Forgotten Sea (6)

79 10 5
                                    

"Apa kamu kesal karena perhatianku teralihkan?"

".... "

"Jangan marah. Aku kembali, bukan?"

".... "

"Aku bahkan membawa anggur delima untukmu. Itu baru saja selesai difermentasi! Kita bisa mengambilnya kembali untuk Algie dan Konche-"

"Aku tidak marah. Tapi..."

Saat aku berbicara dengan Rafayel, ada perdebatan di belakang kami.

"Seseorang mencuri mata mutiara dari patung Dewa Laut di kuil. Anda pasti pencurinya!"

"Anda salah. Orang yang memberikan ini padaku... ada di sana! Saya tidak akan pernah berani menyentuh harta karun Dewa Laut!"

Pendongeng menunjuk dan para penjaga melihat aku dan Rafayel.

"Di sana! Tangkap mereka!"

"Apa mereka memenjarakan kita?" Tanyanya dan gerakan para penjaga yang tidak ramah sudah mewakili jawabannya. "Baiklah. Kita harus lari."

"Kita ceroboh! Rakyat jelata akan menggunakan koin untuk membayar. Bukan mutiara dari Laut Dalam!" Kataku

"Aku baru saja menemukannya di pasir sebelum kita-aduh!"

Aku meraih Rafayel dan menyeretnya ke gang sepi. "Kita tidak lagi aman di sini. Kita harus menemukan jalan kembali."

"Apa kamu tidak ingin tinggal?" Rafayel menyela pikiranku.

"Huh? "

"Jika itu keinginanmu, aku bisa mengalihkan perhatian mereka untukmu.

Dalam Buku Besar Dewa Laut, teksnya menyatakan bahwa aku tidak boleh menentang keinginanmu. Jika aku melakukannya, itu berarti kita tidak bisa terikat."

Dia berbalik dan menendang kerikil di kakinya.

"Aku hanya membutuhkan satu pengikut. Tidak harus kamu."

".... Apa kamu tidak takut aku memberitahu orang lain tentang Lemuria?"

"...Tapi kamu selalu ingin hidup di dunia permukaan, kan?"

Dia bingung. Aku hanya bisa menggeleng dan menggandeng tangan Rafayel.

"Aku tidak punya keinginan. Lagi pula, perayaan ini bukan tentangku." Kataku

Rafayel terkejut. Kemudian, di bawah patung Dewa Laut yang realistis, dia tersenyum.

"Acara ini juga tidak ada hubungannya denganku." Katanya

"Pencurinya ada di sini! Tangkap mereka!"

"Brengsek! Mereka menemukan kita!"

Rafayel mendorongku ke dalam bayang-bayang dan berjalan ke jalan.

"Apakah kalian semua menginginkan mata dari Dewa Laut? Aku punya banyak sekali. Ambillah."

Dengan jentikan pergelangan tangannya, mutiara yang tak terhitung jumlahnya dengan berbagai ukuran melayang di udara dan mengalir ke tanah.

Para pedagang di sekitarnya tertegun sebelum mereka mulai berkelahi satu sama lain, mengambil mutiara sebanyak yang mereka bisa.

"Milikku! Ini milikku...!"

"Berhenti! Tak satu pun dari Anda dapat mengambilnya. Itu hanya untuk para Utusan!"

Semakin besar godaannya, semakin kecil kemungkinan manusia untuk mempercayai apa pun yang terlihat.

Dapat dimengerti jika Dewa Laut berjuang untuk menemukan pengikut yang paling taat dalam beribadah kepada-Nya.

"Tuan, saya tidak ingin mata Dewa Laut. Bisakah saya mendapatkan boneka Dewa Laut Anda?" Ujar gadis kecil

"Ini. Ingatlah untuk menjaga mereka tetap bersama."

Rafayel memberikan boneka-boneka itu kepada gadis kecil itu. Dia kemudian meraih tanganku dan menarikku ke dalam malam.

Para penjaga telah menyerukan agar gerbang kota ditutup dan di barikade. Rafayel dan aku berlari menyusuri jalan setapak di belakang gunung.

Sayangnya, kami kini berdiri di atas tebing, tak lain hanyalah Samudera di bawah kami.

"Lompat." Ujarnya

"...? "

Karang dan bebatuan yang tajam dan bergerigi terletak di dasar. Satu kesalahan saja akan menjadi bencana.

"Kamu bercanda kan? Jika kita melompat, kita akan mati-ah!!"

"Tidak denganku di sini."

Rafayel mengabaikan protesku dan menendangku dari tebing.

Byurrrr!

Air deras memisahkan aku dan Rafayel. Kengerian akan tenggelam kembali menghantuiku.

Aku mengayunkan lenganku, tak berdaya, berusaha sekuat tenaga untuk mencapai permukaan.

"Rafayel...!"

Di bawah ombak yang bergelombang, aku hampir tidak bisa melihat.

Aku telah kembali ke hari yang menentukan itu, ketika aku dilempar ke laut.

Mungkin takdirku adalah mati di lautan. Lemuria hanyalah fatamorgana, mimpi yang tercipta di saat-saat terakhirku karena aku masih berpegang pada secercah harapan.

Air dingin dan asin membanjiri tenggorokanku.

Tidak peduli berapa banyak dewa yang ada di dunia ini, baik yang legendaris maupun yang hanya khayalan belaka, aku tidak dapat menaruh kepercayaanku pada Mereka.

Meski itu nyata, mengapa doaku tak terkabul? Bahkan sekarang, saat aku semakin dekat ke pintu kematian, aku sendirian.

"Pegang erat-erat."

Sebuah suara berbicara di samping telingaku. Aku membuka mataku dan melihat sosok familiar namun buram.

Dia memegang erat tanganku, menggunakan seluruh kekuatannya.

"Rafayel..."

Aku ingat. Meski aku berharap para dewa ada, seseorang telah menjawabku.

Dia tidak mengatakan apa-apa. Dia menangkup pipiku, dan kepalanya mendekat.

.

.

Naas sih jadi mc. Takdirnya selalu jadi tumbal di manapun timeline-nya.

Pas dia jatuh lagi ke laut (ya walau karena si doi juga yg main nendang :v) , pikirannya balik lagi pas dia dibuang ke laut (sebelum ketemu rafa) saking traumanya. Bahkan dia mikir kalau ketemu rafayel dan Lemuria cuma mimpi belaka alias ga nyata sampe akhirnya suara rafayel terdengar, baru mc percaya dan yakin dia punya harapan.

Rafayel's momentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang