12. Wished

161 10 0
                                    

mari berteman di ig author = @echanwifeys dm aja nanti di follback kok

~~~~~
Selamat Membaca
Monggo Enjoy
~~~~
Cupid – Fifty Fifty
~~~~~
“Berhenti mngeluh, teruslah tempuh jalan yang jauh.”
~~~~~

“Pak Tama yakin bisa memimpin rapat dengan kondisi Bapak seperti ini?”

Tatapan tidak enak langsung tertuju kepada sosok perempuan cantik yang menjabat sebagai sekretaris di perusahaan yang dia pegang ini. Sudah berkali-kali perempuan itu bertanya hal yang tidak penting mengenai kondisi tangannya yang tengah dia gendong sendiri, ini hanya masalah kecil yang tidak perlu dibesar-besarkan.

“Jika kau bertanya sekali lagi akan kupastikan bonus lemburmu bulan ini tidak akan cair.”

“Ah bukan begitu Pak, saya hanya memastikan keadaan Bapak. Saya tidak bermaksud meragukan profesionalitas Bapak sebagai pemimpin, namun saya haya menjalankan SOP yang berlaku mengenai karyawan yang tengah sakit,” ujar perempuan itu dengan sopan.

“Sudahlah jangan mengaturku seperti ini, ingat siapa yang menggajimu.”

Perempuan yang sudah sangat hapal karakter bosnya itu hanya bisa meremas tangan dengan kesal, jika ada botol air mineral bisa saja melayang ke kepala pria tampan di depannya ini. Beruntung keberaniannya hanya sebatas angan-angan karena jika benar terjadi karirnya akan terancam dan bisa saja dia dipindahkan di divisi lapangan.

“Sabar orang baik sabar, daripada harus panas-panasan di divisi lapangan,” gerutu sang sekretaris.

Tama menghiraukan perkataan sekeretaris yang tidak begitu penting di dalam hidupya, sekretaris yang selal berganti setiap satu semester sekali. Entah mengapa untuk saat ini dirinya begitu cocok dengan yang sekarang, Tama tidak yakin sudah berapa lama sekretarisnya yang sekarang bersamanya.

“Setelah selesai rapat aku ingin istirahat di ruanganku, jangan biarkan siapapun mengangguku.”

“Baik Pak saya mengerti, sekedar mengingatkan nanti malam anda ada pertemuan dengan Pak Imam beserta keluarga.”

Langkah kaki Tama berhenti mendengar keluarga dari sang calon istri itu, setelah menghilang satu minggu keluarga itu kembali mencarinya? Ia akui memang cukup sibuk belakangan ini dan hanya melihat-lihat foto sang calon di instagram tanpa berkirim pesan.

“Papa ikut?”

“Tuan Waluya beserta Nyonya Santi akan ikut, Pak.”

Tama berdecak tidak suka mendengar nama perempuan tua yang akan ikut bersamanya nanti, selalu saja membuat perasaannya tidak senang bahkan hanya mendengar namanya disebutkan. “Bilang ke Papa aku akan langsung ke restoran yang telah di pesan,” ujar Tama dan segera memasuki ruang rapat untuk memimpin rapat hari ini.

Pria yang akan memasuki kepala tiga itu memimpin presentasi di depan para kolega dengan sangat baik. Bukan presentasinya yang dipuji melainkan dirinya yang mampu berdiri dan entah bagaimana kabar pernikahannya sudah didengar oleh beberapa kolega.

“Saya doakan yang terbaik untuk Pak Tama dan juga istri.”

“Semoga berjalan dengan lancar.”

Tama tidak menanggapi dengan serius ucapan selamat yang berdatangan menghampiri dirinya karena dia sendiri pun belum yakin dengan keputusannya nanti. Mau tidak mau nanti malam dia sudah harus memiliki jawaban untuk Imam sebagai pria jantan. “Aku yakin seratus persen kamu akan tunduk denganku Ran, Papamu saja sudah tunduk kepadaku,” ujar Tama dengan satu sudut bibir terangkat ke atas.

***

Jari-jemari bermain lincah di atas layar ponsel dengan mulut berisikan makanan manis pengubah suasana hati, kaki bersila di atas paha yang bisa dia rasakan kram akan menghampirinya. Perempuan cantik itu menunggu dengan malas kedatangan sosok tamu yang dia nanti-nantikan.

“Rileks aja Pa biar kakak yang ngomong nanti,” ucapnya terhadap sang papa yang nampak cemas menghadapi ini semua.

“Ngomong yang sopan ya Kak, papa juga bakal ngomong nanti.”

Rani hanya mengacungkan jari jempol ke atas sebagai jawaban, kecemasan sang papa ini melebihi kecemasan pada saat Tama kecelakan beberapa waktu yang lalu. Di tengah kesunyian itu ia harus merekahkan senyum manis melihat tamu yang ditunggu sudah berada di jangkauan matanya. 

“Pak Imam maaf atas keterlambatan ini, biasalah Jakarta masih suka macet.”

“Maklum Pak Waluya namanya juga ibukota, mari silahkan duduk.”

Imam mempersilahkan kedua orang itu untuk duduk terlebih dahulu dan meyuruh memesan makanan. “Pak Tama tidak ikut?” tanya Imam menyadari ketidakhadiran calon mantu yang tidak jadi.

“Ah itu Tama berangkat dari kantor, mungkin sebentar lagi sampai,” ucap sang perempuan paruh baya yang Rani ketahui sebagai ibu dari Tama.

“Perasaan telat mulu, kantornya di Jakarta bagian mana sih?” tanya Rani pada dirinya sendiri.

“Kamu cantik banget malem ini Rani, mantu ibu benar-benar cantik dan menawan.”

Rani yang mendengar pujian dari ibu pria sombong itu hanya bisa membuang muka dan tersenyum kecil, mantu dari mana jika malam ini tidak akan ada hubungan lebih lanjut. Sedangkan Imam hanya bisa tersenyum kecut, ia memandang putrinya dengan perasaan bersalah yang cukup dalam. Ia hanya bisa berharap hubungan putri dengan putranya berjalan damai karena nyatanya Reno tidak ikut dan memilih keluar entah kemana.

“Ah itu dia Tama.”

Semua mata memandang kehadiran seseorang itu dengan senyum yang entah kenapa muncul secara tiba-tiba. Kemeja katun lengan pendek berwarna coklat dipadukan dengan celana berwarna krem menambah aura uang yang kental di pria itu, jangan lupakan dengan dompet hitam yang berisikan banyak uang. Rani yakin di dalam dompet itu juga berisikan banyak kartu debit prioritas.

“Fokus tujuan awalmu Ran, fokus jangan sampai masuk ke jurang,” ujar Rani lirih menyemangati dirinya.

Rani banyak mengetahui Tama dan juga keluarganya lebih suka mengenakan pakaian casual di manapun mereka berada. Bukan dengan jas ataupun toxedo yang seperti memeluk tubuh erat. Mungkin seperti itu cara berpakaian orang kaya.

Imam yang melihat kehadiran Tama dengan cepat mempersilahkan pemuda itu untuk duduk dengan nyaman. Kedua keluarga itu makan dengan tenang dan sesekali bersenda gurau dengan masa lalu, Rani bahkan tidak yakin sebelumnya jika papanya akan bisa setenang ini dan menganggap semua hal menjadi biasa sebelum melakukan pernyataan.

“Orang kalau makan ya lihat makanan bukan matanya jelalatan kemana-mana,” cibir Rani pelan melihat pria di depannya yang sedari tadi memperhatikannya dalam diam.

Rani menyanyangkan duduk yang diatur sedemikian rupa, dia tadi sudah senang duduk di depan ibu dari Tama namun dipatahkan saat pria itu justru mengambil hak duduk di depannya. Posisi inilah yang membuatnya kecewa sekaligus tidak bisa bergerak dengan leluasa karena mata manis itu menatapnya dengan lekat.

Senyum pria matang di depannya seolah mengisyaratkan sesuatu yang dia tidak tahu. Apa yang sedang dia rencanakan?

“Ayo Pak Imam kelanjutan hubungan ini seperti apa, lihatlah sepertinya sudah ada benih-benih cinta yang tumbuh diantara anak kita,” ujar Waluya dengan melirik anak dan juga calon mantunya.
.
.
.

STAY SAFE

apapun hasil indonesia vs guinea nanti jgn dihujat ya adicks” 😘

4 May 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang