mari berteman di ig author = @echanwifeys dm aja nanti di follback kok
~~~~~
Selamat Membaca
Monggo Enjoy~~~~
Kisinan - Masdddho
~~~~~
“Putus cinta itu tidak sakit, yang sakit itu putus tapi masih cinta.”
~~~~~
Perempuan cantik itu hanya bisa berdiri bagaikan orang bodoh yang kehilangan logika, bola matanya menngikuti setiap gerakan tangan Tama dengan seksama barangkali pria di depannya ini membutuhkan bantuan.
“Mas Tama kalau nyaman makan sendiri yaudah sok makan aja, aku mau nyusul Papa takutnya ada apa-apa di jalan,” ujar Rani berpamitan kepada sang pemilik ruangan.
Bukan tanpa alasan ia mengucapkan hal seperti itu karena dia kembali dijebak oleh sang papa untuk kembali berduan dengan Tama, pria paruh baya tadi izin pulang dulu untuk membicarakan tanah dua hektar yang baru saja dia beli di daerah Bandung. Rani sebenarnya malu karena melihat respon Tama yang hanya tersenyum kecil terhadap papanya.
“Lagian Papa nih tanah dua hektar aja pake segala dipamerin ke old money, emang dikira Tama makelar tanah apa?” tanya Rani heran melihat sikap papanya.
Rani mengambil tas miliknya di atas sofa dan tersenyum kecil kepada Tama, tangannya yang tengah terangkat mencoba memegang gagang pintu tiba-tiba berhenti mendengar suara sendok yang jatuh begitu keras. Bunyi tersebut membuatnya memutar tubuh dengan gerakan slowmo menghadap Tama yang tengah menatap sendok di bawahnya dengan nanar.
“Mau aku bantuin Mas Tama?” tanya Rani memberi perhatian setengah-setengah, jujur saja Rani masih sangat tidak nyaman jika hanya berduaan dengan Tama. Lihatlah pria tenang ini, mengingatkannya kepada pepatah air tenang menghanyutkan.
“Gimana Mas mau dibantuin nggak? Jangan diem aja kenapa sih, diem berati gak mau dibantu loh yah.”
Setelah mengatakan itu Rani kembali berbalik dan bersiap meninggalkan ruangan, biarkan saja Tama kelaparan.
“Minta tolong ambilin sendoknya bisa Ran?”
Hembusan napas pelan keluar dari bibirnya mendengar permintaan yang sepertinya malu keluar dari bibir tipis itu. “Gak ada salahnya Mas minta bantuan ke aku, lagian badan masih lemes gitu sok-sokan kuat,” ujar Rani sembari berjalan ke arah ranjang Tama.
“Beneran bisa makan pakai tangan kiri?” tanyanya memastikan keadaan sebelum dia tinggal.
“Kemarin bisa masa hari ini gak bisa.”
Rani mengendikan bahu keatas mendengar jawaban dari Tama, baiklah sepertinya pria ini memang ingin sendiri. “Yaudah aku pulang Mas, besok sore aku kesini lagi kayak biasa sampai Mas Tama sembuh. Jangan bosen liat aku ada di sini setiap sore yah, makanya cepet sembuh biar Mas juga bisa nolak keinginan Papa.”
“Kalau kamu nggak mau nikah yaudah bilang sama Papamu sana, kenapa malah mojokin aku?”
Rani membalikkan badan tidak percaya mendengar satu kalimat panjang yang keluar dari bibir Tama, pria itu mengajaknya berbicara?
“Aku bukannya nolak Mas Tama, tapi aku kan baru ngerasain uang hasil sendiri itu kayak apa. Istilahnya aku tuh baru menikmati hidup gituloh, masa buru-buru disuruh married.”
“Yaudah bilang aja mau fokus karir bukan mau nikah.”
“Tapi Papaku pengen hartamu Mas Tama!” ucap Rani menggebu-gebu di dalam hati. Ia menggelengkan kepala sejenak berusaha tidak keceplosan, “aku kemarin udah nyoba ngomong ke Pak Imam ya Mas Tama, cuma begitu beliau teguh dengan pendirian sebelum Mas Tama sendiri yang nolak ini semua.”
Tama diam dengan mengaduk nasi berisi sop ayam cukup lama, hal yang bisa dilihat oleh Rani dan membuat perempuan itu berpikir apakah makanan itu akan enak jika hanya dimainkan seperti itu terus?
“Aku sama Mas Tama kan belum saling kenal takutnya nanti kalau udah rumah tangga semua sifat aslinya keluar satu-satu terus ujungnya cerai, kan buang-buang duit di pesta pernikahan. Daripada itu semua terjadi ya kan, mending ga usah karena mencegah lebih baik dari pada mengobati.”
Pria bermarga Waluya itu memandangi Rani dengan wajah yang sulit dijelaskan, matanya menelisik Rani dari atas hingga bawah seksama memastikan perempuan ini normal atau tidak.
“Setiap manusia itu punya kekurangan sama kelebihan Mas, Mas Tama kalau nilai kayak gitu orang lain bisa kesinggung terus muncul masalah. Buang sifat buruk kalau bisa, nggak semua orang suka dilihat kayak gitu.”
“Ini Mas Tama mau makan apa? Aku lihat daritadi nasinya cuma di puter-puter aja, gak nafsu sama makanan rumah sakit kan ini. Ayo bilang mau apa nanti aku pesenin,” desak Rani.
“Nggak usah, aku punya uang sendiri.”
“Mau dibayar sendiri juga nggak papa, nanti tranfer aja ke rekening aku,” ujar Rani santai.
Pada akhirnya dia tidak jadi pulang karena harus menunggu pangeran raja di dalam sini dan memastikan perut sang pangeran terisi sesuatu. Ia juga menarik nampan makan Tama dan meletakkan di sisi lain dari nakas yang ada. Kedua cucu Adam itu kembali terdiam dengan Rani yang bermain game online di ponselnya dan tidak menyadari jika Tama tengah kesusahan turun dari ranjang.
“Dari sekian banyak hero markmans kenapa pick Layla sih ya Allah, mampus di lock terus sama Saber,” gerutu Rani saat memainkan gamenya.
“Eh Mas Tama mau kemana?” tanya Rani saat ujung matanya melihat Tama yang sedang berjalan.
“Ke kamar mandi sebentar, kamu kalau mau pulang tinggal pulang.”
Rani tidak menjawab pertanyaan itu, “belagu banget kamu pulang tinggal pulang, makan aja kesusahan gitu nyuruh gue pulang,” cibirnya.
“Arghhh asu dapet tim dark sistem, masa Tigreal gue dapet emas tapi defeat. Ambil makanan dulu kali ya jadi nanti gue balik pas sama Mas Tama yang keluar dari kamar mandi.”
Tanpa perlu menunggu lama Rani dengan cepat berjalan ke arah lobby untuk mengambil makanannya dan kembali ke ruang inap Tama, pemandangan pertama yang dia lihat adalah Tama yang sedang berjongkok tengah mencari sesuatu. “Biar aku ambilin Mas,” serobot Rani langsung berjongkok mengambil baju pasien lain yang berada di dalam laci.
“Gak usah aku bisa sendiri.”
“Gapapa biar aku bantu, Mas.”
“Aku bisa sendiri Rani.”
“Iya aku tahu Mas kuat tapi lihat kondisi juga dong, infus di tangan kirimu udah berdarah lagi pasti kebanyakan gerak kan? Kasian mbak-mbak perawat yang bolak-balik benerin selang infusmu ini Mas, ini udah malem biarin mereka juga istirahat,” ujar Rani dengan kesal, terkadang semua yang dilakukan sendiri juga tidak baik.
“Perawatnya aja sampai bilang Pak Tama jangan banyak gerak ya Bu selang infusnya jadi gampang tersumbat,” ucap Rani menirukan gaya bicara perawat yang dia temui di bawah tadi.
“Itu memang sudah tugas mereka, perawat mana yang bilang seperti itu kepadamu? Aku bisa bayar gaji setahun mereka sekarang juga,” ujar Tama berucap enteng.
“Iya aku tahu, nggak usah sombong karena roda itu berputar.”
.
.
.STAY SAFE
jgn lupa nonton timnas U-23 besok sma Uzbekistan 😗❤️
27 April 2024

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Lakon
ChickLitBerbagai cara Rani lakukan untuk menjauhkan pria yang selama ini selalu di agung-agungkan oleh sang papa seperti dewa. Ia akan bertekad kuat menggagalkan segala cara agar kata sah tidak akan pernah terdengar di telinganya, ia tahu benar bagaimana ti...