yunho kembali. Kali ini, memaksa sampai pelukannya terlepas, karena setelahnya, dia meyibak selimut dan menempatkan dirinya duduk di atas perut Yunho. Wooyoung menggigit bibir bawahnya, seraya satu tangan bergerak ke belakang untuk menuju selangkangan Yunho di balik sweatpants yang dikenakannya, lalu meraba dan mengusap tonjolan yang dirinya tahu, dapat mengeras cepat karena sentuhannya. "Lagipula cuma kamu yang punya kontol paling gede, yang pernah aku coba. Rugi banget kalau aku kehilangan kamu."
Yunho mengigit bibir bawahnya senang akan pujiannya. "Memang kamu pernah coba kontol lain? Lupa aku yang merawanin kamu?"
"I was a slut, ya." Wooyoung menggerutu manja, sambil meremas kejantanan Yunho tanpa aba.
Di mana Yunho meringis, tapi merasakan nikmat dari perlakuannya. "Secara online; ya. Sampai sekarang."
"Aku cuma nunggu orang yang tepat buat merawanin aku, dan hell, aku dapat dia dari pacar orang lain."
Hal itu membuat Yunho agak menjatuhkan senyumannya.
Dan Wooyoung yang sengaja, segera merapat padanya sambil menangkup pipi Yunho lembut. Wooyoung mengecup bibir mengerucutnya secara berulang, sebelum berakhir agak menekan untuk lebih dalam. Sayangnya ketika Yunho baru saja akan membuka belahan bibirnya untuk membalas, Wooyoung menarik diri. Lembut, Wooyoung mulai membujuknya. "Sayang, jangan suka marah dong, kalau dibahas tentang dulu? Toh faktanya, kamu memang selingkuh dari dia, kamu memang nemu kepuasan baru dari aku. Kamu memang waktu itu gak nyangka, ternyata orang yang ternyata belum pernah ngewe sama sekali, bisa lebih ahli dari pada pacar kamu sejak SMA, 'kan? Kamu gak nyangka orang sepolos aku ternyata nakal banget di atas ranjang. Kamu gak nyangka kalau cuma aku yang bisa muasin kamu."