35. Lose

1.3K 89 19
                                    

"Loh, Sepertinya usia kandungan udah 6-8 minggu loh pak."

Entah harus senang atau sedih Bian bingung harus berekspresi seperti apa.

"Dijaga ya istrinya. Jangan terlalu bnyak di gempur kasian." Dokter tersebut lalu tertawa dan mengedipkan sebelah matanya ke arah Bian.

Bian menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Baik dok, terimakasih ya dok."

***

Bian memandangi wajah pucat salsa dengan terus menggenggam dan mengelus tangan salsa yang kini sedang menerima infus. Mereka berganti posisi, Salsa di brankar dan Bian duduk di sebelah brankar sambil menggelatakkan kepalanya di kasur brankar.

Salsa mengerjapkan matanya saat sayup mendengar suara orang yang lagi berdebat. Ia mencari sumber suara dan melihat Reyza sedang menumpahkan tangisnya di depan ruang rawat VVIP berhadapan dengan Bian. Hati salsa merasa gelisah melihat adegan itu, apa mereka kembali berhubungan?, apa Bian luluh terhadap Reyza pertanyaan pertanyaan overthinking itu kembali menyergap salsa karena ia tak bisa melihat raut wajah suaminya yang membelakanginya.

Salsa makin gusar ketika melihat Bian mengelus sebelah bahu Reyza seolah sedang menenangkan. Tak terasa mata salsa mengeluarkan bulir yang tak lagi mampu ia tahan, dadanya bergemuruh pikirannya riuh. Apa kali ini ia salah mengambil keputusan lagi?, apa kali ini Masih wanita itu pemenangnya?. Salsa kembali mengingat riwayat chat yang dikirim Reyza, foto foto itu, kata kata Reyza seolah kembali menguatkan salsa bahwa keputusan kali ini kembali salah.

Reyza menyadari salsa yang terbangun, ia segera meluk Bian erat setelahnya memberi kecupan singkat di pipi Bian lalu berlalu meninggalkan Bian, membuat salsa membuang muka tak ingin melihat kemesraan dua orang itu. Yang tak salsa lihat adalah penolakan Bian dan gerakan Bian menghapus bekas kecupan Reyza seolah jijik.

Bian berjalan menghampiri salsa kembali duduk dan menarik tangan salsa untuk ia genggam. Namun, Salsa refleks menarik tangannya menjauh yang membuat Bian sadar salsa telah bangun dari tidur lelahnya.

"Sayang kamu sudah sadar?" Bian berusaha menangkup wajah Salsa. yang ia dapati adalah wajah istrinya yang basah dengan kelopak yang mulai memerah.

"Sayang, kenapa? ada yang sakit?"

"Aku mau pulang m mas" Salsa berusaha bangkit dan ingin menjauhkan dirinya dari Bian hingga ia duduk di sandaran kepala brankar.

"Loh loh, kenapa? jangan dulu kamu masih harus dirawat. Kenapa sayang? perutnya sakit? aku panggilin suster ya?"

"Aku hanya mau pulang mas, aku gapapa cuma kelelahan kok."

"Engga sal, kamu ngebahayain diri kamu dan anak kita sal."

Mata salsa terbelalak mendengar kata kata Bian.

"K kk kamu tau aku hamil?"

Bian menatap salsa dan mengangguk mengiyakan pertanyaan salsa

"Mm ma maaf mas, aku yang akan merawatnya. Aku janji dia gak akan temui kamu. Kamu gak perlu khawatir. Aku janji dia gak akan pernah nemui kamu ataupun keluarga Yuditama."

"Maksud kamu? kamu mau dia lahir tanpa ayah? kamu mau dia hidup tanpa sosok ayah?"

Salsa terdiam.

"Aku yang akan menjadi ayahnya mas. Kamu gak perlu khawatir. Sebenarnya aku mau izin untuk kita bercerai sampai dia lahir biar di akte lahirnya tetap punya nama ayah" Salsa menjawab dengan tertunduk takut Bian memaksanya untuk menggugurkan kandungannya. Ia usap air matanya dan menguatkan diri.

"Tapi, kalau semisal mas berkeberatan aku gapapa mas, biar aku yang akan jelaskan sama dia nanti." Salsa mencoba menatap manik Bian walaupun rasa takutnya sangat besar.

"Maksud kamu apa sih? aku ga ngerti loh. Kamu ada yang sakit? atau kepala kamu sakit? kok bicaranya ngawur dan tiba tiba bicara pisah?" Bian mengerutkan keningnya dan meraih kepala salsa untuk ia dekap erat di dadanya.

"Gapapa mas, aku kan udah pernah bilang kalau ternyata kali ini kembali tidak berhasil kita berdua harus terima untuk berpisah."

"Aku gak ngerti maksud kamu sayang, siapa yang mau berpisah? aku gak akan pernah mau. Aku juga kan pernah bilang kalau aku ingin memperbaiki semuanya dan tidak akan pernah mau berpisah. Kamu minta aku untuk membuktikan, aku lagi berusaha membuat kamu percaya."

"Kamu gak perlu memaksakan diri kamu mas, Mama udah tenang di atas sana. Soal papa dan kak Novia akan aku jelaskan secara perlahan, yang aku inginkan cinta tulus dari kamu mas, bukan paksaan. Kalau memang masa lalu kamu masih jadi pemenangnya aku yang akan mundur. Kamu gak perlu memaksakan diri kamu untuk mencintaiku mas. Soal anak, aku yang akan mengurusnya, kamu anggap saja tidak pernah memiliki anak dari aku."

"sal. maaf." Nada Bian melemah. Ia tarik kepala salsa lalu ia kecup puncak kepala salsa.

"Aku tidak bermaksud membohongi kamu." Salsa makin terisak kali ini ia tidak dapat menahan senggukan dalam tangisannya.

"Gapapa mas, Pergilah Kejar wanita yang kau cintai. Aku gapapa, aku bisa mengurus diriku sendiri."

Bian menangkup wajah salsa lalu ia kecup kening salsa lama. Setelah itu ia berlalu menjauh dari salsa mengarah ke pintu rumah sakit. Salsa hanya melihat punggung Bian dan meratapi nasibnya, ia kembali bertanya pada semesta kenapa dia yang kembali kehilangan kenapa tidak ada yang benar benar berjalan bahagia dalam hidupnya. 

Salsa menunduk dan makin menjerit sambil terus memegang dadanya.

________________________________________________________________________________

HAI HAI HAI

Comment dan votenya dong. jangan pelit pelit lah...














Lose and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang