12. For a Purpose

442 54 1
                                    

Haru terbaring di ranjang nya, ia memutuskan untuk tidak masuk sekolah karena keadaanya yang nampak buruk. Pemuda manis itu juga tidak melakukan apapun karena Akito yang akan mengurus segalanya.

Pria paruh baya itu merawat Haru dengan sangat baik seperti anaknya sendiri. Mulai dari membuat bubur untuk Haru dan juga menyiapkan obat-obatan Haru. Sedangkan Jillian, pria itu juga hanya mengamati semua yang dilakukan Akito.

"Akito. . . boleh aku bertanya?" tanya Haru ketika Akito tengah menyiapkan obat untuk diminumnya.

"Apa yang ingin anda tanyakan, nona?" balas Akito.

"Malam itu, apa yang sebenarnya terjadi. . . siapa yang tengah mengintai rumah kita?" tanya Haru yang sudah penasaran sejak awal.

Akito hanya terdiam dan tidak menjawab. Ia memberikan beberapa pil kepada Haru dan juga segelas air putih. Namun, Haru tak langsung meminumnya.

"Ada rumor yang sekarang mengkhawatirkan masyarakat, banyak ditemukan mayat-mayat dijalan. Mereka mengira jika itu adalah ulah vampir." Haru bersikeras membuat Akito berbicara, dan itu sepertinya berhasil ketika helaan nafas keluar dari bibir pria paruh baya itu.

"Itu adalah ulah outcast." jawab Akito.

"Nona Haru, kami berdua tidak akan melakukan hal itu. Meskipun kami sangat ingin meminum darah manusia tapi kami tidak akan melakukannya tanpa izin mangsa kami." Akito berdiri, ia merapikan selimut yang sedikit tersingkap.

"Dan apa yang terjadi malam itu adalah ulah outcast juga, mereka sudah mulai memburu kami." lanjut Akito lagi.

Haru memandang kedua orang itu dengan tatapan bingung, ia tidak mengerti kenapa itu semua harus terjadi. Haru sangat ingin tahu dan ingin mereka berdua menjelelaskan itu padanya. Obat di tangannya pun juga belum diminum karena terlalu fokus membicarakan ini.

"Apa masalahnya? kenapa para outcast itu muncul dan membuat kekacauan? Dan. . . apa masalah di antara kalian?" tanya Haru dengan cepat.

"Haru, jangan banyak bertanya. Kau harus sembuh terlebih dahulu. Biar ini menjadi urusan kita." timpal Jillian yang sedari tadi hanya diam. Pria itu menahan gemas ketika melihat Haru yang nampaknya lemah kini malah mengoceh panjang lebar karena keingintahuannya.

"T-tapi. . . !"

"Akito." yang dipanggil pun menegakkan tubuhnya dan berdiri tepat di samping tuan muda nya.

"Saya permisi dulu, nona." pria setengah baya itu pun membungkuk dan pergi dari kamar. Menyisakan Jillian dan Haru berdua di kamar itu.

Jillian memandang Haru lama. "Kau akan tahu semuanya, nanti." tukasnya dengan wajah dingin. Kemudian pria itu juga turut pergi dari sana, membiarkan Haru beristirahat.

Haru menghela nafas. Ia menundukkan kepalanya dan mengamati butiran-butiran pil itu dengan segala hal yang mengganggu pikirannya.

***

Disisi lain kini Lee Hwan nampak sendirian karena teman satu-satunya tidak masuk. Pemuda manis itu membawa beberapa buku di pelukannya, berjalan dengan pandangan melamun entah memikirkan apa. Ketika ia hendak berbelok, tubuhnya berjengit kaget karena dihadapannya muncul seorang pemuda.

"Kau. . . berjalan sendirian? dimana teman mu itu?" tanya Mark dengan suara rendah nya beserta tatapan anehnya. Entah apa yang dilakukan pemuda misterius itu kepada Hwan.

"A-apa yang kau inginkan?" tanya Hwan dengan suara terbata, pemuda polos itu nampak sedikit menundukkan kepalanya.

Mark tersenyum miring dibalik wajah tampannya. Ia bersandar pada dinding dan terus memperhatikan Hwan yang terlihat sangat gugup.

Bloody Diamond || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang