5. Buruk Sangka

193 14 0
                                    

jangan lupa pencet bintang yah

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Summertime Sadness – Lana De Rey

~~~~~

“Virtual yah? Mau sampai kapan nyaman sama ketikan sedangkan disana ada yang membuat dia nyaman.”

~~~~~

Sulit dipercaya jika semua tidak berjalan dengan bayangannya karena pada dasarnya Rani sudah yakin benar jika dengan menolak pria tua tadi sudah cukup membuat amarah Papanya memuncak, namun sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Kesalahpahaman yang cukup membuatnya malu di depan calon mertuanya.

“Wah sepertinya ada salah paham di sini, calon suamimu ada di dalam sana Nak. Aku bukan calon suamimu, aku calon mertuamu.”

Dan bam bagaikan terkena bom hiroshima di negara Jepang, Rani hanya bisa mematung di tempat. Ia terkejut dengan gelombang fakta hingga membuatnya meringis kesakitan karena dicubit sang papa. “Terus ini sebenarnya gue mau nikah sama siapa, sama anaknya atau sama bapaknya?” tanyanya kepada diri sendiri.

Rani berjalan memutari ruang kamar yang tergolong mewah ini dengan seksama, selama seumur hidup dia belum pernah di rawat di ruan inap seperti ini. Setelah ditinggalkan sendiri di rumah sakit, Rani menyadari bahwa keinginan papanya untuk mendapat mantu kaya raya sudah terlihat jelas. Dengan alibi pendekatan dia tega meninggalkan anak perempuan, apakah papanya tidak berpikir dia akan pulang naik apa?

Ah daripada memikirkan papanya, lebih baik dia mencari sesuatu yang bisa dicuri dari sini. Astagfirullah bukan dicuri, dia amankan saja takutnya ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

“Ini yang keluarganya siapa kok malah gue yang dijebak suruh nunggu, masa itu adeknya juga nggak mau nunggu abangnya sih?”

Perempuan cantik itu kembali bertanya, sungguh miris calon keluarganya yang kaya raya ini hingga tidak memiliki waktu hanya untuk menunggu sang putra sulung.

“Ruang inap apa kamar hotel kok fasilitasnya lengkap banget.”

“Pesen makanan online jam segini ongkirnya berapa ya?”

“Eh masa gue berdua doang sama si mas-mas tanpa nama ini?”

Kenyataanya Rani sudah tahu siapa nama dari calonnya, namun dia memilih untuk berkenalan sendiri untuk memastikan.

Rani bagaikan ODGJ yang terus saja berbicara sendiri menilai itu dan mengkritik ini di ruangan inap tersebut mampu membuat dirinya gerah sendiri, ia melepas jilbab model yang telah melilit lehernya hingga sulit bernapas itu dengan kesal. Keberadaan berbagai model hijab instan di dalam mobil membuatnya cukup beruntung karena bisa bernapas lega.

“Aduh Mas masa first impression kita kecelakaan sih, mana aku juga udah model gembel,” keluh Rani sembari memesan makanan online.

“Mas ini nanti bangun ga  yah, udah terlanjur dipesenin makanan nanti malah gak bangun. Emhh apa beli nasi bakar gitu yah, itu kan awet sampai pagi.”

Setelah bertanya dan memutuskan untuk pulang saja karena mengingat besok adalah hari Senin dimana dia harus kerja rodi bagaikan kuda. Rani menulis di sticky note dan ditaruh di atas meja samping tempat brankar di mana seseorang terbaring dengan tangan menekuk itu.

“Wajahmu mas-mas Jawa banget, Mas,” celetuk Rani dengan senyuman tipis saat melihat calonnya.

Pikiran bangga yang terlintas tiba-tiba itu segera ia tepis dengan cepat, bagaimanapun dia tidak boleh masuk ke dalam pesona ketampanan!

“Cepet sembuh ya Mas biar kita cepet juga bahas masalah ini kedepannya gimana, aku tinggal sendiri nggak papa yah kan udah gede, masa nggak berani di sini sendirian. Bye-bye Mas tanpa nama,” ujar Rani saat menutup pintu kamar.

***

“Wih wih seger banget temen gue hari ini, gimana beb calon lo aman nggak?”

“Aman.”

“Jadi lo nerima pria bangkotan?”

“Enggak.”

Perempuan yang dijuluki gemoy di divisinya itu mendengus kesal saat sang rekan menanggapi ucapannya dengan lemas. Dia hanya ingin tahu perkembangan jodoh Rani seperi apa, itu saja.

“Yaelah Ran, ayo cerita napa.”

“Apa yang mau diceritain Sin, nggak masuk sama sekali dah kemarin itu harusnya gimana.”

“Gapapa deh spill dikit-dikit aja,” cecar Sinta tidak sabar mendengar cerita dari Rani.

Rani hanya bisa menghembuskan napas lelah. “Emang kemarin sih ceritanya kan mau ngomongin soal kenalan dulu lah atau apalah itu, taaruf atau apa itulah di ba-”

Belum selesai dia berbicara, Sinta terlebih dahulu memotong ucapannya. “Halah zaman segini masih percaya aja sama taaruf, taaruf sama aja pacaran kali Ran. Lo bisa backstreet dari orang-orang tapi lo nggak bisa backstreet dari Allah.”

“Yaudah pokoknya itulah, udah lama nunggu nih gue sama bokap sampe sejam lebih and gue pun punya firasat buruk ke calon gue, eh ternyata benar,” ujar Rani menggantung kalimat.

“Calon lo gay?”

Rani menggeleng.

“Calon lo boty?”

Rani menggeleng.

“Calon lo bise-”

“Calon gue normal cok, kenapa pertanyaan lo ngarah ke sana mulu sih Sin,” ucap Rani kesal mendengar tebakan Sinta yang di luar nalar.

“Hahaha ya gue nggak tau Ran makanya nebak asal, terus ternyata calon lo kenapa?”

“Kecelakaan.”

Mulut Sinta terbuka lebar menerima berita mengerikan yang menghampiri sahabat gilanya ini. “Ya Allah Ran gue nggak bermaksud sumpah, turut berduka cita dah gue. Gue ikut deh ke pemakamannya.”

“Heh ngawur orangnya masih hidup!”

Rani sudah tidak mood untuk bercerita, Sinta ini selalu saja memotong ucapannya. Memang kebiasaan buruk sulit dihilangkan teman-teman, jangan contoh sikap Sinta yang seperti ini.

Kedua orang itu kembali bekerja seperti semula dengan sesekali Sinta kembali bertanya mengenai calonnya itu. Rani sendiri sebenarnya tidak yakin dengan calonnya, mana mungkin penerus tahta itu mau dengannya? Rani bahkan merasa ngeri jika kemudian hari di pembagian warisan akan ada huru hara yang tak terdandingi, adik calonnya itu sangat banyak hingga Rani tidak bisa membayangkan seberapa ramenya keluarga itu saat lebaran.
Rani kembali ke rumah sekitar jam lima sore dan mendapati papanya tengah bersiap entah pergi kemana. “Papa mau pergi kemana?”

“Bandung.”

“Cuek banget Pa, kayak nggak pernah serumah aja,” celetuk Rani.

“Udah nggak usah ngebujuk Papa, buruan ke rumah sakit temenin Mas Tama.”

“Iya habis mandi juga langsung ke sana kok, aku tanya kenapa Papa mau ke Bandung?” tanya Rani penasaran.

“Beli tanah,” ujar sang papa enteng.

“Invest tanah mulu, beli kendaraan kenapa sesekali tuh mobilnya udah rangka tua.”

“Minta ke mantu aja bisa kenapa harus beli.”

Rani menatap kepergian papanya dengan mata menyipit tajam, pria tua egois yang sayangnya adalah papanya. “Papa percaya diri banget kayak calon mantunya mau sama anaknya aja, beda kelas kali Pa. Mana mungkin Mas Tama mau sama gue, ini kalau nantinya Mas Tama beneran mau sama gue berarti fiks dukunnya Papa manjur banget.”
.
.
.

STAY SAFE

jgn lupa besok nonton indo vs jordan cmiww

20 April 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang