24. Surprise

179 16 2
                                    

mari berteman di ig author = @echanwifeys dm aja nanti di follback kok

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Beautiful – NCT U

~~~~~

“Mungkin sudah waktunya berhenti dan menyelamatkan diri dari mereka yang setengah hati.”

~~~~~

Keseharian seseorang memang tidak ada yang bisa menebak sekalipun dia orang terdekatnya, karena pada kenyataanya setiap orang memiliki ciri khas masing-masing. Mungkin contoh ciri khas yang dimiliki adalah suka mengejutkan, tiba-tiba sudah ada di Sydney dan duduk di sampingnya.

Benar di sampingnya, siapa lagi jika bukan Tama Waluya. Pria yang entah sejak kapan memesan tiket pesawat dan nekat menemuinya hanya untuk jalan-jalan saja. Rani menatap Tama dengan pandangan sulit dijelaskan, alisnya menyatu bingung memikirkan cara agar dia bisa lepas dari pria ini.

“Mas Tama dapet cuti berapa hari?” tanyanya penasaran saat Tama menyewa mobil yang entah dari mana dia dapatkan.

“Tidak lama namun cukup jika hanya untuk menemanimu seharian ini sayang.”

Rani memutar bola matanya malas, sejak kapan Tama bisa menyebalkan seperti ini? Eh atau mungkin memang ini sifat asli Tama Waluya?

“Langsung pulang aja Mas, kamu udah beliin terlalu banyak barang tahu Mas. Kalau sebanyak ini udah pasti nambah bagasi, sayang uangnya,” ucap Rani sembari menatap ke belakang betapa banyaknya barang yang dia beli.

“Jangan bersikap seperti orang miskin sayang, seharusnya kamu malu terhadap kartu debit prioritas yang ada di dompetmu. Mas bahkan yakin ada lebih dari dua kartu hitam itu,” ucap Tama dengan senyuman terukir di bibirnya.

Rani meringis mendengar gelombang lautan fakta yang diucapkan Tama, lagipula tidak salah karena ada tambahan satu kartu dari Tama bukan? Haruskah dia mengembalikannya?

“Mas udah yakin ngasih kartu itu ke aku? Udah dipikirin tujuh kali kan sebelum ngasih ke aku?” tanyanya memastikan.

“Sudah.”

“Kenapa Mas begitu yakin memberikannya kepadaku?”

Tama mengendikan bahunya ke atas sebagai jawaban “Bukan masalah besar sayang, Mas yakin dua kartu itu belum kamu pakai sama sekali kan?” tanya Tama balik.

Tama yang melihat keterdiaman Rani hanya menggelengkan kepalanya sejenak. “Mas minta tolong ambilin ponsel warna hitam dong sayang.”

“Aku bukan asistennya Mas, lagian bawa sendiri masa gak bisa,” cibir Rani.

“Kata siapa kamu bukan asistennya mas, setelah nikah semua kartu debit dan uang tunai yang mas punya akan kamu pegang dua puluh empat jam non stop.”

Rani mengangkat tangan ke depan. “Tidak perlu, aku punya uang sendiri.”

Pria tampan itu tersenyum, perempuan di sampingnya ini sebenarnya sadar atau tidak jika dia sendiri juga sombong. Namun kenapa hanya dirinya yang dituduh sombong? Menutup obrolan dengan senyuman manis terukir di bibir, Tama menginjak pedal gasnya dan melajukan mobil sewa ini ke tempat di mana sejarah akan terukir.

“Sydney Opera House?” tanya Rani saat melihat bangunan megah di depannya.

“Kamu suka sayang?”

Rani mengangguk mendengarnya namun tidak membuat Tama puas. “Sebenarnya Mas bingung mau ngajak kamu kemana soalnya pasti tebakan mas benar. Kamu sering kesini kan?”

“Enggak sering baru dua kali, tiga kali ini. Udahlah gapapa Mas yaudah ayo turun,” ajak Rani terlebih dahulu.

Kedua orang berbeda keadaan itu seolah seperti suami istri yang berjalan-jalan di tengah kota menikmati angin malam di negeri kangguru. Rani yang bahagia mendapat kesempatan mengunjungi bangunan ini lagi dan Tama yang hatinya tidak karuan ingin mengungkapkan perasaan.

Ada banyak hal yang telah dia persiapkan sejak lama tentang tujuannya ini. Tama tidak bisa menyembunyikan fakta jika Rani memang benar-benar cantik di matanya, terutama saat perempuan itu tersenyum lepas dan enjoy dengan pertujukan yang ada.

“Ke belakang opera house mau? Katanya pantulan cahaya bintang akan jauh lebih indah jika dilihat di air laut.” Tama menawarkan hal itu kepada Rani, anggukan kecil dari Rani semakin membuat jantungnya berdetak tidak karuan.

“Cantik ya sayang?”

Jangan panggil aku sayang!

Mungkin kalimat seperti itulah yang ingin sekali Rani teriakan kepadanya. “Haha iya, Mas,” jawabnya kikuk.

Tama tahu jika Rani tidak nyaman dia panggil dengan sebutan sayang, namun entah kenapa dia justru senang melihat wajah merajuk Rani. Ia memandang Rani dari belakang dengan senyuman yang tidak bisa disembunyikan. Tama mengangguk saat menerima buket bunga dari seseorang yang telah dia tunggu sedari tadi, mungkin ini saatnya.

“Mas gak tahu sejak kapan rasa ini ada di dalam diri mas, jantung mas berdetak kencang setiap melihat kamu sayang. Napas mas tidak stabil dan hampir sama ssperti seorang penyandang asma. Mas dulu berpikir itu semua adalah penyakit kronis yang menhampiri mas, namun setelah setengah tahun mengenalmu mas sudah paham kenapa mas selalu sesak napas. Separuh napas Mas ada di kamu, tolong jadi istri mas.”

Rani membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang baru saja Tama ucapkan, sampai menutup mulut dengan satu tangan. “Ah Pak Tama ini bisa aja gombalannya, saya sudah kebal Pak Tama,” ucapnya lirih. Rani dengan cepat berbalik berniat menjawab Tama dengan teguran keras namun perhatiannya teralihkan oleh melihat banyaknya drone di atas Tama bertuliskan “Will you marry me.”

Apa yang sebenarnya terjadi di sini?

Rasa kaget yang dia alami semakin menjadi-jadi, kedua tangannya berusaha menutup mulutnya yang ternganga melihat semuanya. Kenapa semua pandangan orang-orang tertuju kepadanya? Dia di lamar?

Said yes.”

“Said yes.”

“Said yes.”

Rani bagaikan orang bodoh yang sulit memahami keadaan, beberapa warga lokal di sini menyuruhnya untuk mengatakan iya. Sedangkan yang lain terharu dan banyak orang merekam kejadian ini. “Mas?” tanyanya tidak percaya.

Tama tersenyum dengan membawa buket mawar merah berukuran besar dengan sebuah cincin berkilau. Ia menunduk dengan kaki ditekuk menyentuh tanah, matanya memandang sang pujaan hati dengan penuh harap.

Will you marry me?”

Said yes, said yes, said yes.”

Seruan orang-orang semakin terdengar jelas di telinganya, iringan musik romantis yang entah datang sejak kapan juga sudah terdengar. Apa yang harus dia lakukan?

Please.”

Air mata Rani jatuh seketika mendengar permohonan parau seorang laki-laki yang tengah berjongkok di bawahnya ini. Dia merasa begitu jahat mendiamkan pria baik ini. Namun pernikahan sepihak bukanlah jalan yang baik, dia tidak ingin menyakiti hati Tama semakin jauh saat mereka sudah menikah.

Rani mengatur napasnya dengan baik agar suaranya tidak patah-patah saat mengucapkan hal yang mungkin saja dapat merubah dunia Tama. Ia menatap sekeliling dengan pandangan menyesal dan berasa, namun inilah jalan terbaik antara dia dan juga Tama.

“Maaf Mas aku tidak bisa.”
.
.
.

STAY SAFE

syapa yg kezel sma Rani? saya, saya, saya

14 June 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang