29. Pengacau

186 16 0
                                    

mari berteman di ig author = @evrytanadha dm aja nanti di follback kok

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Good Days - SZA

~~~~~

“Jadilah orang baik karena itu sangat baik, tapi jangan terlalu baik karena itu tidak baik.”

~~~~~

Hal baik akan menghampiri diri sesuai dengan apa yang telah diperbuat di dunia, apa yang kau tuai maka itu yang kau tanam. Kebaikan kecil yang mampu membuatmu bahagia, tentu kebahagian tidak hanya datang di saat seseorang berkecukupan materi namun juga rohani. Materi bersangkutan dengan sebanyak apa uang yang ada, Rani juga tidak munafik jika uang membuatnya bahagia.

“Laporannya kok ada yang mines ya, di mana kesalahannya ini?” tanya Rani mengamati laporan keuangan di tabletnya.

Uang memang membuatnya bahagia namun jika minus dan harus ditambah dengan uang miliknya membuat dirinya geram. “Baru ditinggal sebentar kok udah turun, strategi pemasarannya anak-anak masa salah?”

Rani mengetuk-ngetuk stylus pen itu ke meja makan cukup lama dan bergelut lama dengan pikirannya sendiri. Nanti sore waktu membayar gaji karyawan namun hingga saat ini dia masih belum menemukan titik terang di mana pembengkakan terjadi.  Kegiatan itu membuatnya tidak sadar jika gelas kaca di samping tangannya di senggol kucing kesayangan hingga pecah.

“Ya tuhan Moli jadi anabul nakal banget, gue buang juga lo lama-lama,” gerutunya sembari memungut pecahan gelas. Bisa gawat jika Tama mengetahui ini, pria itu akan mengunci Moli di depan rumah dan tidak mengizinkannya masuk.

“Sayang?”

Panjang umur, baru saja dibicarakan langsung muncul.

“Iya Mas.”

“Ada apa sayang? Mas denger ada benda jatuh,” tanya Tama berjalan terburu-buru menghampiri istrinya yang tengah berjongkok, “udah gapapa Mas aja kamu lanjut masak,” tambahnya.

Rani menggeleng menolak usulan Tama. “Sarapannya udah siap semua kok, Mas tinggal mandi tadi udah mateng semuanya. Udah-udah duduk aja, sedikit ini Mas.”

Rani menghela napas saat Tama tidak menuruti ucapannya dan berlanjut membersihkan sisa pecahan gelas. Mata hitamnya menyusuri rumah mencari pelaku atas kejadian ini yang tidak merasa bersalah, lihatlah mahkluk berbulu tebal itu tengah tidur menikmati waktu. “Moli anjing,” umpat Rani.

Perempuan itu menyajika makanan simpel di pagi hari ini yang ia buat dan juga sang suami. Siapa sangka pria ini justru suka mengekplorasi hal-hal yang tidak dia ketahui sebelumnya. Mungkin bakat sebenarnya sang suami adalah menjadi chef namun karena dia anak pertama dan tertua maka dituntut menjadi role model untuk adik-adiknya.

“Mas mau disuapin.”

Rani yang tengah menuangkan kuah sop ayam seketika berhenti dan menatap intrupsi orang kaya itu. “Ini makanan berkuah, Mas.”

“Mas mau disuapin pakai tangan.”

Tangan perempuan itu mengepal dengan gemas tidak bisa menolak apa yang selanjutnya akan diperintahkan Tama. Pria ini memang banyak maunya saudara-saudara, mungkin ini sudah kebiasaannya menyuruh seseorang untuk tunduk dengan ucapannya.

“Yaudah aku mau lihat TV di ruang tamu, aku minta tolong nyalain sama bawa air mineral dingin ke sana.”

Melihat pria itu menuruti ucapannya tanpa perlawanan, Rani mengganti piring kecil itu dengan piring berukuran besar. Dia akan ikut makan sekalian di piring ini daripada harus menunggu Tama menyelesaikan makanannya. Mungkin lebih baik dia membeli piring berukuran besar melihat suaminya yang ingin terus makan sepiring berdua.

“Mas bawa kerupuk udangnya tadi?” tanya Rani melupakan hal inti dari kenikmatan kerupuk udang.

“Udah mas bawa sayang.”

Tama menunjukkan setoples kerupuk udang di pangkuannya. Dia begitu excited sarapan masakannya sendiri, ditemani dengan perempuan cantik di sampingnya membuat makanan ini jauh terasa lebih nikmat.

“Enak sayang,” ucap Tama dengan mulut penuh kunyahan nasi.

“Jangan banyak bicara kalau lagi makan, nanti keselek.”

Rani berucap dengan sedikit canggung, dia masih belum terbiasa dengan interaksi langsung bersama seorang pria. Walaupun sudah melewati malam panjang beberapa minggu yang lalu, ia masih was-was di saat tertentu. “Mas tidak akan sakit jika beberapa minggu ini sarapan pakai nasi?” tanya Rani kepada Tama yang setiap harinya selalu sarapan roti.

Suaminya ini mengikuti gaya barat untuk mengisi perutnya di pagi hari, sangat tidak mengenyangkan.

“Enggak kayanya, kenapa?” tanya Tama balik.

“Ah enggak cuma nanya aja, di keluarga Waluya kan sarapannya pakai sereal atau roti pakai selai. Takutnya perut Mas kaget kemasukan nasi di pagi hari, jaga-jaga aja aku tadi.”

Tama menerima suapin nasi ditambah ayam goreng disertai colekan sambal sedikit itu bibir sedikit maju ke depan. Entah sudah berapa kali Rani menyindir dirinya seperti ini, tidak jauh dari perbedaan kebiasaan antara dirinya dan Rani sendiri.

“Enggak perut Mas gak kaget, kagetnya kalau mergokin kamu selingkuh.”

Rani menegang mendengar kata itu. Kenapa pembicaraan itu melenceng jauh dengan topik yang sedang dia bahas?

“Hati-hati ucapan bisa jadi boomerang.”

“Enggak! Mas gak mungkin selingkuh di saat Mas punya istri sebaik kamu!”

“Amiin,” ucap Rani sekenanya mendengar ucapan Tama. Pria ini memang suka mencari masalah namun enggan jika dirinya di debat. Lagipula bukan menjadi masalah besar bagi Tama kehilangan dirinya karena banyak calon yang sudah direkomendasikan sebagai penggantinya.

“Mau nambah lagi?”

Tama mengangguk mengiyakan tawaran sang istri, makana ini begitu nikmat jika dimakan dengan orang yang di sayang. Kapan lagi dia seperti ini jika tidak di hari weekend, kesibukannya hingga malam membuat dia jarang berbicara dengan Rani.

“Siapa Deva bangsat ini?” tanya pria itu tiba-tiba melihat ponsel Rani berdering.

“Sayang ada telfon.”

Perempuan yang sedang berjalan itu mengangguk, menyuruh sang suami untuk mengangkat panggilan itu. “Diangkat aja Mas, tanganku penuh.”

“Engga ah mas takut itu selingkuhan kamu.”

Rani memutar bola matanya malas mendengar itu, dia malas berdebat dengan Tama. Sang suami tidak ingin membantunya namun justru menambah gangguan dengan membuka mulut bersiap menerima makanan. Tidak memiliki pihan lain yaitu loadspeaker karena tangan kiri memegang piring sedangkan tangan kanan mengepalkan nasi.

“Yah udah mati? Yaudah nanti aja aku telfon balik.”

“Telfon sekarang aja barangkali penting,” usul Tama.
Rani menggeleng menolak usulan itu. “Nanti aja tanganku lagi penuh juga, kasihan suamiku kalau harus nunggu aku selesai telfon.”

Sosok pria tampan yang mendengar itu hanya diam memperhatikan TV dengan mulut mengunyah perlahan. Jangan tanyakan bagaimana perasaannya saat ini setelah mendengar itu, benar-benar luar biasa! Kebahagiaan itu hanya sesaat karena ponsel sang istri kembali berdering membuatnya menyipitkan mata tidak suka ke arah ponsel mahal itu.

“Halo?” ucap Rani.

Halo sayang kamu kemana aja sih lama banget angkat telfonnya, aku udah kangen banget ih.”

Rani shock bukan main mendengar itu semua, ia menolehkan kepala perlahan ke arah Tama yang juga terlihat shock. Kepalanya menggeleng dengan cepat melihat Tama yang sudah membuat toples kerupuk udang terbang menghantam layar TV.

“DEVA JANCOK…..” teriak Rani di dalam hati.
.
.
.

STAY SAFE

7 July 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang