37. Prince Edmund

211 20 11
                                    

Back to the dark past.

Suasana tenang menyelimuti ruang belajar para Pangeran Northern. Semua Pangeran tengah membaca buku mereka masing-masing sembari menunggu cendekiawan dan juga kedua saudara mereka yang belum datang.

"Edward, kau melihat Kak Edmund? Biasanya dia sampai lebih dulu, tapi sampai sekarang dia bahkan tidak memunculkan batang hidungnya." Dengan berbisik pelan, Edoardo yang tengah duduk bersebelahan dengan adik pertamanya itu memilih bertanya.

"Aku tidak tahu Kak, mungkin dia terlambat." Jawab sang Adik tanpa menolehkan kepala dari buku tebal dihadapannya.

Edoardo menatap lurus kedepan, pemuda itu tengah berpikir keras. Begitu penasaran kemana Kakaknya itu pergi.

"Tidak mungkin, dia adalah sosok pribadi yang disiplin. Di antara kita semua, Kak Edmund adalah yang paling rajin dan disiplin. Tidak mungkin dia terlambat." Ujar Edoardo lagi yang masih berkilah.

Edwardson membuang nafas pelan, ketenangannya terganggu karena ia menjadi kepikiran. Yang dikatakan Kakak keduanya itu memang benar, ini sangat aneh kalau Edmund terlambat mengikuti pembelajaran.

"Ngomong-ngomong. . . berbicara soal ini, kita juga melupakan kemana perginya Jillian sekarang?"

"Tsk! Anak itu tentu saja bermain pedang. Itu kan hobinya, apalagi yang bisa dia lakukan selain menyimpang dari aturan." Decak Edoardo mengingat perilaku Jillian yang tak perlu di pertanyakan. Karena semua vampir sudah tahu bagaimana sifat dan perilaku Adik terakhirnya.

Tap tap tap!

Suara sepatu boots yang menggema mengalihkan atensi para Pangeran itu. Tak terkecuali Edoardo dan Edwardson yang baru saja membicarakan orang tersebut.

Jillian memasuki ruang pembelajaran dengan langkah tegap. Bentuk wajahnya yang tegas, dan sorot matanya yang tajam sedikit malas itu tak bertoleh sama sekali. Ia berjalan menuju bangkunya di paling belakang tanpa menyapa saudara-saudaranya. Mereka semua juga tidak merasa kesal atau tersinggung, karena memang itulah sifat asli Jillian.

"Panjang umur, yang kita bicarakan baru saja tiba." Edwardson berbisik pada Edoardo.

"Sekarang, kita tinggal menunggu kedatangan Kak Edmund."

Sayang sekali, apa yang diharapkan Edoardo tak juga datang hingga cendekiawan tiba. Ia sudah sangat resah dan khawatir, memikirkan kemana Edmund pergi. Materi yang dipelajarinya saat ini menjadi teralihkan dan tak masuk ke dalam otaknya. Ia begitu memikirkan keberadaan Edmund saat ini.


***

"Ugh!"

Sepatu boots tinggi berwarna hitam itu menginjak tanah dengan kuatnya. Sang pemilik baru saja melompat dari ketinggian pagar pembatas. Dengan melirik sekitar, ia berjalan mengendap-endap untuk bisa keluar dari area kastil.

Setelah dirasa aman, Edmund membawa tubuhnya untuk berlari secepat kilat menuju perbukitan. Ini bukan pertama kalinya ia meninggalkan kastil secara diam-diam seperti saat ini. Tapi ini adalah pertama kalinya untuk ia meninggalkan pembelajaran dari cendekiawan Northern.

Disaat semua saudaranya mencari dirinya, justru dia dengan tenang berusaha untuk kabur dari kastil. Ia menuju ke atas bukit. Bisa dilihatnya menara kastil Northern dari ketinggian itu.

Ia mengambil nafas lalu membuangnya untuk menetralkan nafasnya. Kedua matanya terpejam, bibirnya berkecumik membaca sesuatu. Seperti sebuah mantra aneh yang tak terucap. Hingga beberapa detik setelahnya, sebuah logam yang berkilauan berbentuk seperti pintu dengan pola-pola rumit dan juga cahaya samar-samar yang terpancar dari celah-celah nya, menciptakan aura mistis di sekitarnya.

Bloody Diamond || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang