28. Intimate

220 13 2
                                    

🔞

yuhuu cegilnya mas tama udh tau peringatan di atas kan? ayy mohon bgt yg belum 18+ skipp aja part ini, sekian selamat membaca 🙏🏻

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

My Love - Westlife

~~~~~

“Aku menghabiskan sebagian besar malam di rumah untuk jatuh cinta padamu.”

~~~~~

Is-is-tiqfar Mas, a-aku mohon istiq- Mas!”

Rani berteriak dengan keras melihat Tama menghujamkan sebuah gunting tajam miliknya ke arah ulu hati. Merasa nyawanya terancam dengan pria di depannya membuat Rani mendorong Tama dan menendangnya hingga tersungkur ke belakang. Rani berlari secepat mungkin menuju gagang pintu, berhasil dia berhasil memegangnya namun tidak lama karena pria itu sudah merangkul pinggangnya.

“Rani? Nak ada apa?” seru orang di luar pintu mendengar teriakan keras dari sosok menantu yang mereka sayangi.

“Mau kemana sayang?” tanya Tama di samping telinganya.

Tama merangkul erat Rani seolah tidak peduli dengan beberapa orang yang ada di luar kamar, bisa saja orang di luar berasumsi terjadi adegan panas antara keduanya.

Tubuh Rani tegang bukan main, perempuan itu merapalkan doa taubat di detik-detik akhir hidupnya. Dia tidak percaya akan mati di tangan suaminya sendiri. Bagaimana menghentikan pria ini? Tama cemburu buta, ia baru menyadari suaminya ini tengah dilanda cemburu buta!

“A-aku bisa jelasin semuanya dari awal Mas, aku mohon” pinta Rani secara terbata-bata.

“Semuanya sudah jelas sayang.”

Rani menggeleng panik saat ujung gunting menempel pada leher tepat di urat nadi, membayangkan gunting itu menembus lehernya sudah cukup membuatnya mual. Secara perlahan ia menurunkan gunting itu dan mengelus punggung tangan Tama lembut.

“Bibir manismu ini memang mampu meluluhlantakan pertahananku sayang, apalagi orang lain,” ucap Tama mengusap bibir Rani secara sensual.

“Ini milikku kan?” tanya Tama mengecup bibir Rani sekilas.

“Ini juga milikku kan?”

Tama mengusap perut Rani dari dalam piyama, tangan pria itu naik ke atas menemukan sebuah gumpalan lemak yang begitu menggodanya. “Ini hanya milikku,” ucapnya penuh tekanan meremas keras dengan sebelah tangan.

Rani meringis dibuatnya, ia bersusah payah mengambil gunting dan melemparnya ke segala arah. “Du-duduk dulu ya nanti aku jelasin.”

Rani menuntun Tama duduk di pinggir ranjang dengan dia berdiri diantara kaki Tama. Perempuan itu masih meringis kesakitan dimana sekarang kedua tangan Tama meremas buah dadanya secara kasar. “Diem dulu dengarin penjelasan aku, dada aku sakit sayang,” ucap Rani lembut memberi pengertian kepada Tama yang tak kunjung menyudahi kegiatannya.

“Aku mohon dengerin dulu penjelasan aku, Mas.” Rani melepaskan cengkraman Tama di pinggangnya dengan perlahan, dia tidak ingin menyinggung perasaan pria ini lagi dan berakhir menegangkan seperti beberapa detik yang lalu.

“Aku bukan friendly ke semua orang Mas Tama, aku hanya sebisa mungkin bersifat ramah. Kevin kemarin itu dirrect message ke aku dan kebetulan aku juga ada kegiataan di sekitar arena sana. Aku cuma pengen bangun citra positif resto aku, dengan begitu Kevin bisa ajak temennya yang lain untuk langganan di resto,” ucapnya lembut dengan mengusap kerutan di dahi sang suami.

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang