27. Penjelasan

173 15 4
                                    

mari berteman di ig author = @evrytanadha dm aja nanti di follback kok

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Locked Away – Adam Levine

~~~~~

“Sudahi apa yang dirasa mari kita bahagia bersama-sama.”

~~~~~

“Bisa lo jelasin apa maksud gambar ini?”

Pertanyaan tidak mengenakan menyambangi gendang telinganya, ah mungkin lebih bersifat tuduhan daripada pertanyaan. Walaupun dia sudah melihat dengan jelas namun Rani lebih memilih memicingkan mata seolah melihat apa foto tersebut. “Mas dapet foto itu dari mana?”

Tama berdecih mendengarnya.

“Gak usah sok formal lagi lo sama gue, gaya banget manggil pakai embel-embel Mas. Udah buruan jawab jelasin apa yang gue lihat ini!” teriak Tama sembari melempar ponselnya di atas kasur.

“Buruan jawab atau lo gue usir dari rumah ini!”

Rani memejamkan mata saat mendengar teriakan cukup keras dari suaminya, pria ini memang sulit ditebak.

“Sabar dulu Mas Tama, aku loh baru mau lihat,” ucap Rani memegang ponsel Tama, ini foto dirinya bersama sang customer beberapa hari yang lalu.

Tama melepaskan dasinya secara kasar, AC di kamar ini seolah tidak cukup mendinginkan pikirannya. “Kalau emang dasarnya friendly semua orang juga bakal diayomi. Gue selama ini salah nilai lo Ran, lo sama kayak yang lain tau gak? Pantes selama ini lo ogah banget gue sentuh, ternyata ini alasan lo?” cecarnya.

“Kenapa Mas bisa semarah ini? Mas tahu jelas pria ini pelangganku di Sydney, kebetulan dia ada di sini dan kita berdua hanya makan siang bersama. Just lunch Mas Tama, apa yang Mas tuduhkan ke aku gak bener semua.”

“Masih kamu sanggah bukti yang udah ada di depan ini? Bisa mikir gak sih Ran lo itu udah punya suami, gimana kalau ada paparazi di luar sana yang mergokin lo berdua hah? Ijin juga gak pernah, lo anggep gue sebagai suami gak sih? Jangan mentang-mentang lo punya duit banyak bisa seenaknya kayak gitu Ran, coba kalau Papa tahu soal ini bisa kemana-mana urusannya,” ucap Tama panjang lebar.

Rani terhenyak melupakan fakta jika dia sudah bersuami. Dia ini masih merasa perawan bisa keluar ke sana dan ke mari sesuka hati, mungkin dia kali ini memang bersalah.

“A-a-aku gak bermaksud buat tujuannya ke sana Mas, lagipula ini hanya makan siang biasa tanpa maksud tertentu,” ucap Rani membela diri.

“Lo tuh bisa dibilangin gak sih Ran, jaga nama baik Waluya. Banyak saingan Papa diluar sana yang cari cara ngejatuhin bisnis Papa, kalau kita lengah sedikitpun itu bisa jadi makanan sedap buat lawan. Gue gak tau maksud lo apa kayak gini, atau jangan-jangan emang ini tujuan awal lo?”

Rani menggeleng dengan cepat menolak tuduhan yang tertuju kepadanya, pria ini selalu menemukan celah untuk memojokkannya.

“Demi Allah aku gak ada niatan kayak gitu Mas, itu murni makan siang biasa. Oke aku salah saat ini, aku minta maaf. Aku minta maaf udah buat nama keluarga Waluya tercemar karena aku, sekali lagi aku minta maaf.”

Tama memutar bola matanya malas, dia sudah cukup sabar menghadapi keangkuhan Rani selama ini. Kepalanya ingin meledak jika mengingat semua hal yang terjadi secara bersamaan entah dari kantor maupun dirinya yang kurang belaian. Ia pikir jika sudah beristri semuanya akan mudah, ia pikir ada kebahagian tersendiri yang datang dari sunnah ini.
Nol besar.

Semua bayangan yang ada di kepala lenyap karena kenyataannya Rani masih saja acuh akan kehadirannya. Ini sama saja seperti dirinya yang dulu tanpa ada perbedaan berarti. “Jangan pernah main-main sama gue Ran, habis lo sama gue kalau ketahuan ada yang lo tutupin.”

Rani diam mendengar perkataan Tama yang mampu menggetarkan jiwanya yang bagaikan ultimatum yang berbahaya. Ia hanya bisa menatap punggung lebar itu dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Mungkinkah selama ini dia berlebihan?

“Gak usah keluar dari kamar ini sampai besok pagi, packing semua barang yang diperluin besok gue pulangin ke rumah orang tua lo,” ucap Rani lirih membayangkan hal buruk yang bisa saja terjadi dalam beberapa detik ke depan.

Perkataan menusuk apa lagi yang akan diucapkan Tama setelah ini? Mengingat perilaku pria itu di pagi hari masih sangat lembut. Ia memang seharusnya tahu siapa saja orang yang mengawasinya sehingga dia bisa menebas leher orang tersebut karena telah membuat sosok Tama menjadi buas.

Dering ponsel mengalihkan perhatian Rani, ia menunduk menatap ponsel sang suami yang berdering menadakan sebuah panggilan dari seseorang. “Mas ada telfon,” ucap Rani setelah mengetok pintu kamar mandi.

Rani memilih duduk bersandar di kepala ranjang dengan sebuah tablet yang menjadi suami keduanya. Ia melirik ke arah ponsel yang terus berdering seolah hal penting terjadi, bersamaan dengan itu Tama keluar dari kamar mandi.

“Ponsel bunyi terus dari tadi bukannya diangkat malah diem aja.”

Gerutuan Tama didengar jelas oleh sosok sang istri, pria itu mengangkat dengan malas ponselnya. “Jual aja rumahnya, lagipula istriku tidak ingin bersamaku.”

Kalimat singkat yang mampu membuat seseorang merasa menjadi pelaku kejahatan.

Rani memperhatikan setiap gerak gerik Tama yang mengambil kaos dari dalam lemari, pria itu tidak memakai kaos yang dia disiapkan. Rani beryukur Tama tidak meninggalkan kamar malam ini dan beruntungnya setiap orang di sini memahami apa yang terjadi setiap saat. Setiap manusia di keluarga ini memahami apa yang terjadi dan tidak ingin ikut campur, mereka tahu seseorang lelah atau tidak maka dari itu memberikan waktu untuk istirahat.

“Makanannya udah aku siapin Mas ada di atas meja.”

“Gue gak laper.”

“Mas Tama belum sholat isya,” tegur Rani memperingatkan, ia sudah hapal jika Tama menyentuh bantal akan langsung tertidur dan melewatkan sholat. Helaan napas panjang dia dengar, matanya senantiasa memperhatikan pria yang malas turun dari ranjang namun tetap menjalankan kewajibannya.

“Gak usah banyak omong gue mau tidur, urus aja kerjaan lo yang banyak itu.”

Rani tidak merespon ucapan Tama yang menyakitkan, ucapan itu begitu pedas hingga membuat pandangannya kabur akan air mata yang siap jatuh tumpah ruah. Dia sudah tidak memperhatikan Tama namun dia masih mendengar gerutuan dan sumpah serapah yang entah ditujukan kepada siapa.

Perempuan cantik itu memilih menyandarkan tubuhnya di punggung yang empuk, tidur satu ranjang dengan Tama untuk malam ini sepertinya tidak baik untuk kesehatannya. Pria itu dilingkupi aura hitam yang menyeramkan.

“Jika aku tidak bisa masuk ke dalam hatimu maka orang lain juga tidak akan bisa.”

Rani menahan napasnya mendengar suara lirih itu, ia membuka mata secara perlahan di mana dia melihat sosok tampan Tama yang berada tepat di depan wajahnya. Tubuhnya terasa kaku dengan tangan bergetar memegang tablet yang dia bawa di depan dada.

Is-is-tiqfar Mas, a-aku mohon istiq- Mas!”
.
.
.

STAY SAFE

5 July 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang