31. Fakta

209 14 1
                                    

mari berteman di ig author = @evrytanadha dm aja nanti di follback kok cmiww

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Only Love Can Hurt Like This – Paloma Faith

~~~~~

“Ketika kehadiranmu tidak dianggap, ingatlah bahwa kamu sedang belajar cara peduli.”

~~~~~

Apapun hal yang sudah kamu lakukan hari ini begitu hebat entah disukai orang lain ataupun tidak. Menjadi orang baik bukanlah suatu tindakan kejahatan walaupun pada akhirnya balasan perih dari orang-orang membuatmu merasa dimanfaatkan. Semua hal yang dilakukan di masa lalu seolah lenyap hanya karena sebuah ego yang tak kunjung lebur.

Ego? Tidak ini lebih seperti penghinaan baginya.

“Baru jadi istri direktur udah sombong, inget gak lo siapa yang jilat ludah sendiri? Gak malu lo jilat ludah sendiri, paling juga gak lama udah punya madu.”

Kalimat pedas seseorang selalu melintas di kepala cantiknya, banyaknya hal yang ingin dia tanyakan kepada sang papa seolah lenyap digantikan amarah yang meledak-ledak. Sorot matanya begitu tajam menatap sosok bajingan yang masih duduk di sofa yang dia beli ratusan juta beberapa tahun yang lalu. Laki-laki ini memang tidak punya malu.

Perempuan itu tidak merespon hal apapun yang dilakukan sang papa, ia hanya diam tanpa ekspresi melihat laki-laki terjerambab ke belakang setelah mendapat bogeman keras. Banyaknya kalimat sakral yang keluar dari bibir sang papa tidak membuatnya tersulut emosi ikut memberikan bogeman mentah kepadanya.

“Ayo lagi Pa, pukul adek lagi biar sekalian mati!”

“Kamu ngomong apa Dek? Sejak kapan kamu jadi seberani sama papa hah? Papa gak pernah ngajarin kamu ngomong kasar kayak gini, sekarang cepat minta maaf ke Kakak!” perintah Imam tidak bisa diganggu gugat.

Seseorang yang diperintahkan tadi hanya menaikkan satu sudut bibirnya tersenyum remeh. Dia sudah merasa sejak dulu memang tidak diperhatikan, lalu untuk apa sampai sekarang masih ditutupi fakta seterang ini?

“Ada yang salah dari ucapan adek Pa? Enggak kan, lagian buat apa adek minta maaf ke orang yang gak punya malu? Dulu bilangnya gak sudi sekarang malah jadi suami, dasar penjilat.”

“Tutup mulutmu Reno!”

“Terus bela aja anak kesayangan Papa, emang sejak dari dulu Kakak nomer satu di mata Papa. Iya aku tahu aku gak sepinter Kakak, Reno tahu Pa Reno gak semanipulatif Kakak.”

“Bagaimana Adek berbicara seperti itu? Sedari dulu papa melihat Kakak mengalah dalam segala hal. Semua mainan yang Kakak punya juga pecah kamu banting karena masalah sepele. Adek inget gak laptop kesayangan Kakak pemberian Mama juga telah rusak terkena bola basketmu. Suara Mama ada di laptop itu Dek, kenangan terakhir dari Mama juga Adek rusakin.”

Suara Mama?

“Papa udah, Pa.” Rani berucap demikian karena dia telah ikhlas kehilangan kenangan terakhir dari sang mama, dia tidak ingin membuka luka lama.

Cuaca cerah di pagi hari mendadak lenyap digantikan awan mendung melihat suasana di ruang keluarga kaya. Para pelayan yang mengerjakan tugas mereka masing-masing menghentikan pekerjaan mereka sejenak guna melihat apa yang tengah terjadi. Tidak jelas apa yang tengah di bahas namun mereka yakin saat ini ketiga orang itu bersitegang.

“Batu sebesar apapun akan terbelah jika menerima tetesan air setiap harinya. Membuka hati tidak ada salahnya daripada tidak membuka sama sekali Ren, kamu gak akan tahu setiap harinya Mas Tama mengirimkan bunga beserta tulisan yang dia tulis sendiri kepada kakak. Kamu gak akan tahu pengorbanan pria itu yang berdiri seharian penuh hanya untuk mendengar permintaan maaf dari kakak,” ucap Rani menundukkan kepala.

“Kakak memang salah di awal menilai Mas Tama, tapi sekarang kakak yakin Mas Tama memang orang pilihan terbaik Papa.”  Rani memegang tangan Imam setelah mengucapkan itu, ia menarik sang papa agar duduk meredakan emosi.

“Iya kakak memang jilat ludah kakak sendiri, kakak mengakuinya. Maaf dulu kakak pernah menyalahkanmu atas semua hal yang berkaitan dengan Mas Tama, kakak minta maaf.”

Hening.

Keadaan hening menyapa semua orang yang diam, hanya bunyi dentingan jarum jam besar yang terdengar hingga sang nyonya muda kembali bersuara.

“Kakak sangat kecewa mendengar ucapanmu tadi, secara tidak langsung kamu mendukung kakak iparmu untuk menikah lagi. Kamu gak bisa jaga perasaan kakak, Dek,” Rani menghela napas melanjutkan ucapannya, “mulai hari ini kakak akan berhenti membayar uang kuliahmu dan segala kebutuhanmu, untuk mobil dan motor yang kakak berikan tidak diambil, anggap saja hibah dari kakak. Adek gak pengen diatur? Oke mulai sekarang Adek bebas.”

Rani menatap sang papa yang juga menatapnya degan tatapan sendu. “Kakak pulang dulu Pa, sepertinya kehadiran kakak di sini membuat adek tidak nyaman. Besok kakak jemput papa, ada sesuatu hal yang ingin kakak bicarakan dengan Papa.”

“Terimakasih telah menjadi adek yang baik buat kakak, maaf selama ini kakak sering marah kepadamu. Mungkin kedepannya kakak jarang berbicara dengan adek, sekali lagi terimakasih.”

***

“Sayang aku pulang….”

Seseorang yang baru melangkahkan kaki dengan riang ke dalam rumah itu merasa bingung, kenapa rumahnya begitu gelap? “Sayang lupa nyalain lampu ya?” tanyanya kepada diri sendiri.

Tujuan utamanya saat ini adalah kamar tidur, mungkin istrinya berada di sana. “Sayang?”

“Eh Mas maaf aku gak denger lagi dengerin musik tadi.”

Tama mengangguk paham, ia bergegas menuju kamar mandi membersihkan tubuhnya. Melihat sang istri yang sudah berdandan casual membuatnya tidak ingin lama-lama berada di kamar mandi. Bibir sang istri lebih menggoda untuk dia kunyah, walaupun tidak membuat kenyang namun membuatnya senang.

“Udah ketemu Papa kan tadi?”

Rani mengangguk.

“Gimana sayang udah seneng?”

Rani kembali mengangguk.

Tama melihat itu mendadak tidak suka, mood bahagia yang berasal dari kantor langsung lenyap melihat respon tidak berarti dari Rani. Ia menepikan mobil secara kasar di pinggir jalan, menyandar ke jok dan menyilangkan tangan di depan dada.

“Loh kenapa berhenti Mas?”

Rani bertanya bingung kepada Tama, perempuan itu memperhatikan sang suami yang merasa jengkel. “Aku lagi sariawan Mas, makanya aku males bicara.”

Tama tidak percaya begitu saja, ia memiringkan tubuh dan menarik dagu Rani agar mendekat. Ia juga tidak segan membuka bibir dalam Rani memastikan sariawan benar-benar ada di dalam sana. Sepanjang mata memandang dia tidak menemukan benjolan sariawan, matanya naik menyusuri hidung Rani dan mengecupnya. Matanya menyipit bingung melihat mata sang istri terlihat kecil sekali tidak seperti biasanya.

“Mata sayang kenapa sembab?”

Pertahanan Rani runtuh, ia menunduk dan menangis tersedu-sedu mengenang semua peristiwa yang pernah terjadi antara dirinya dan juga Reno. Semua kenangan masa kecil sangat menyenangkan namun kenapa tidak bisa bertahan hingga dia dewasa?

.
.
.

STAY SAFE

11 July 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang