4. Halstead

788 67 3
                                    


Pemuda manis itu sedari tadi tidak mengalihkan perhatiannya dari buku tebal dihadapanya. Cahaya orange dari lentera menemani kesendiriannya di perpustakaan yang ada dirumah besar ini.

Niatnya kesini karena ingin menjemput rasa kantuknya. Sebab dari tadi kelopak dengan bulu mata lentik itu tidak juga menutup. Pelan-pelan ia baca satu persatu isi dari buku itu. Buku karya John William Polidori— seorang dokter juga penulis keturunan Italia. Dalam salah satu karya nya yang paling sukses yaitu bukunya bertajuk The Vampyre.

Dalam buku nya, vampir digambarkan sebagai monster penghisap darah yang tidak mengenal ampun jika sudah mendapat mangsanya. Bahkan vampir-vampir yang lapar itu tidak akan meninggalkan mangsanya begitu saja sebelum menghisap habis darah didalam tubuh si mangsa.

Satu lembar ia sudah habiskan. Kini jemari lentiknya membalik kembali lembaran berikutnya.

Ia buka bab selanjutnya yang begitu menarik perhatian Haru. Namun sayang sekali karena lembaran dibagian tersebut telah robek sebagian.

"Pernikahan dengan vampir . . ." gumam Haru membaca judul bab.

Karena rasa penasarannya sebab tak bisa membaca kelanjutannya, membuat rasa kantuk Haru perlahan tiba. Pemuda manis itu menguap lebar sebelum memilih menjatuhkan kepalanya di atas buku tebal yang sudah ia tutup.

Memilih untuk tidur disana karena Haru rasanya sudah tidak kuat hanya untuk berjalan menuju kamarnya. Pemuda manis itu tertidur pulas dengan wajah yang nampak damai.

Sedang sedari tadi, sejak awal ia masuk kedalam perpustakaan ini. Diam-diam seorang pria dengan mata onyx terus memperhatikan gerak geriknya.

Lee Jillian— dengan kemampuannya untuk menghilangkan diri memilih menemani Haru dengan tidak menampakkan dirinya. Ia dekati pemuda bersurai pink itu, memilih untuk duduk di sampingnya. Ia perhatikan wajah seputih susu, bulu mata lentik serta bibir ceri milik Haru. Yang berhasil membuatnya terpana dalam sekejap.

Ia bahkan terkekeh ringan kala erangan kecil keluar dari bibir Haru. Netranya tidak berpindah dari pemandangan indah didepanya. Bagaimana sinar lentera menghiasi wajah itu, membuat Jill merasakan perasaan aneh dalam dirinya yang ia rasa salah.

***

Keesokan harinya, entah bagaimana kini Haru terbangun di atas ranjangnya. Seperti orang linglung— pemuda manis itu terdiam cukup lama. Ia tidak tahu jika semalam seseorang telah memindahkannya ke kamar, bahkan sekarang ia tidak ingat jika semalam ia sempat tertidur di perpustakaan.

Sibuk melamun, rupanya Haru tidak menyadari jika sekarang jarum jam sudah pukul tujuh lebih lima belas menit yang dimana ia sudah benar-benar terlambat.

"Astaga! aku terlambat!" buru-buru ia turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi.

Dilantai bawah, kedua orang sudah duduk di meja makan sembari menunggu Haru yang tak kunjung turun.

"Tumben sekali nona Haru belum menampakkan diri." ucap Akito heran.

"Ini sudah pukul tujuh lebih tuan muda, seharusnya nona Haru pergi ke sekolah."

Jill yang duduk dihadapan Akito menolehkan kepala ke arah tangga, memastikan jika Haru sudah berjalan turun.

"Saya akan memeriksanya ke atas." pamit Akito pada Jillian.

Namun ketika pria paruh baya itu akan bergegas, suara Jill tiba-tiba menghentikan.

"Biar aku saja."

Bloody Diamond || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang