4. Itikad Baik

191 15 0
                                    

jangan lupa pencet bintang yah

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Here’s Your Perfect – Jamie Miller

~~~~~

“Percaya saja pada kesempatan yang ada dan kau akan tahu jawabannya.”

~~~~~

“Yaelah Kak tegang banget kayak lagi mau nyaleg aja, chill bro.”

Sosok perempuan yang tengah diejek oleh sang adik semakin merasa kesal, dia ini bukan tegang namun kesal. Reno bisa tenang karena uang jajannya akan bertambah setelah ini, sedangkan ia apanya yang bertambah? Justru kewajibannya kepada sang suami yang akan bertambah.

“Diem aja bisa gak sih Ren, dari tadi perasaan ngedumel mulu kek mulut tetangga.”

Reno mengurucutkan bibirnya ke depan mendengar perkataan sang kakak, dia hanya bertanya namun kenapa justru kata-kata mutiara yang dia dapatkan?

“Eh Kak nanti kalau ternyata abang ipar udah keriput gimana?” tanya Reno penasaran ingin mendengar jawaban dari perempuan angkuh di sampingnya ini.

“Batalin aja sih, jangan dipikir panjang kali Ren.”

“Kalau Papa maksa Kakak buat tetep nikah?” tanyanya lagi.

“Orang kakak gak mau kok dipaksa, suruh Papa aja yang nikah sama dia.”

“Hahahaha kocak bisa gitu ya,” ujar Reno sembari menekan perutnya agar tidak sakit saat tertawa.

Rani tidak memperhatikan tingkah Reno yang membuatnya ingin menceburkannya ke parit, ia hanya fokus terhadap pintu restoran bintang tiga yang dibicarakan Papanya kemarin. Ia sebenarnya menggeleng karena pada dasarnya ini hanyalah sebuah resto makanan khas Jawa yang di balut dengan sedikit elegan. Bahkan Papanya tidak memesan sebuah private room yang seharusnya sangat berfungsi jika saja dia tantrum di kemudian jam yang akan datang.

“Emang dasarnya China KW super ya kayak gini, pantes uangnya banyak orang buat anaknya sendiri aja mikir berkali-kali,” cibir Rani pelan kepada sang papa.

“Kakak boleh makan dulu nggak Pa? Kakak tadi siang belum sempet kemasukan nasi karena buru-buru dandan loh, Pa.”

Pria paruh baya itu mengalihkan pandangan dari ponsel untuk menatap putri cantiknya sejenak, menyatukan alis seolah tidak setuju dengan permintaan anaknya. “Kamu ini yang sopan dikit kenapa sih Kak, masa tamunya belum dateng kamunya udah kenyang duluan. Ditahan aja, calonmu ini sebentar lagi dateng.”

Menghembuskan napas lelah yang hanya bisa Rani lakukan, dia deg-degan setiap melihat pria setengah baya yang memasuki resto karena mengira mungkin itu calonnya.

“Lo pokok harus siap ngucapin buat nolak ajakan baik ini Ran, ingat harga diri lo masa mau nikah sama aki-aki tua,” ucap Rani dalam hati.

Sekian lama menunggu hingga membuat pantatnya kram, perempuan itu beranjak dari duduknya dan berjalan mengelilingi resto. Entah kesibukan apa yang membuat calonnya itu telat hingga satu jam lebih, nilai minus sudah dia sematkan kepada pilihan sang ayah karena tidak on time.

“Mau nunggu sampai kapan ini Pa, keburu benyek tuh mie rebusnya,” ucap Rani merasa khawatir dengan mie yang telah dia pesan.

“Eh tapi dilihat-lihat konsep restonya bagus juga yah, klasik sama futuristik bisa masuk gitu yah. Ini kalau gue buka resto di Bali cocok gak sih, nemu mangsa pasarnya gak yah? Nanti kalau lidah bule gak cocok sama rasa rawon gimana? Ah nambah lagi dah pikiran gu-”

“Kakak!”

“Aduh apaan sih Ren?” tanya Rani tidak suka karena Reno membuatnya kaget.

“Calon Kakak kecelakaan.”

“Hah?”

Seolah belum menemukan jadi dirinya yang entah hilang kemana, Rani hanya pasrah saat tangannya ditarik dengan kasar oleh Reno dan dibawa lari. Ia bisa melihat dengan jelas bahwa sang Papa merasa sangat khawatir karena sepanjang jalan hanya diam dan berdoa, sedangkan Reno yang tengah membaca maps itu mengumpat karena jalan yang dilaluinya tengah macet.

“Pelan-pelan Ren, kita juga bisa celaka kalau kamu bawa mobil kayak gini.”

Rani bingung akan semua yang terjadi begitu cepat, ia mengikuti langkah kaki sang Papa dari belakang dan meninggalkan Reno yang pusing sendiri mencari parkiran. Rani melihat di depan ruang UGD terdapat seorang pria paruh baya dan sosok perempuan muda tengah duduk cemas. Hanya melihat itu membuat pikirannya berkelana kemana-mana, bahkan anak dari calon suaminya seumuran dengannya?

“Papa ini nggak salah?” tanya Rani dengan menggoyangkan lengan papanya cukup keras.

“Apa sih Kak, orang lagi kena musibah masih aja tanya hal-hal gak penting,” sarkas sang Papa.

Perempuan muda itu menahan tangisnya, hanya karena uang sang Papa rela membentaknya seperti ini.

“Pak Bowo keadaannya gimana, baik Pak?”

“Maaf ngerepotin Pak, sungguh musibah nggak ada yang tahu.”

Rani mengalihkan pandangan agar tidak menatap calonnya dan ia hanya bisa tersenyum terhadap anak dari calonnya itu. Entah kesalahan apa yang telah dia perbuat di masa lalu hingga membuatnya mendapat hukuman pedih seperti ini. Memang hari apes tidak ada yang tahu namun setidaknya tidak menyesal terlalu dalam seperti ini.

“Gue nggak akan nikah sama bapak lo anjing, nggak usah natap gue sinis gitu anjing hikss,” ucap Rani melihat perempuan muda yang menatapnya dengan pandangan tidak enak.

“Apa gue pindah ke luar negeri aja yah? Tapi gue nggak mau jadi anak durhaka astagfirullah.”

Rani menjauhkan dari dari ruang UGD yang menyeramkan itu, dia harus menenangkan diri terlebih dahulu sebelum menyampaikan fakta jika dia akan menolak mentah-mentah pria tua itu. Ia harus menyiapkan argumen kuat dan mental baja untuk melakukan ini semua, ia hanya bisa berharap tidak akan dicoret dari kartu keluarga setelah menyatakan pengakuannya ini.

“Parah banget si Papa ya Allah.”

Segala sumpah serapah sudah keluar dari bibir tipisnya, papanya hanya lebay karena calonnya masih bisa berdiri tegak. Rani bingung kenapa papanya begitu khawatir terhadap calon menantunya yang ternyata teman sebayanya, ah memikirkan itu semua membuatnya semakin pusing.

Rani semakin jengkel karena panggilan telepon berkali-kali dari Reno yang menyuruhnya untuk kembali ke ruang UGD. “Udah dibilang gue nggak mau Ren, lo aja deh yang nikah sama dia,” ucap Rani jengkel.

Perempuan itu diam menunggu jawaban dari seberang, menautkan alis menolak fakta jika calon suaminya ingin berbicara dengannya. “Mau bilang apalagi sih, iya dah iya jangan banyak bacot lo, iya gue on the way ke unit gawat darurat.” Rani mematikan telepon secara sepihak dan berjalan lemas menuju UGD. Ia harus memasang senyuman palsu untuk kesehatan sang papa.

“Oalah ini Rani, salam kenal saya Sugondo.”

Tangan perempuan itu bergetar menyambut uluran tangan pria di hadapannya, ia grogi bukan karena ketampanannya namun karena sang papa berdiri di sampingnya.

“Saya tidak ingin berbicara banyak Pak Sugondo, saya juga tidak ingin bermaksud menyakiti hati Anda namun saya menolak itikad baik ini dengan Anda.”

“Loh?”

“Haduh mampus lo Kak,” ucap Reno menyayangkan tindakan kakaknya.
.
.
.

STAY SAFE

15 April 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang