27. Tanpa Pamit

1.4K 94 5
                                    

Bian berdiri dan menghambur ke pelukan sang sumber suara. Tidak akan pernah bosan rasanya ketika memeluk salsa, bian hanyut dalam kenyamanan tak ingin lepas, tak ingin wanita ini menjauh.

"Mas kamu kekencengan aku sessak." Bian melepas dekapannya

"Hahh hh hh"

"Mama gimana sal?"

"Mama udah jauh lebih baik mas, udah mau makan dan lebih banyak istirahat sekarang."

"Terimakasih ya sal, kamu masih mau mengurus mamaku, walau aku berulang kali nyakitin kamu."

"Mama Rianty mama aku juga kalau kamu lupa. Jadi, kamu gak perlu merasa berhutang ya mas." Salsa melempar pandangan pada Bian dengan sangat imut yang ia pun tak sadar menampilkan raut itu di depan Bian.

Cup

"Kamu jangan imut gituu, aku gemas." Bian mencium bibir salsa sekilas membuat mata salsa membulat sempurna dan wajahnya memanas. Setelah itu salsa menunduk tak lagi berani memandang Bian.

"Kamu kenapa? Kamu masih istri aku jadi yang tadi aku lakuin itu tanda sayang gak usah malu." Bian menangkup wajah salsa lalu ia bawa ke dada bidangnya.

"Masih, berarti ntar lagi udah engga ya?"

Bian menjauhkan tubuhnya lalu kembali menangkup wajah salsa, ia tarik tengkuk salsa lalu ia lumat bibir salsa dengan rakus bersamaan dengan air mata yang terus membasahi wajahnya dan ikut membasahi wajah salsa. Lalu ia hujani seluruh wajah salsa dengan kecupan hingga tak terlewat satu sisi pun. Ia pandang wajah salsa lamat lalu ia dekap sang istri dengan erat.

"Itu hukuman karena kamu masih aja terus membahas pisah."

"DIh, itumah enak di kamu."

"Kan namanya hukuman, aku nyari yang enak di aku lah."

"Udah ah, aku mau balik ke mama aja."

Belum sempat salsa pergi, Bian kembali menarik tangan salsa lalu mengeratkan genggamannya di bahunya.

"Sal, dengerin aku ya. Sampai kapan pun aku ga akan pernah mau menceraikan kamu, dengan alasan apapun. Papa dan Mama gak akan bisa merubah keputusan aku."

Salsa kembali duduk dan menarik tangan suaminya untuk duduk disebelahnya.

"Mass, aku tau beban kamu banyak dan berat. Aku adalah salah satu beban yang paling mungkin untuk kamu lepaskan." Salsa mengelus tangan Bian yang masih dalam genggamannya.

"Maaf kalau aku pernah menganggap kamu sebagai beban, tapi sekarang bagi aku kamu jalan hidupku sal, seminggu tanpa kamu aja hidupku berantakan bagaimana kalau lebih lama lagi? Aku tidak hanya akan Gila tapi aku lebih milih mati."

"Hiiih ngomongnya lebay. Mati mati gak ada yah gak ada yang boleh mati."

"Kamu akan lihat nanti sal, kalau aku dan kamu benar benar pisah. Aku lebih milih untuk pisah ama semuanya tidak hanya kamu." Bian serius dengan ucapannya dan salsa dapat melihat itu dari sorot mata Bian.

"Udah udah ya gak usah ngomongin mati mati. Sekarang aku mau ketemu mama di kamar rawat."

"Kamar?, mama udah gak di ICU sal?"

"Udah engga, makanya jadi anak tuh perhatian dong jangan malah lari terus cari kenyamanan sendiri."

"Makasih makasih sal, aku yakin ini berkat kamu. Makasih sayang" Bian kembali menghujani wajah salsa dengan kecupan, kali ini wajah salsa tidak lagi basah karena air mata melainkan karena kecupan Bian.

***

Reyza terduduk di sebuah ruangan dalam rumah gedong yang dilapisi marmer disetiap sudutnya. Di depannya telah duduk sosok yang ia segani bahkan takuti.

Lose and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang