18. The Prince and His Guard

327 29 17
                                    

Semenjak kedatangan Akito di kastil Northern ini Jillian setiap hari selalu membuat ulah. Ia ingin membuat Akito merasa tak betah berada di dekatnya. Namun, Akito begitu sabar bahkan dengan terang-terangan menunjukan tingkah konyol nya untuk menghibur hati sang pangeran.

Seperti saat ini, Akito membujuk Jillian untuk mengikuti kelas sastra di aula empat. Tetapi bocah itu malah asik dengan pedangnya. Setelah Akito menggunakan kekuatannya untuk mencari keberadaan sang pangeran yang ternyata tengah berada di gudang senjata.

"Pangeran Jill, anda harus segera ke aula untuk mengikuti kelas sastra. Semua saudara anda sudah menunggu disana." ujar Akito berusaha membujuk nya.

"Kau tidak lihat aku sedang bertarung?" jawab Jill yang kini mengayunkan pedang nya ke arah pendulum yang tergantung.

"Tapi ini bukan waktunya anda untuk bertarung yang Mulia, anda harus ikut kelas sastra sekarang juga. Atau ayah anda akan marah." Jill menatap Akito dengan jengah, ia pun menurunkan pedangnya. Melompat dari atas pagar dan berjalan cepat menuju aula tanpa menghiraukan lelaki yang lebih muda darinya.

Akito hanya berdiri melihat punggung kecil sang pangeran. Menghela nafas karena sifat anak itu yang sulit untuk diatur.

Bocah itu kini terduduk termenung menopang dagu, menatap ke luar jendela kala cendekiawan kerajaan belum juga tiba. Jill memang satu-satu nya pangeran yang memiliki sifat malas, dan tidak suka di atur. Ia juga bocah nakal yang suka mencuri gandum dari gudang, tak heran jika banyak pelayan yang kewalahan dan malas untuk mengurusnya.

"Membosankan." gumamnya dengan dengusan pelan. Jemari tanganya mengetuk-ngetuk meja kayu yang berada di hadapannya, yang langsung menarik perhatian para pangeran yang lain. Mereka semua sontak menoleh ke arah Jillian dengan pandangan membunuh.

"Apa? kenapa?" tanya nya dengan wajah tanpa dosa.

"Jangan berisik Jill!" ujar Edoardo menegur. Pasalnya apa yang dilakukan Jillian menganggu ketenangan dan konsentrasi mereka untuk membaca. Lain dengan apa yang dilakukan Jillian yang hanya bengong dan melamun.

"Aku tidak berisik, kalian saja yang terlalu fokus!" jawab nya dengan wajah menyebalkan.

"Kau— selamat pagi para pangeran!"

Edoardo hendak membalas ucapan Jillian, namun urung karena suara cendekiawan yang terdengar memasuki ruangan aula.

Semua lantas terdiam. Cendekiawan itu berdiri tegap di hadapan para pangeran, memberikan salam penghormatan sebelum memulai pelajaran.

Dengan pakaian hitamnya yang elegan dan mata yang memancarkan kebijaksanaan, cendekiawan itu memulai penjelasannya tentang ilmu vampir kepada sang pangeran.

"Kita, sebagai vampir, memiliki kekuatan yang luar biasa. Kemampuan untuk mengendalikan elemen, kecepatan dan kekuatan yang melebihi manusia biasa, dan tentu saja, keabadian yang membuat kita hidup selamanya. Namun, ilmu vampir memberikan kita pemahaman yang lebih dalam tentang kekuatan kita sendiri dan cara menggunakannya dengan bijaksana." kalimat pembuka yang membuat para pangeran terdiam memperhatikan.

Dengan gerakan tangan yang gemulai, cendekiawan itu melanjutkan penjelasannya.

"Melalui ilmu vampir, kita dapat mempelajari cara mengendalikan dahaga kita akan darah manusia, menjaga keseimbangan antara kebutuhan kita sebagai vampir dan kehidupan manusia yang ada di sekitar kita. Kita juga dapat mempelajari seni sihir dan mantra yang dapat memperkuat kekuatan vampir kita, serta melindungi diri kita dari ancaman yang mungkin datang."

"Bagaimana ilmu itu dapat membantu kita memahami dan mengendalikan kekuatan vampir kita dengan lebih baik, guru?" tanya Emrick pada sang cendekiawan.

Cendekiawan tersebut tersenyum tipis, berjalan ke tengah untuk menjawab pertanyaan itu.

Bloody Diamond || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang